Stone Heart

1.8K 241 36
                                    

Tetes air hujan dan langit kelabu menjadi latar belakang mengiringi kabut duka di kota yang belum lama ini digoncang bencana, bangunan-bangunan luluh lantah menimbun ribuan nyawa di dalamnya. Hampir seisi kota hancur tak bersisa, warga yang bertahan meraung meratapi kehilangan sanak keluarga dan harta benda.

Ladang kosong dipinggiran kota menjadi tempat berdirinya tenda-tenda darurat, seluruh isi kota berkumpul dalam pengungsian sembari menunggu kerabat yang bersedia menampung datang menjemput. Pun dengan seorang Kim Taehyung, pamuda serupa pangeran yang selama ini dijaga dalam istana megah sudah satu minggu menjadi penghuni salah satu tenda disana bersama beberapa anak lain yang bernasib sama, menjadi yatim piatu dalam waktu satu malam. Ia menatap datar sekelilingnya, kemeja putih lusuh dan celana bahan berwarna abu-abu muda miliknya melekat di tubuh. Entah sebuah keberuntungan atau malapetaka, dia menjadi satu-satunya sosok yang selamat tanpa luka berarti dalam bangunan mewah yang kini rata dengan tanah. Sedang kedua orang tuanya meregang nyawa tertimbun beton bangunan dan lampu kristal raksaksa yang menjadi maskot megah kaum bangsawan kota tersebut.

Kini ia sebatang kara, mengantar kepergian kedua orang tuanya pada pemakaman masal tanpa menitikkan satu tetespun air mata dan tanpa mengubah gurat datar serta tanpa mengucapkan sepatah kata sebagai salam perpisahan. Sikapnya menjadi bahan gunjingan, semua melangkah menjauh membentang jarak pada sosok yang kini di juluki si hati batu. Ia diolok dan diasingkan sebab dianggap tak berperasaan, seorang pangeran yang kehilangan tahta bahkan keluarga namun, masih berdiri angkuh tanpa gentar menatap dunia.

Pemuda-pemuda seusinya dan beberapa anak menatap dengan pandangan mencibir, terang-terangan melontarkan ejekan pada si hati batu karna kini sang pangeran tak lagi memiliki pelindung. Para orang tua menggunjing sikapnya, menyalahkan dan mengutuk mendiang pasangan Kim yang dianggap gagal membesarkan seorang putra.

Taehyung tak peduli, sekalipun beberapa orang bahkan melempari batu dan satu dari batu tersebut melukai pelipisnya meninggalkan jejak memar keunguan yang mulai samar.

Seorang pemuda yang menjadi sukarelawan kerap kali menggerutu jengkel jika berhadapan dengannya, Taehyung adalah seorang tuan muda sebelumnya dan tak pernah sekalipun terlatih mengurus diri sendiri termasuk hal yang mereka anggap pribadi. Bukan sebuah rahasia lagi bila Kim Taehyung bahkan tak bisa berpakaian dengan benar seorang diri, jemarinya tak terlatih mengaitkan kancing kemeja dan mengikat simpul sepatu. Hal tersebut membuat sukarelawan yang bertanggung jawab pada tendanya terpaksa turun tangan mengurusi mantan tuan muda tersebut karna mandat wali kota yang meminta agar Kim Taehyung diperlakukan semestinya.

Bahkan Kim Taehyung tak pernah ambil bagian saat warga dan pemuda seusianya bergotong royong mengangkut bantuan dan membenahi beberapa bagian kota yang agaknya masih bisa diselamatkan. Hal tersebut sontak membuat banyak orang semakin menaruh benci karna iri atas perlakuan istimewa yang ia dapat.

Ia mengalihkan pandang pada langit yang masih setia meneteskan hujan, akan bagaimana nasibnya sekarang, hidup sendiri di negri asing, sekalipun besar di kota tersebut Kim Taehyung tetaplah seorang warga pendatang. Satu per satu anak tanpa orang tua dijemput wali mereka yang masih ada untuk dibawa melanjutkan hidup, beberapa anak yang telah dipastikan tak memiliki keluarga dan sanak saudara yang bersedia menampung rencananya akan dikirim ke panti asuhan di kota sebelah yang tak terkena dampak bencana tersebut.

Taehyung hanya diam menunggu jalan takdir akan membawanya kemana, ia sudah pasrah sekalipun dikirim ke dalam panti kumuh yang begitu kontras dengan kehidupan mewah yang ia miliki sebelumnya. Karna yang sejauh ia tau ia tak lagi memiliki siapapun selain kedua orang tuanya yang kini telah tiada untuk bisa ia sebut sebagai keluarga. Tak ada harapan dan tak terbesit dari dirinya tuk diselamatkan keajaiban.

Taehyung tersentak pelan saat namanya dipanggil oleh salah seorang petugas paruh baya yang memiliki tubuh tambun dan mata berwarna biru keabu-abuan, seseorang yang ia ketahui memiliki tugas mendata para korban bencana disana. Ia bangkit dari posisi duduknya dan beranjak mendekat saat lambaian tangan pria itu mengisyaratkannya untuk menghampiri.

"Tuan muda Kim, anda ditunggu oleh wali anda di pos pusat," ucap pria tersebut berusaha sopan meski matanya menatap tajam tak suka, ia memandu Taehyung yang hanya menganggukan kepala singkat menanggapi ucapannya. Kening pemuda tersebut berkerut samar, bertanya dalam hati siapa kiranya yang datang mengaku sebagai walinya.

Tiba di pos pusat yang biasa digunakan sebagai pendataan dan kantor sementara wali kota, Taehyung disambut ramah dengan pemimpin kota tersebut, Tuan William seorang pria dengan wajah penuh wibawa, tubuhnya tinggi tegap dengan mata berwarna hijau dan senyum hangat. Ia selaku wali kota yang telah menjabat hampir lima tahun lamanya menjadi satu-satunya orang yang masih memandang Taehyung dengan pandangan hormat dan senyum tulus. Mengerti betul bahwa pemuda di hadapannya adalah putra dari keluarga yang begitu berjasa memakmurkan kotanya.

"Tuan muda Kim, beliau adalah nyonya Park yang datang untuk menjemput anda," ucap William sembari menunjuk seseorang di sampingnya.

Taehyung mengernyitkan kening menatap wanita enam puluh tahunan yang memiliki ras sama dengannya. Selain dari marga yang dimiliki hal itu juga nampak dari mata sipit dan rambut hitam yang sebagian telah ditumbuhi beberapa helai uban tersanggul rapi dengan tusuk rambut sederhana, gaun sepanjang lututnya tertutup mantel berwarna hitam. Raut tegasnya tak tersamarkan oleh garis keriput yang mulai terlihat.

Wanita itu menatap Taehyung dan membungkuk sopan sebelum mulai memperkenalkan diri dan mengutarakan tujuan kedatangannya, "Nama saya Park sohee tuan muda, saya kemari karna perintah tuan besar yang merupakan paman anda, beliau tak bisa datang menjemput anda secara langsung karna ada satu hal yang menahannya di sebrang benua sana, beliau juga menitipkan ucapan bela sungkawa untuk kedua orang tua anda yang telah berpulang."

"Aku memiliki paman?" Taehyung tak bisa menahan diri untuk bertanya.

Sekilas wanita itu nampak terkejut dengan pertanyaan Taehyung sebelum mengangguk, "benar tuan muda."

Taehyung tak bertanya lebih jauh, ia tak heran perihal ketidak tahuannya tentang sosok paman yang kini mengaku menjadi walinya, bahkan selama enam belas tahun hidupnya baru sekali ia berkunjung ke negri asalnya Korea untuk menghadiri upacara pemakaman kakeknya dari pihak ayah, dan tentu saja orang tuanya tak memiliki waktu untuk menceritakan perihal keluarga mereka yang lain, sebatas yang ia tau adalah semua kakek dan neneknya telah tiada dan ayahnya adalah anak tunggal. Sisa kemungkinan bahwa pria yang mengaku pamannya saat ini adalah seorang kerabat dari pihak ibu.

Maka setelah seorang pelayan yang nyonya Park ajak ikut serta membantunya berganti pakaian dan bersiap, Taehyung duduk tenang dalam sebuah mobil mewah berwarna hitam yang akan mengantarkannya ke tempat tinggal barunya, mengabaikan tatap penuh tanya warga yang melihat kepergianya.

Taehyung menyandarkan tubuh dengan nyaman, Nyonya Park mengatakan bahwa perjalanan masihlah jauh sebab mereka harus menempuh setengah hari perjalanan darat menuju bandara terdekat. Ia melempar pandang pada jalanan rusak kota yang akan ditinggalkannya ditemani titik gerimis yang membasahi kaca jendela mobil, sebelah tangannya meremat benda yang ia simpan dalam saku mantel, benda yang ia bawa dan genggam sejak malam kehidupannya terguncang.

















Haha agak gimana gitu ya...
Jadi gak pede nulisnya

15.Februari.2021

Secret GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang