The Haunted House, Hotwell (bagian 2)

5 1 0
                                    

Di belakang kami, berdiri dua orang tak kasat mata. Ya, entah siapa mereka. Namun tatapan mereka nampak tak bersahabat.

Wanita jendela itu berdiri di bawah derasnya hujan. Wajahnya tertutup rambut hitam yang mengeluarkan air kotor saat kepalanya dibasahi oleh guyuran air hujan.

Salah satu matanya yang menjembul keluar dari bolanya menatap kami. Hanya bola mata besar itu yang bisa kulihat dari wajahnya.

"H-hendry," Amanda memanggilku. Tubuhnya semakin bergemetar karena rasa takut yang menyelimutinya.

Aku tidak bisa melihat orang tinggi itu namun, tatapanku terus mengarah kepada wanita di luar.

Tubuhnya dipenuhi memar dan luka. Meski tidak terlalu jelas akan tetapi aku yakin jika di dadanya terdapat lubang cukup besar.

Ketika aku ingin memalingkan wajahku ke Amanda, tiba-tiba wanita itu mengangkat tangannya. Dia menaikkan tangannya dan menunjuk ke dalam.

Dia, menunjuk ke arahku. Membentuk sebuah bentuk aneh dengan lambat, dia terus menyentuh kaca jendela yang basah itu. Terus menerus menggerakkan jari. Ke sana dan kemari bagai ingin mengirim pesan.

Air yang mengalir dari rambutnya semakin kotor seiring berjalannya waktu, bagai di kepalanya sudah menumpuk banyak lumpur dan kotoran.

Semakin lama dia menyentuh kaca, semakin banyak juga pola yang ia bentuk. Awalnya tidak tercetak, akan tetapi saat makhluk itu menyentuk kaca kedua, semuanya menjadi merah.

Darahnya mengalir keluar dari sendi-sendi jarinya. Tulisannya terus bertambah dan bagai tidak akan terhenti.

Sudah cukup dengan jendela di depannya, dia membawa tubuhnya ke bagian atas jendela itu. Tubuhnya melayang-layang bagai tak berisi.

Jarinya semakin kuat menekan jendela. Membuat angka dan simbol yang tidak kuketahui. Lalu, "kreekk" jari itu patah.

Ingin rasanya aku berteriak. Dia sama sekali tidak menghentikan tindakannya, melainkan terus menulis dan membuat seluruh jendela mandi darah. Sesekali belatung keluar dari daging jarinya itu dan ikut jatuh ke tanah.

Kita harus pergi dari sini. Hanya itu yang bisa kupikirkan saat kejadiannya semakin mencekam. Aku menggendong Amanda yang sudah tak bertenaga.

Aku membuka pintu depan yang tak jauh dari jendela yang dipakai wanita itu lalu langsung memacu langkahku.

Hujan deras ini mengurangi jarak pandangku namun tidak dengan pendengaranku. Di seluruh sisi suara-suara aneh mulai bermunculan. Tanpa mempedulikan suara itu kami terus berlari dan berlari.

Entah itu suara rengekan, ataupun ringkihan, dan teriakan kesakitan, semua suara tadi muncul di saat bersamaan.

Seakan-akan rumah ini dipenuhi oleh orang-orang dan terus menjadi semakin ramai.

Hingga akhirnya kami keluar dari gerbang rumah.

Suara tadi segera menghilang dan kembali sunyi di luar sini.

Bagai tidak ada apa-apa. Aku tidak akan kembali lagi ke tempat itu, tidak akan pernah.

Kami berdua berjalan semakin menjauh. Sekitar beberapa menit kemudian, George datang dengan mobilnya.

"Kalian berdua! Apa yang kalian lakukan di luar rumah? Terlebih saat hujan deras seperti ini," tanya George yang mengulurkan lehernya dari jendela mobil.

"Masuklah kalian bisa kedinginan," ajaknya.

Kami berdua kemudian masuk ke dalam mobil mewah ini. Amanda nampaknya pingsan karena syok. Dan aku? Aku tidak tahu apa yang terjadi.

Haunted LegendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang