Nightmare and Promise

994 175 41
                                    


Taehyung tidur lebih awal, kala matahari tenggelam tidak ada lagi yang bisa ia lakukan, kastil yang ditempati pun berubah sunyi seolah tak berpenghuni, para pelayan dan pekerja yang biasanya ramai beraktifitas juga lebih memilih menghabiskan waktu di kamar dan hunian masing-masing tuk melepas lelah.

Dalam lelap si tuan muda, satu sosok yang lama tak dijumpainya menyapa lewat mimpi. Wanita berparas ayu dengan balutan gaun hijau safir itu melambaikan tangan padanya, paras asia dengan rambut hitamnya tergelung cantik dan tertiup sepoi angin sejuk. Jantung Taehyung berdebar, satu perasaan sesak yang asing mengusik kalbunya. Jemari Taehyung berusaha menggapai sosok itu, hatinya mendadak dilanda kekosongan yang menyakitkan, ia rindu ibunya. Sebuah perasaan yang sebelumnya tak pernah sekalipun terbesit dalam dirinya. Langkahnya berusaha mengejar wanita yang terus berlari dengan gelak tawa bahagia, menyusuri lorong labirin tak berujung, hingga pada ujung labirin dengan pintu kayu yang ia kenali, sosok itu menghilang begitu saja, tak kembali meski Taehyung memanggil.

Dua mata hazel itu terbuka, nafasnya memburu dengan titik keringat yang membasahi wajahnya. Surai keemasannya jatuh menyentuh kening tatkala ia membawa tubuhnya duduk di atas ranjang, ia membuka genggaman tangannya yang menyimpan satu pajangan kelinci yang ia bawa dari rumah lama, "ibu?" Bisiknya pada kekosongan malam.

Baru pertama kali ia memimpikan ibunya, terlebih ketika wanita itu telah tiada dan pergi bersama ayahnya tanpa sepatah kata meninggalkannya sebatang kara. Sejak kecil ia tak faham tentang afeksi seorang ibu, wanita itu terlampau sibuk hingga membuat hati putranya gersang dan tak lagi merindu. Tetapi malam ini hatinya dipenuhi oleh perasaan tersebut.

Hendak kembali merebahkan diri, rungunya menangkap tangis lirih yang belakangan sering di dengarnya. Berbekal rasa penasaran, Taehyung bangkit dari ranjang tidurnya,  kakinya yang terbalut sandal rumah lembut menapak lantai dingin kamarnya.

Ia membawa kakinya melangkah, pada lorong lantai dua yang sepi dan gelap, hanya beberapa pencahayaan temaram dari lentera yang digantung pada dinding-dinding bangunan tersebut. Seiring dengan tiap langkah yang diambil, suara tangis itu semakin jelas dan nyata, bulu kuduknya sedikit meremang karna hembusan angin malam yang masuk melalui celah-celah ventilasi bangunan kastil.

Di depan sebuah pintu dari kayu kokoh yang memiliki ukiran rumit tersebut Taehyung menghentikan langkah, ruangan ini yang dimasuki oleh nyonya Park beberapa hari lalu. Ruangan tersebut tak kosong seperti yang Hoseok katakan,seseorang tinggal dibalik pintu tersebut, itu yang Taehyung yakini.

Dengan hati-hati, ia mendorong gagang pintu yang mana membuat tangis yang didengarnya tak lagi bersuara, mungkin menyadari kehadirannya. Aroma mawar segar dan hawa hangat menyambutnya, pencahayaan disana lebih terang dengan permadani tebal yang melapisi lantainya, mata Taehyung menelisik dan dirinya mulai memasuki kamar tersebut. Sebuah vas terletak di atas meja bundar di tengah ruangan, berisikan puluhan mawar merah yang mekar, deretan lemari kaca menyimpan banyak mainan dari berbagai belahan dunia mirip seperti yang dimilikinya dulu di rumah lama.

"Siapa kau?"

Suara lembut dengan sisa parau jejak tangis menyapa rungunya, membuat mata elang milik Taehyung yang tengah menjelajah ruangan itu memusatkan perhatian pada satu sosok yang berada di atas tempat tidur disana, seketika dirinya diam terpaku.

Entah bagaimana cara Tarhyung menggambarkan sosoknya, kulitnya sepucat salju, dengan obsidian bulat sehitam malam penuh gemerlap bintang serta bibir tipis dengan semburat warna merah muda pucat dan pipi bulat yang terlihat lembut, rona kemerahan nampak bagai kelopak mawar yang merekah, jejak air mata justru menyempurnakan keelokannya, ia terlihat berkilau diterpa cahaya perapian keemasan. Surainya yang legam sedikit ikal, menjuntai lembut di atas pelipisnya dengan bagian belakang mencapai tengkuk. Taehyung bahkan memastikan dua kali jika sosok di depannya bukanlah manekin atau boneka dengan pahatan sempurna. Ia duduk di atas tempat tidur dengan piama sutra dan sebuah buku di pangkuan, dari batas pinggang hingga ujung kakinya tertutup selimut bulu tebal.

"Siapa kau?" Ulang si pemilik ruangan untuk kedua kalinya karna tak kunjung mendapat jawaban dari sosok asing yang menyelinap ke kamarnya malam ini.

Taehyung tersadar, ia perlahan mendekat, tak mampu menjaga jarak dari apa yang dikaguminya, "apakah kau yang baru saja menangis?" Ia justru balik bertanya.

Sosok itu mengangguk, "eemmm ya, dada ku sakit dan aku butuh minum," jawabnya.

"Kalau begitu akan ku panggilkan pelayan," ucap Taehyung hendak berbalik untuk keluar ruangan memanggil pelayan.

"Tidak, tunggu! Bisakah kau melakukannya untukku?" Pinta sosok itu sedikit ragu, "pelayan Park akan marah jika tau kau ada disini."

Taehyung menimbang sebentar kemudian mengangguk, ia menuju ujung ruangan yang ditunjuk oleh jemari lentik tersebut, menuang dengan canggung air dari teko ke dalam gelas dan membuatnya sedikit tumpah, ia tak pernah menuang minumannya sendiri selama ini.

"Maaf, yang barusan sedikit sulit untukku," ucap Taehyung dengan segelas air yang ia berikan pada sosok disana.

Suara tawa kecil diakhiri batuk ringan membuat Taehyung tersenyum, "aku Taehyung enam belas tahun, aku tinggal disini," ucapnya dengan pandangan yang tak beralih dari entitas indah itu.

Manik bulat itu membola dengan seulas senyum lebar, "hei! Aku juga tinggal disini, ini rumah ku," ucapnya, "aku Jungkook lima belas tahun."

Taehyung tersenyum, "ini rumah paman ku, dia ayahmu?"

Yang ditanya mengangguk, "paman?"

"Ya, jika kau putranya berarti kau adalah putra bibi ku, ibu kita bersaudara, saudara kembar," terang Taehyung, tak ada yang mengatakan padanya tentang sosok Jungkook, bahkan Hoseok sekalipun. Dan yang Taehyung pahami juga bahwa sosok di depannya sama tak tahunya mengenai persaudaraan ibu mereka, dilihat dari reaksinya, bagaimana pupil mata itu membesar.

"Kembar? Itu menakjubkan," ucapnya, Jungkook kemudian menarik sebuah tali yang berada di sampingnya, membuat Taehyung ikut mengalihkan pandang pada tirai yang kini tersingkap menampilkan sebuah lukisan wanita dengan paras elok disana. "Apakah mereka mirip?"

Taehyung mengangguk dan tersenyum, "sama persis, kau menuruni banyak paras mereka," jawab Taehyung dengan menatap Jungkook yang kini menunduk.

"Ya, aku tau, itulah alasan kenapa ayah membenciku, karna aku terlalu mengingatkannya pada ibu."

Taehyung mengerutkan kening bingung, kini ia telah mendudukan diri pada ranjang lebar milik Jungkook, "membencimu?"

Jungkook mengangguk, "ibu meninggal saat melahirkan ku," jawabnya dengan disertai senyum sendu.

Taehyung terpaku, ia membawa sebelah tangannya untuk membelai surai legam di hadapannya, "aku yakin dia tak membenci mu," ucapnya yang mana membuat Jungkook melebarkan senyum hingga membuat Taehyung kembali melihat keindahan baru, sepasang gigi depan Jungkook yang mirip kelinci, sangat manis.

Keduanya berbincang dan berbagi tawa pada malam dingin hari itu, pertemuan pertama yang tak menyisakan canggung membuat hati gersang keduanya disirami segar kebahagiaan yang baru, ini asing, baik Taehyung maupun Jungkook tak pernah sekalipun merasakannya, tak pernah tertawa lebar hingga waktu seolah berjalan begitu cepat, mereka sama-sama tahu, sejak hari itu dunia mereka takan sesepi sebelumnya.

"Berjanjilah kau akan mengunjungiku lagi besok malam," pinta si lebih muda.

"Tentu saja, aku akan datang besok dan malam-malam setelahnya" jawab Taehyung tanpa ada getar ragu sedikitpun.

















Deskripsi tentang Jungkook di chapter ini adalah kalimat yang aku tulis pertama kali buku ini di buat, sebelum prolog wkwkwk.












23.Januari.2021

Secret GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang