Going to be Mistress?

986 125 74
                                    

HUNHAN: Mature, Short Story (1.8K words)





Luhan mendesah lelah setelah membuka mata, menyibak selimutnya lalu menjulurkan kedua kaki telanjangnya menyentuh lantai. Memasang outer untuk menutupi tubuhnya yang hanya terbalut gaun tidur pendek.

 
Matanya meliar pada jam dinding, jarum yang tepat menunjuk pada angka 3 dan 12. Siapa yang memencet bel apartemennya di jam pagi buta seperti ini?

 
Bergegas mengurai langkahnya agar segera mencapai daun pintu karena bunyi bel sudah berkali-kali ditekan, ia khawatir akan menganggu tetangga apartemennya yang lain mengingat gedung yang ia tinggali adalah apartemen susun yang jaraknya sangat berdempetan.

 
Ketika membuka pintu Luhan mengernyit mendapati lelaki yang menopangkan satu lengannya pada pilar nyaris keropos penyanggah pintunya. Wajah lelaki di depannya tampak lelah dengan balutan kemeja kerja dan jas super mahalnya.

 
“Sehun..? Ada apa kau kemari di jam --..”. Ucapannya tertelan ketika lelaki yang bernama Sehun tersebut menerobos masuk dengan putaran mata jengah.

 
“Aku baru kembali dari perjalanan bisnis di luar negeri. Aku lelah dan harusnya kau langsung mempersilahkan aku masuk tanpa bertanya..!”. Selorohnya sedikit ketus lalu menyentak tubuhnya ke atas sofa yang warnanya agak memudar. Juga terasa keras menyentuh punggung Sehun. Jelas sekali bahwa sofa tersebut adalah properti yang berharga sangat murah.

 
Luhan mengedik acuh, melenggang ke arah dapur guna meracik teh hangat untuk tamu tak diundangnya.

 
“Dan juga, berapa kali aku harus mengatakan untuk menyingkirkan sofa butut ini, Luhan..! Sofa murahan ini akan merusak busanaku..”. Sehun masih mengomel, dengan tidak tahu diri mengangkat kaki ke atas sofa lalu menselonjorkan kedua kakinya, masih dengan sepatu yang terpasang. Sangat tidak sopan untuk ukuran seorang tamu.

 
“Harusnya kau pulang ke rumah megahmu, Sehun..! Isterimu menunggu dan kau memilih singgah ke apartemen kumuhku lalu mengomentari properti yang ada disini..! Telingaku sampai bosan mendengar kau mengeluhkan hal yang sama..!”. Luhan mendengus, sembari menaruh teh yang beralas piring kecil berbahan keramik ke atas meja.

 
Sehun bangkit untuk duduk, memandang Luhan sebentar yang tengah menguap lalu mengambil teh dan menyeruputnya.

 
“Menyedihkan sekali hidupmu, Xi Luhan..! Yah.. konsekuensi karena dulu kau menolak pernyataan cintaku, menolak lamaranku dan menolak untuk menjadi isteri dari seorang lelaki berpredikat billionare sepertiku. Sangat tidak enak bukan hidup susah..?”. Sehun menyelipkan seutas sarkas di tengah tegukan teh yang nikmat mengaliri tenggorokannya. Sudah dipastikan kualitas teh ini kualitas rendah, tapi di lidah Sehun tetap terasa nikmat jika tangan Luhan yang meraciknya.

 
Luhan menyandarkan tubuhnya, tidak terpengaruh penghinaan Sehun yang selalu diulang-ulang. Lelaki beristeri di depannya selalu mengungkit masa lalu. Masa lalu dimana ia selalu melewatkan kesempatan untuk menjadi bagian asmara dari hidup Sehun.

 
“Habiskan minummu lalu segera pulang ke rumahmu, Oh Sehun..!”. Luhan memejamkan matanya karena kantuknya masih mendera. Teman semasa sekolah menengahnya ini memang sering bertingkah seenaknya.
 

“Kau mengusirku..? Lagipula memang kenapa jika aku tetap berada disini..? Toh kau juga sendirian..”.
 

“Aku malas menjadi bahan gosip jika kedapatan menerima tamu di jam pagi buta. Agar kau tidak lupa bahwa statusku adalah seorang janda beranak satu, Sehun..!”.

 
Sehun menaruh cangkirnya yang sudah kosong, lalu menatap Luhan dengan seksama. “Hari-hari kemarin selepas wafatnya suamimu, aku sudah menyampaikan niat baikku untuk memperisterimu agar kau tidak menjadi janda miskin seperti ini. Tapi kau tetap menolak..”.
 

Imaginary Admirer (HunHan GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang