Suasana ruang tengah mendadak pagi ini menjadi mencekam. Sinta dan Milka disamping Vio terus mengusap pundak wanita itu. Dani, Resta dan Fauzan hanya diam. Sedangkan Ale menatap sendu Vio yang tak mau sekalipun menatap kearahnya.
"Jelaskan," ucap Satya langsung duduk bersama Raina didepan Ale. Ale menundukkan kepalanya.
"JELASKAN ALE!" jerit Satya membuat mereka terpelonjak.
"M-maaf Pi, ini semua nggak seperti yang kalian—"
"Langsung inti bisa?" potong Mami menatap tajam putra satu-satunya.
Mendadak nyali Ale menciut melihat mata tajam kedua orang tuanya. "Al-Ale nggak pernah ngelakuin itu Pi, Mi, percaya sama Ale," ucap Ale.
"Papi nggak percaya," ucap Satya datar.
"Sumpah Pi, aku nggak tau kalo Na—"
"Tidak usah kau sebut nama itu disini," potong Maminya lagi. Mami tau wanita itu yang datang ke kantor mengenakan baju ketat, maka dari itu Mami sangat muak dengan Naya.
"Mami percaya, kan, sama Ale?" ucap Ale sambil memegang tangan Maminya.
"Mami percaya, tapi Mami butuh bukti," ucap| Mami langsung memalingkan wajahnya kearah Vio.
"Ale akan buktiin sama kalian, kalau Ale nggak salah," ucap Ale sambil menatap Vio. Wanita itu tetap menundukkan kepalanya tak mau mengeluarkan satu katapun dari semalam.
"Kamu nggak boleh ketemu Vio selama seminggu," ucap Satya membuat Ale terbelalak.
"Pi, jangan gitu lah gimana nanti sama anak-anak?" ucap Ale memelas.
"Selama seminggu kamu dirumah Papi, dan nggak ada bantahan Ale," ucap Papi.
"Iya om jangan biarin Ale lolos dari hukuman," celetuk Fauzan.
Dani menyenggol lengan Fauzan. "Lo jangan ikut-ikutan bangke!" bisik Dani.
Fauzan menyengir. "Kalau perlu tiga minggu om," kata Fauzan membuat Ale menatap tajam kearahnya.
"Bagus juga usulanmu, Zan," ucap Papi sambil tersenyum penuh arti.
Ale langsung menggeleng cepat menghampiri Papinya. "Jangan Pi, Ale nggak bisa jauh-jauh sama Vio—"
"Dua hari pulang tanpa kabar bisa, kenapa sekarang nggak?" sahut Maminya membuat Ale terdiam.
"Benerkan?" ucap Mami.
"Ale emang lembur Mi, tapi Ale nggak main wanita. Percaya deh Mi sama Ale, Ale nggak mungkin kan kayak gitu?" ucap Ale.
"Apa yang nggak mungkin? Dulu kamu juga pernah bilang nggk mungkin aku suka sama Vio, mana sekarang? Kamu malah suka kan sama Vio?" ucap Mami lagi-lagi membuat Ale terdiam.
"Bereskan pakaianmu, dan ikut kita kerumah," ucap Papi.
"Besok ya Pi, aku hari ini pengen ngomong dulu sama Vio," balas Ale.
"Nggak, pokoknya sekarang kamu ikut kita pulang. Papi kasih waktu 10 menit bicara sama istri kamu," ucap Papi. Saat hendak protes Papinya langsung berdiri menuju dapur.
Ale menghela nafasnya pelan lalu mendekati Vio. Ale menggenggam tangan istrinya tapi Vio menolak menepis kasar tangan Ale. "Aku minta maaf Vi, udah hancurin kepercayaan kamu, aku minta maaf. Tapi aku nggak ada niatan untuk mendua Vi hiks..." Ucap Ale. Ale segera menghapus air matanya dan berjongkok didepan Vio.
"Aku gak mungkin nyia-nyian dua tahun itu buat ngambil hati kamu, gak mudah Vi bayangin dua tahun, masa aku tega ngehianatin usaha aku sendiri?" ucap Ale kembali meneteskan air matanya. Kepalanya menunduk diatas paha sang istri.
"Aku cinta, aku sayang banget sama kamu. Aku udah pernah janji kan, aku akan selalu ada disamping kamu. Percaya ya Vi sama aku?" Sambungnya. Pria itu mengangkat kepalanya menatap manik mata Vio.
Mereka yang melihat itu ingin rasanya ikut menangis. Raina menutup mulutnya agar isakannya tak terdengar. Wanita itu bangkit lalu merangkul pundak putranya.
"Selesaikan masalah kalian dengan kepala dingin, maaf Mami nggak berani ikut campur rumah tangga kalian," ucap Mami mengecup kening putra dan menantunya lalu pergi dari sana.
"Maaf kita keluar dulu, kalian selesaikan urusan kalian. Ingat Le jangan pake kekerasan," ucap Radit mereka pun keluar dari sana.
Ale berdiri langsung duduk disamping Vio, tapi wanita itu sedikit menjauh sambil mengusap pipinya. Ale menghembuskan nafasnya pelan menggenggam tangan Vio.
"Vi, ini semua hanya salah faham, kamu percaya kan sama aku? Kamu jangan kaya gini sayang, aku nggak sanggup lihat kamu diam aja terus nangis hati aku sakit Vi," ucap Ale ikut meneteskan air matanya.
"Udah jangan nangis—"
"Lo bilang jangan nangis iya? Tapi ini juga gara-gara lo! Gue sakit hati lihat lo kaya kemarin, dua hari nggak pulang ternyata tidur sama wanita lain. Wanita mana yang nggak sakit hati digituin Le?!" ucap Vio menggebu-gebu sambil menepuk dadanya.
"Maaf," ucap Ale menundukkan kepalanya.
"Hanya maaf kan yang cuma bisa lo lakuin? Tapi asal lo tau cuma dengan kata maaf dari lo ini hati gak akan bisa seperti dulu lagi. Gue pernah bilang kan sama lo, gue gak mau sakit hati lagi dan lo udah janji nggak akan sakitin hati gue..." Vio menjeda ucapannya.
"Tapi apa? Lo sendiri yang ingkar janji, mana janji lo? Mana?!" ucap Vio sambil menggoyang-goyangkan pundak pria itu.
Hati Ale mencelos. "Tapi ini semua bukan seperti yang kamu pikirin Vi," balas Ale dengan menatap sendu istrinya.
"Gimana gue bisa percaya sama lo, gue sendiri yang lihat kemarin pake mata kepala gue sendiri kalo lo... Hiks..."
Grep
Vio memukuli dada Ale menyalurkan rasa kesalnya. "Aku minta maaf Vi, sumpah yang kemarin aku nggak tau kalo tidur sama Naya—"
Vio langsung melepaskan pelukannya membuat Ale sedikit terhuyung kebelakang. Dengan berlari kencang Vio masuk kedalam kamar membanting pintu itu hingga mengeluarkan bunyi yang menggema membuat beberapa orang terjingkat kaget.
"Babi anak ayam!" ucap Fauzan spontan sambil mengusap dadanya.
Mereka langsung masuk. Bersamaan kedua orang tua Ale ikut keluar dari dapur. "Ada apa Le?" tanya Mami khawatir.
Ale mengusap wajahnya kasar lalu mengetuk-ngetuk pintu kamar Vio. "Vio bukain dulu, aku belum selesai ngomong Vi!" ucap Ale air matanya terus mengalir rasa sesak di dadanya kian membuncah. Tubuhnya merosot kebawa tangan satunya memegangi dadanya satu tangannya lagi masih mengetuk pintu kamar.
Mami langsung menghampiri putranya memeluknya erat dengan air mata yang berderai. "Kamu yang sabar, jangan gegabah kasih dia waktu buat sendiri. Dia juga butuh sendiri dulu nenangin pikirannya," ucap Mami mengusap lembut punggung anaknya yang bergetar.
Isak tangisnya membuat sang Papi ikut memeluk anaknya. "Ayo kita pulang, kasih dia waktu Le," ucap Papi.
Ale menggeleng. "Nggak Pi, aku mau jelasin dulu ke Vio, ini semua salah paham, aku nggak mau ini semua jadi semakin rumit nantinya," tolak Ale.
Satya menepuk pundak anaknya dua kali. "Kasih dia waktu, setelah itu kamu bisa ceritain semua baik-baik," ucapnya.
Ale menghela nafasnya pasrah matanya menatap sendu pintu kamar Vio yang masih tertutup. "Maaf," ucapnya pelan.
Vio menangis tersedu-sedu dibalik pintu sambil memukuli dadanya sesak. "Sakit, Sakit Mom. Vio butuh kalian berdua hiks... Aku kangen sama kalian, Vio mau nyusul kalian hiks... Aku nggak kuat sendirian seperti ini, aku butuh kalian hiks..."
———— BATAS HALUAN ————
See you next chapter
Ada yang ingin disampaikan untuk Vio?
Ale?
Naya?
Jangan lupa vote, komen, follow dan juga share ya biar aku semangat up-nya
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy VS Playgirl 2 [Hiatus]
Teen Fiction[SEBELUM BACA, LEBIH BAIK BACA YANG PERTAMA DULU, BIAR PAHAM] • H A P P Y R E A D I N G ! • 𝑩𝒂𝒏𝒕𝒖 𝑨𝒍 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒗𝒐𝒕𝒆 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏🦋 Start: 21 Januari 2021.