HUNHAN: Sequel of Going to be Mistress, short story (2.7K words)
Luhan menarik nafasnya cukup lama lalu menghembuskannya panjang. Namun, tetap saja ritme jantungnya yang berdetak resah masih membuat hatinya tak tenang.
Waktu telah pagi nyaris mendekati siang. Tangannya yang berkeringat menggenggam kartu nama Sehun dengan erat. Demi apapun, ia sangat enggan menjadi simpanan seorang lelaki yang sudah memiliki isteri. Namun, tawaran Sehun dengan iming-iming yang besar membuat keteguhannya mendekati runtuh. Bukan karena ia ingin hidup megah dari uang yang ditawarkan Sehun, namun lebih kepada beban hutang yang terlampau banyak yang sepertinya tidak akan mampu ia lunasi meski bekerja seumur hidupnya.
Luhan mengakui jika ia berada di kalangan garis penduduk yang miskin persis seperti yang dikatakan Sehun. Dan memang benar, Jongin meninggalkan banyak hutang karena ia sendiri yang meminjam kesana kemari demi pengobatan almarhum suaminya tersebut.
Menyesalkah? Tentu saja tidak. Setidaknya Luhan pernah berjuang untuk kehidupan lelaki yang dicintainya meski pada akhirnya Tuhan memilih untuk mejemput Jongin lebih awal di usia yang masih tergolong muda.
Ponselnya berdering, senyumnya terbit ketika nama puteranya tertera di layar. Serumit apapun masalahnya, Jisung selalu menjadi obat untuknya. Karena Luhan begitu mencintai puteranya, buah hatinya dengan Jongin, lelaki yang hingga kini masih menempati posisi istimewa di hatinya.
“Hm..? Selamat pagi bayinya Ibu..”. Seru Luhan riang setelah menggeser ikon hijau di ponselnya.
Terdengar grasak-grusuk yang berasal dari kecapan mulut Jisung. Luhan mengernyit. “Bayinya Ibu sedang sarapan..?”. Luhan kembali bersuara karena puteranya belum menjawab sapaan pertamanya.
“Ibu.. kenapa tidak cerita ke Jisung..? Kenapa bohong..?”. Pertanyaan runtut penuh tuntutan itu membuat ketenangan Luhan terusik. Nada puteranya seperti tengah marah padanya?
“Baby, ada apa nak..? Ibu bohong masalah apa..? Ibu tidak pernah bohong..”. Luhan jelas panik karena hal yang paling ditakutkan di dunia adalah kemarahan dan kekecewaan puteranya, Kim Jisung.
“Ibu bohong. Jisung tidak suka Ibu yang berbohong..”. Bukan menjawab, Jisung masih memilih memberondong Luhan dengan nada kekecewaan.
Luhan bangkit resah dari sofa butut yang selalu dikomentari Sehun tersebut. “Baby, sekarang ada dimana..? Apa di kelas sedang tidak ada guru..? Kenapa Jisung bisa menelpon Ibu, ini masih jam masuk bukan..?”. Luhan terbirit mengambil tasnya di kamar dan memasukkan dompet beserta beberapa barang yang diperlukan.
“Sekolah diliburkan karena para guru sedang rapat komite. Jisung tidak di sekolah..”.
“Lalu dimana sekarang..? Ibu akan menyusul Jisung..”. Luhan tidak suka membiarkan masalah berlarut-larut jika hal itu berkaitan dengan sesuatu yang membuat puteranya kecewa. Ia harus segera meluruskan sesuatu yang membuat Jisung kecewa padanya.
“Jisung ada di perusahaan Paman Sehun. Tadi Jisung dijemput menggunakan mobil mewah..”.
Langkah Luhan terhenti seketika ketika hendak membuka pintu rumah. Sehun? Jelas saja ia sangat kaget. “Paman Sehun..? Ibu tidak salah dengar bukan..?”. Luhan khawatir pendengarannya bermasalah mengingat sepanjang pagi tadi pikirannya selalu tertuju pada ucapan Sehun di pagi buta.
“Jisung ada di ruangan Paman Sehun. Sudah ya, Jisung mau melanjutkan makan. Ini makanan terenak yang pernah Jisung makan. Paman Sehun membelikannya sangat banyak, jadi Jisung harus menghabiskannya..”.
![](https://img.wattpad.com/cover/257160071-288-k155527.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Imaginary Admirer (HunHan GS)
FanfictionKumpulan drabble dan cerita pendek oleh Koyanuna. wish you is going to love them 😘