Delapan

305 64 150
                                        

Hari ini Sally bangun lebih pagi dari biasanya. Ia sudah membuat janji dengan Sunny untuk memindahkan beberapa barang ke rumah sewa. Kebetulan, Irena juga sedang libur. Dengan senang hati ia membantu adiknya sambil memberi beberapa wejangan.

“Nanti di sana kamu bisa bangun pagi, kan?” kata Irena. Tangannya sibuk melipat pakaian dan memasukkannya ke dalam koper besar.

Sally mengangguk yakin. “Gampang. Kak Irena kayak gak tahu aku aja deh.”

Irena mengernyit kesal. “Apaan? Tadi aja kamu drama dulu sebelum kakak bangunin.”

Irena mengingat dengan jelas apa yang Sally ucapkan pukul lima pagi. Saat itu, Irena masuk ke kamar Sally untuk membangunkannya. Gadis itu terlihat masih tidur pulas dengan wajah tertutup oleh selimut.

Saat Irena hendak menarik selimutnya, Sally tiba-tiba bangun sambil berteriak dengan mata masih tertutup rapat. “Lepaskan! Kau tidak berhak mengambil ini dariku, Nona!”

Dengan kesal Irena mengetuk kening Sally. “Bangun! Katanya kamu mau packing sekarang?”

Sally tertawa mengingat hal tersebut. Dirinya mungkin terbawa perasaan saat membaca komik yang baru saja ia beli. Gadis itu lalu menggeser tubuhnya mendekati Irena.

“Maaf, Kak, namanya juga mimpi. Mana bisa aku kendaliin, kan?”

Irena menghela napas. Ini bukan pertama kali adiknya mengigau. Ia benar-benar sudah terbiasa dengan kebiasaan buruk Sally. “Nanti di sana kalau kamu kayak gitu gimana coba? Malu banget deh!”

Sally justru tertawa kencang mendengarnya. “Ah, Kak Irena juga gak tahu, sih, kalau Sunny lebih parah ngigaunya dari aku.”

Irena menggelengkan kepala tak percaya. “Aduh, Kakak gak bisa bayangin kalian kalau tinggal satu rumah. Kalian bener bisa tinggal sendiri?”

“Bisa, Kak.” jawab Sally sambil tersenyum lebar.

Beberapa jam kemudian, Sunny datang. Tangannya terlihat menjinjing beberapa tas kertas. Ia masih menggunakan piyama panjang pagi ini. Sally curiga kalau sahabatnya itu bahkan belum mandi.

“Kak Irena, Sally, ayo sarapan. Aku udah beli, nih.” ajaknya sambil menyimpan makanan tersebut di meja makan.

Sally dan Irena yang mendengar namanya dipanggil pun menghampiri Sunny yang sedang menata beberapa roti isi.

“Padahal gak usah beli, Kakak bikin nasi goreng barusan.” timpal Irena, lalu duduk di salah satu kursi.

Sunny tersenyum lebar. “Gak apa-apa, Kak, aku bisa makan buatan Kak Irena juga kok.”

Irena mengambil beberapa piring lalu berkata, “Ya udah kalian cepet makan, nanti jam sembilan lebih Kakak nyusul ke sana.”

Sally duduk di samping Irena sambil membawa sebuah buku. Kakaknya yang melihat hal tersebut langsung menatap Sally dengan tatapan heran. Tampak sekali banyak pertanyaan di kepalanya saat ini.

Irena menempelkan telapak tangannya di kening Sally. “Kamu sehat?”

“Maksud Kak Irena?”

“Seumur hidup baru kali ini Kakak lihat kamu belajar sambil makan. Eh, biasanya juga gak pernah belajar, sih. Maksudnya, ini ajaib banget lihat kamu bawa buku!”

Sally tersenyum lebar lalu memasang wajah sombongnya sambil mengibaskan rambut. “Aku itu selama ini cuma pura-pura males aja, Kak.”

Sunny dengan cepat menggelengkan kepala, mengibaskan tangannya, tanpa menatap kedua orang di depannya. “Gak, Kak, bohong,” timpal Sunny. “Dia kayak gitu karena satu kelompok sama cowok keren di kampus.”

Be Better (With You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang