Tiga

435 74 258
                                    

Semua orang berbisik lirih sambil menunjuk Jack dan kedua lelaki lainnya. Sementara itu, Sunny terus berdoa agar Jack tidak dikenai hukuman oleh pria gemuk yang ternyata adalah Rektor di kampusnya.

“KALIAN SEMUA IKUT SAYA SEKARANG!” kata si pria gemuk lalu meninggalkan tempat.

Jack dengan kasar mengambil ranselnya yang ada di tanah sambil menatap sinis lawannya. Mereka bertiga kemudian mengikuti sang Rektor.

Sunny menyikut Sally lalu berbisik pelan, “Gue ikutin mereka, ya? Lo kalau mau makan duluan aja.” katanya cepat dan langsung pergi meninggalkan Sally yang hendak membuka mulut.

“Aish, dasar bucin!”

Sally akhirnya terpaksa makan di kantin sendirian, meninggalkan sahabatnya yang sedang membuntuti Jack untuk membereskan masalahnya.

Ia duduk di salah satu kursi berwarna putih setelah memesan semangkuk mie ayam lengkap dengan ceker dan bakso, juga kerupuk pangsit—dan jus stroberi yang di mix bersama jeruk. Sally memang tidak pernah memiliki program diet dalam hidupnya, ia bisa makan apapun yang ia suka.

Sambil menunggu pesanannya datang, Sally membuka ponsel yang sempat ia lupakan akibat menonton orang bertengkar. Alisnya seketika terangkat. Ternyata Irena sudah menghubunginya sebanyak tiga kali siang ini.

Dengan dipenuhi rasa penasaran, Sally langsung menghubungi Irena. Ia menempelkan ponselnya beberapa saat sambil mengetuk-ngetuk kuku jarinya yang di cat warna-warni ke meja.

“Halo?” kata Sally kemudian.

Di ujung sana, Irena tampak bicara terburu-buru. “Sal, kamu dan Sunny sibuk gak hari ini? Kuliahnya udah beres, kan? Gini-gini, kakak perlu bantuan kamu sekarang. Kamu harus bantu kakak! Aduh, ini penting banget!”

Bahkan belum sempat Sally menarik napas, Irena sudah kembali melanjutkan perkataannya. “Kalian berdua bisa ke studio kakak sekarang, kan?”

Alis Sally terangkat, ia memiringkan kepalanya sambil mengernyit. “Ngapain? Kalau jadi tukang kipas lagi, mah, ogah!

Sally ingat dengan jelas, Irena pernah memintanya ke studio hanya untuk mengibaskan kipas setelah kakaknya yang super cantik itu melakukan pemotretan di studio yang panas. Entah apa yang ada dipikiran Irena, Sally pikir kakaknya itu hanya senang menyuruhnya.

“Enggak, enggak.” kata Irena cepat. “Kesini aja pokoknya, kakak tunggu dua puluh menit dari sekarang, go!” Irena menutup teleponnya.

Kening Sally semakin berkerut, tak mengerti dengan apa yang Irena maksud. Terlebih lagi, ia merasa seperti ikut acara uang kaget atau semacamnya. Dua puluh menit? Bahkan mie ayamnya saja belum datang.

Sally tak menghiraukan Irena. Saat ini, yang ada dipikirannya adalah bagaimana cara agar cacing-cacing di perutnya itu berhenti dangdutan. Sally berjanji ia akan ke studio setelah memenuhi permintaan si cacing. Dengan sabar Sally menunggu pesanannya sampai di meja dengan selamat. Dari kejauhan ia sudah lihat seorang penjaga kantin yang menghampirinya dengan senyum lebar. Perasaannya mengatakan bahwa inilah saat yang di tunggu-tunggu.

Perjuangan panjangnya menunggu selama dua setengah menit akhirnya terbayarkan. Di depan matanya kini sudah terpampang semangkuk mie ayam yang dipenuhi sayur, kerupuk pangsit juga ceker dan bakso.

Sally mengambil dua sendok sambal di depannya. Dengan hati-hati ia mengaduk mie ayam itu sambil sesekali menelan ludah. Terlihat enak? Tentu saja. Mie ayam ini sesuai dengan bayangannya sejak tadi.

Suapan pertamanya mendarat dengan sempurna. Sally memejamkan mata dan meresapi bumbu-bumbu yang bersatu padu di dalam mulutnya. “Uy uy uy!” serunya girang sambil meniru salah satu program televisi favoritnya.

Be Better (With You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang