Sebelas

377 70 76
                                    

Sally menelan salivanya dengan susah payah. Ini bukan mimpi, ‘kan? Dua lelaki populer di kampusnya sama-sama menawarkan diri untuk pergi bersama dengannya. Ah, ini nyata!

“E-eh? Aduh, gue jadi enak kalian rebutan gini.” Ucap Sally tanpa dosa. Wajahnya yang memerah ditambah bibirnya yang tak bisa menyembunyikan senyum membuat suasana menjadi semakin aneh.

“Rebutan?” Vazza menarik satu alisnya ke atas kemudian tersadar. “Kamu sama Nathan aja kalau gitu.”

“Eh? Kok? Gak, lo sama Vazza aja. Motor gue harus diservis ternyata.” Nathan gantian menolak.

Sally memanyunkan bibirnya. Padahal baru beberapa detik yang lalu dirinya merasa senang diperebutkan dua lelaki tampan seantero kampus, namun mereka kini justru saling melempar karena tak mau pergi bersama Sally.

“Y-yaudah gak perlu! Gue gak mau kerja kelompok hari ini!” rajuknya dengan wajah kesal.

“Eh? Kok lo ngambek sih?” Nathan meledek Sally dengan mencondongkan wajahnya pada gadis itu. “Jangan cemberut gitu lah, jelek.”

“Bodo!”

Nathan tertawa puas melihat Sally seperti itu. Baru kali ini ia melihat gadis yang sedang kesal justru tampak lucu baginya. “Ya udah lo sama gue deh,” kata Nathan lagi. “Lo gak bareng sama Minnie emangnya?” tanya Nathan pada Vazza.

Vazza berdeham pelan kemudian menggelengkan kepala.

Tiba-tiba Sally teringat sesuatu saat mendengar kata Minnie. Kalau saja tadi ia menerima ajakan Vazza untuk berangkat bersama, Minnie pasti akan salah paham. Meskipun ia bukan siapa-siapa bagi Vazza, Sally tetap merasa tidak enak padanya.

“Ya udah kita berangkat sekarang. Gue udah buat janji sama yang punya tempat.” ajak Nathan lagi.

Sally dan Vazza kembali berpisah di persimpangan jalan menuju parkiran. Sally mengikuti  Nathan ke parkiran motor, sedangkan Vazza berjalan ke arah sebaliknya untuk mengambil mobil.

Gadis itu menghela napas perlahan sambil menatap Vazza yang semakin menjauh.

Nathan yang menyadari hal itu kemudian menegur Sally dengan pelan. “Lo nyesel karena gak bareng Vazza?”

“Hah?”

“Kenapa ngeliatinnya gitu?” tanya Nathan lagi.

Sally menyipitkan matanya lalu menjebik pada Nathan. “Lo sewot banget, sih, Nath! Gue gak ngeliatin apa-apa, kok!” elaknya. “Udah ayo cepetan, mana helmnya?”

***

Vazza membawa mobilnya tepat di belakang motor Nathan. Ia menghela napas berkali-kali melihat pemandangan Sally yang tengah tertawa lepas di atas motor.

Apa yang mereka bicarakan? Asik sekali. Lirih Vazza.

Sejak kemarin setelah selesai kerja kelompok di taman, Vazza merasa ada yang aneh dalam dirinya. Entah kenapa ia tak suka melihat Nathan mendekati Sally.

Vazza sadar kalau perasaan ini sangat asing baginya. Bahkan kemarin, Vazza merasa tak enak karena Minnie harus ikut mereka kerja kelompok. Ia begitu memikirkan perasaan Sally yang entah bagaimana muncul tiba-tiba.

Vazza mengacak rambutnya dengan kesal. “Kenapa jadi kayak gini, sih?!”

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di sebuah pabrik pengolahan nabati. Vazza memarkirkan mobilnya di samping motor Nathan lalu ke luar dari mobil.

“Gue baru tahu kalau di sini ada pabrik.” ujar Sally sambil memandang sekitarnya.

Tempat yang mereka sebut pabrik itu sebenarnya hanyalah halaman luas dengan satu bangunan besar berada tepat di tengahnya. Tempatnya lumayan bersih dan terawat jauh dari bayangan pabrik-pabrik yang sempat Vazza ketahui.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Be Better (With You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang