Suara riuh tepuk tangan menggema setelah wali kelas mengumumkan juara pertama parallel angkatan jatuh kepada Karina. Semua teman-teman sekelas memberi selamat dan Karina membalas ucapan itu dengan sama baiknya.
Tidak mudah menjadi siswa dengan prestasi tertinggi di antara ketatnya kompetisi pendidikan. Para orang tua bahkan ikut berkompetisi untuk memasukkan anak mereka ke akademi terbaik untuk diberikan mata pelajaran tambahan demi memperbaiki dan membuat nilai mereka makin tinggi.
Berada di tahun kedua tingkat menengah ke atas, adalah jadwal terpadat untuk semua siswa. Mereka bahkan menggunakan hari liburnya untuk belajar, belajar dan belajar. Selain tingginya standar yang ditetapkan untuk diterima di perguruan tinggi terbaik, menjadi anak berprestasi juga akan menjadi sesuatu yang dibanggakan oleh orang tua kepada serekannya.
Langit sudah gelap, Karina baru menginjakkan kaki di rumah yang berdiri kokoh dan megah setelah menghabiskan waktu bersama teman-temannya untuk merayakan berakhirnya ujian akhir semester. Ia tidak berniat merayakan, namun enggan menolak ajakan teman-teman yang sejauh ini telah mengisi hari-harinya di sekolah.
Dan seperti biasa, ia selalu yang mengeluarkan kartu yang difasilitasi oleh Ibunya untuk membayar tagihan makanan serta minuman yang dimakan bersama. Ia tidak dipaksa, hanya melakukannya secara suka rela. Bahkan Ibunya juga menyuruhnya demikian.
Ia sudah mengabari Ibunya tentang peringkat yang didapat. Ibunya yang saat ini mungkin tengah berada di perjalanan udara untuk pulang setelah mengurus bisnis yang mengharuskan terbang ke lain Negara.
Kakinya baru menapak di garis pintu, namun ia sudah mendengar tangis keras yang tersampai menjengkelkan di telinga.
Itu Stella. Oh Stella. Anak pertama dari pernikahan Papanya dengan isteri pertama yang bernama Irene.
Saudara kandung berbeda Ibu yang lebih tua beberapa bulan darinya.
Tangisan yang terdengar di ruang tengah, yang berada di dekat tangga menuju lantai dua. Karina melenggang tidak peduli, ingin segera sampai di ranjang untuk merebahkan tubuhnya yang lelah.
Beberapa pajangan kecil di rumah yang terbuat dari kristal kaca berhamburan dimana-mana, Stella mengamuk, dan para pelayan di rumah menunduk takut karena khawatir menjadi sasaran.
“Kau..!”.
Di undakan tangga kedua kakinya berhenti, Karina membalikkan tubuh, menghadap pada Stella yang meneriakinya.
Menunjukkan raut wajah malas. “Apa..?”. Tanyanya dengan nada menantang.
Stella berlari mendekat pada Karina, wajahnya masih basah, ia lama menangis. “Kau..!”. Mengacungkan jari telunjuk pada Karina dengan nada marah. “Kau sebelumnya tidak pernah tertarik belajar di akademi, kenapa berubah..? Kau mengikutiku..?”.
Membuang nafasnya kesal, emosinya mudah sekali terpancing jika berhadapan dengan saudara se-Ayah yang dari dulu selalu mengajaknya bersaing tersebut.
“Itu hakku, mau aku belajar, bermain dan membolos sekalipun, Itu hakku, karna ini hidupku. Kau bukan siapa-siapa untuk mengaturku..!”.
Stella yang marah langsung meraih rambut Karina dan menjambaknya keras. Karina membalas, menarik rambut Stella dengan kuat lalu mendorong anak pertama Papanya hingga terjerembab ke lantai.
Dan tentu hal itu mengundang pekikan marah dari Irene. Wanita itu langsung membantu Stella bangun disertai kalimat penenangan. Kemudian menyuruh asistennya untuk membawa Stella ke dalam kamar.
Irene melenggang terburu untuk menyemburkan amarahnya pada Karina, wanita itu nyaris saja mendaratkan tamparannya di pipi kanan Karina jika saja tangan Sehun tak cepat untuk menangkisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imaginary Admirer (HunHan GS)
FanficKumpulan drabble dan cerita pendek oleh Koyanuna. wish you is going to love them 😘