Gunung dan Kisah

0 0 0
                                    

Akhir tahun, adalah waktu yang pas untuk mendaki. Beberapa kelompok pemuda dari perkumpulan pecinta alam mulai menyusun barang-barang mereka di kaki gunung.

"Semua sudah siap?" Ujar senior mereka yang dibedakan dengan Scarf berwarna merah.

Sedangkan junior diberi penanda yang sama dengan warna oranye.

"Siap kak!" Ujar salah seorang dari mereka.

Senior mereka kemudian mengumpulkan seluruh peserta dan mulai membentuk barisan menyamping.

"Oke, tolong semuanya berhitung sesuai barisan."

Hitungan pertama dimulai dari pemuda yang berada di sisi paling kanan barisan. "Dimulai dari Andi, ya." Ujar senior mereka yang di dadanya tertampang Name Tag dengan nama Anton.

Nomor demi nomor disebutkan hingga akhirnya sampai di barisan terakhir. Nomor paling belakang yang disebut adalah nomor 12.

Setelah selesai. Masing-masing dari mereka dibagi menjadi dua grup. Kelompok pertama dengan nomor urut 1 sampai 5 mengikuti seorang senior dengan nomor urut 6. "Kelompok pertama dipandu oleh saya, tolong semuanya berkumpul." Ujar Aldi dengan lantang.

Sedangkan sisanya diikuti dengan nomor 7 sampai 11 dengan Anton sebagai pimpinannya.

Mereka pun memulai perjalanan dengan barisan yang telah ditentukan. Aldi berada paling depan, diikuti dengan kelompoknya yang bertugas membuka jalan.

Sedangkan Anton berada di belakang kelompok 2 sebagai panjaga mereka.

Perjalanan melewati pegunungan dengan Trail yang masih sedikit ditutupi rerumputan dan semak menjadi

Hembusan angin yang sejuk seringkali menembus pakaian mereka. Membelai halus kulit mereka di balik kain yang cukup tebal.

Ada sekitar 5 pos di gunung itu. Dan  setiap melewati pos yang ada, mereka selalu mengulang melakukan penghitungan, khawatir barangkali ada anggota yang tertinggal di belakang.

Ketika mereka akan mencapai pos 2 di dalam pegunungan, hitungan kembali di gemakan. Hasil yang sama saat mereka melewati pos 1.

Jalan mereka pun tetap seperti biasanya. Dan tidak ada keanehan yang terjadi selama perjalanan.

Hingga akhirnya mereka sampai di pos 3. Aldi pun berteriak lagi, namun kali ini suaranya tidak sekeras saat melewati dua pos pertama.

"Satu, dua, tiga, empat—" Hitungan terus berlanjut. Hingga giliran Anton yang berada di barisan terakhir.

"Dua belas!" Ujarnya.

Tak lama kemudian, berseling sekitar beberapa detik dari hitungan Anton. Dia mendengar suara dari belakang.

"Tiga belas." Suara lirih dan serak. Berat, namun tidak terlalu kuat.

Bulu kuduk Anton pun berdiri. Namun, dia tidak memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Pasalnya, hanya dia lah yang tersisa di belakang. Tidak ada anggota lain yang tertinggal.

Karena sudah terbiasa dengan gangguan seperti itu ketika mendaki. Dia hanya menghiraukan suara tadi. Tidak hanya berhenti di sana. Suara hitungan tersebut terus berulang dan berulang.

Di tengah perjalanan menuju pos 4 yang cukup jauh dari pemberhentian sebelumnya. Aldi memutuskan untuk berhitung lagi.

"Dua belas!"

"Tiga belas." Suara yang sama terulang.

Anton membatin, "Ya Tuhan, ini siapa di belakang. Perasaan ngga ada siapa-siapa lagi, anggota lain juga ngga ada yang ketinggal tadi."

Haunted LegendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang