Sepuluh

236 56 186
                                    

Sunny menghela napas dengan berat. Tangannya memegang beberapa artikel yang sudah dikerjakannya sendirian malam tadi dengan susah payah. Rencananya sore ini ia akan memberikan artikel tersebut pada Udin dan Karina.

“Kalau aja bukan tugas kelompok, males banget gue nyamperin si cewek gatel.” gerutunya sambil berjalan menuju halaman parkir.

Sebelumnya Sunny sudah menanyakan keberadaan Karina melalui chat grup yang Udin buat. Dengan langkah cepat ia menghampiri gadis berambut abu yang ternyata sedang duduk santai sambil meminum es jeruk.

“Nih.” Sunny memberikan satu artikelnya pada Karina.

Karina menatap Sunny sekilas lalu mengambilnya. “Thanks.” jawabnya singkat.

Sunny berdeham pelan. Ia tak menyangka reaksi Karina hanya sebatas ucapan terima kasih saja. “Lo bikin power point bisa, kan? Beberapa bagian udah dikerjain Udin.”

“Bisa,” katanya lagi. “Kita gak perlu kerja kelompok, kan? Gue males ngerjain bareng. Kita kerjain sendiri-sendiri aja. Nanti gue kirim filenya kalau udah.”

Dalam hati, Sunny kembali menggerutu. Ini cewek giliran depan cowok aja manis banget, giliran ngomong sama gue juteknya gak ketulungan. Lagian siapa juga yang mau ngerjain bareng lo!

“Mm.” jawab Sunny tak kalah singkat lalu pergi. Ia tak betah berlama-lama bersama Karina. Bagi Sunny, mengobrol sebentar saja sudah sangat menguras emosi.

Ia kemudian berjalan menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempat Karina menunggu. Hari sudah mulai gelap dan Sally pasti menunggunya di rumah. Karena mengingat Sally, ia berinisiatif membeli beberapa makanan ringan. Sally pasti punya banyak cerita menarik hari ini.

***

Sally dan Nathan tiba di depan rumah setelah perjalanan dari minimarket yang hanya memakan waktu sekitar lima belas menit tujuh detik. Lelaki itu kemudian mengeluarkan motornya dari halaman.

Setelah memakai helm, Nathan memberikan kantong plastik yang dibawanya pada Sally. “Buat lo.”

Sally menerima bungkusan itu dengan kening berkerut. Ia menatap Nathan dan menunggu lelaki itu menjelaskan lebih lanjut.

“Gue denger makanan manis bisa bikin mood jadi bagus.” kata Nathan lagi.

Sally tak bisa menahan tawa mendengar lelaki di depannya mengatakan hal tersebut. Siapa sangka kalau Nathan berkata seperti itu, kan? Terlebih lagi, dari mana Nathan tahu kalau dirinya sedang badmood?

“Lo gak kesambet setan gara-gara main ke sini, kan?” tanya Sally masih diselingi tawa.

Nathan tampak mengernyit di balik helm full facenya. “Gue lagi berbuat baik nih.”

Sally masih saja mengulaskan senyum. Ini pertama kalinya ada orang lain—lebih tepatnya seorang lelaki yang memberikan begitu banyak camilan padanya. Selain merasa lucu, jujur saja Sally bingung bagaimana menanggapi hal tersebut.

“Gue kira lo tipe-tipe cowok cuek gitu.” Sally terkekeh pelan.

“Ini bukan berarti gue perhatian sama lo,” jawab Nathan mengelak. “Muka lo ga enak dilihat, cemberut terus.”

Sally tersenyum sambil menatap kantong plastik di tangannya. Ia kemudian menatap Nathan setelahnya. “Thanks, Nath.”

Lelaki itu mengangguk, namun dapat Sally lihat kalau Nathan juga tersenyum di balik helm. “Nanti gue kabarin untuk kerja kelompok selanjutnya,” kata Nathan lagi. “Gue balik dulu, udah mau hujan.”

Be Better (With You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang