Mimpi

2 1 0
                                    

Kala itu, di sebuah malam. Aku yang baru saja selesai dengan tugas sekolah dan persiapan ujian melihat ke arah jam dinding yang ada di sudut kamarku.

Waktu menunjukkan pukul 23.30 WIB. Meski begitu, tak terasa kantuk sama sekali di mataku.

Dengan sedikit hentakan, aku membaringkan tubuhku di kasur yang nyaman. Ditemani rintikan hujan tipis yang sendu. Angin malam kala itu sangat sejuk dan segar. Mengalahkan pendingin ruangan yang baru saja dipasang di kamar ini.

Aku membuka ponselku. Berharap menemukan satu atau dua hal yang menarik.

Detik demi detik telah berlalu, berganti menjadi menit. Menit berubah menjadi jam. Hingga aku sadari, aku terlalu terbawa suasana ketika bermain.

Tak lama. Rasa kantuk menjalar di tubuhku. Dengan selimut tebal dan bantal yang empuk. Aku mencoba memejamkan mata.

Namun, malam ini nampak berbeda dari hari-hari sebelumnya. Aku merasa dia mengawasi lebih sering kala itu.

Aku terus menerus mencoba tertidur. Membacakan doa-doa pun tidak tinggal dilakukan. Akan tetapi, dia tidak mau pergi.

"Kumohon, tinggalkan aku. Aku tahu ini sudah lewat waktunya. Tapi kenapa kau melihat dengan mata seperti itu," ujarku dalam hati.

Beberapa saat kemudian. Aku berhasil. Ya. Dia pergi.

Untunglah. Kurasa ini akan menjadi malam yang sedikit lebih tenang pada akhirnya.

Awalnya.

Kurasa begitu.

Aku tertidur selama kurang lebih 20 menit.

Dan mimpiku bak diambil dari kepalaku. Membangunkan dari nyenyaknya tidur yang nyaman.

Aku menghela nafas. Mencoba tenang saat itu.

Di sana. Di tempatnya, tadinya hanya ia sendirian berdiri di situ. Tapi saat ini, kamarku berubah menjadi tempat berpesta.

Berbagai bentuk dan ukuran berkumpul di sini. Entah untuk apa.

Aku menarik selimut hingga menutupi sebagian wajahku. Mencoba tidak melihat mereka. Apa bedanya malam ini dari malam sebelumnya? Kenapa kalian sangat banyak?!

Dengan perlahan. Aku beranjak dari kasurku. Melewati sekumpulan makhluk yang entah datang dari mana.

Tubuhku bergemetar. Bulu kudukku merinding ketika mereka semua menatapku dengan mata kosong itu.

"Akhirnya!" Seru-ku dalam hati ketika berhasil memegang kenop pintu kamar ini.

Dengan segera. Pintu itu terbuka. Mereka yang tadinya berada di dalam, sgera sibuk dengan urusannya masing-masing dan mulai mengacuhkan ku.

Terengah-engah aku mencoba mengambil oksigen sebanyak yang aku bisa. Gelas kosong dan air tidak lupa menjadi sahabat kala itu. Aku meneguk mereka tanpa jeda dan segera terhuyung di sofa ruang tengah.

Sekilas. Mataku terarah ke kamar orang tuaku. Lampu kamar mereka menyala. Tunggu dulu, apakah itu lampu? Lebih mirip seperti cahaya lilin.

Aku memanggil mereka ragu, "Ayah, Ibu?"

Tak lama. Terdengar suara dari kamar mereka. Cahaya sebelumnya padam dan berganti sinar lampu yang aku kenal.

"Ada apa, Risa?" Ayahku keluar, dia seperti baru saja terbangun dari tidurnya.

"Ayah ngapain tadi? Ngidupin lilin?"

"Lilin? Lilin apa?"

Apa ayah hanya berpura-pura? Entahlah. Aku segera mengalihkan pembicaraan ke topik yang berbeda.

Kami berbincang sebentar kala itu.

"Ayah, kapan ayah pulang? Kok Risa nggak denger?"

Ayahku tersenyum lembut.

"Risa ngomong sama siapa, nak?" Ibu yang tiba-tiba keluar dari toilet mengagetkan kami.

"Oh, ini, Bu. Lagi ngobrol Ama ayah," ucapku. Akhir-akhir ini ibu memang sering bertingkah aneh. Ia terkadang sedikit, tidak mempedulikan ayah.

"Ayah?" Ibuku langsung menarik tanganku.

"Udah, Ris. Kamu jangan banyakan halu deh," ucapnya lirih.

"Tapi buuu— Itu ayah di sana, ibu kenapa sih ngga peduliin ayah kayak gitu!"

Tak lama, dia mulai menangis. "Risa, udah ya, nak. Kamu sebegitu kangennya sama ayah?" Dia terisak.

"Kalo gitu, kamu doain aja ya, Ayah. Semoga dia tenang di sana-nya. Kamu jangan gitu terus, ayah ngga bakal bisa ninggalin kamu kalo begini terus, nak." Ujar ibuku sambil mengusap pipiku.

Haunted LegendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang