10. Yang Paling Membutuhkannya

7K 1.5K 171
                                    

"Nggak bisa apa kamu putus aja sama bajingan itu, Di?" Jason tidak berhenti menggerutu. Mengingat wajah Gio, dia selalu merasa marah dan jengkel. Apa lagi menyadari kalau hampir setiap hari mereka sering bertatap muka. "Kakak ngerasa nggak mukul muka dia setiap ngeliat dia aja udah  cukup buat bikin Kakak nggak lama lagi punya sayap malaikat terus terbang ke surga."

Diana nyaris tersedak makanan di mulutnya. Dia tertawa sambil menatap Jason dengan sorot humor, "Apa Kakak ngerasa sampai sebanyak itu?"

"Ini lebih banyak dibanding yang kamu kira." Jason selalu sangat posesif pada adiknya. Di satu sisi, mungkin karena Diana adalah adik semata wayangnya. Di sisi lain, mungkin karena sejak awal Diana sangat rapuh dan sakit-sakitan, tanpa sadar mengembangkan sisi impulsif dan posesif Jason sampai tidak terkendali.

Sejauh ini, Jason bahkan belum berpikir memiliki pacar. Dia terlalu sibuk dan tidak punya waktu. Dibanding menghabiskan uang yang dia kumpulkan setelah bekerja keras untuk menghidupi cewek-cewek yang tidak ada hubungannya dengannya, Jason memilih mengumpulkan uang itu untuk jaga-jaga kalau-kalau Diana collaps lagi dan harus dilarikan ke rumah sakit.

Walau bagaimana pun, tidak selalu biaya pengobatan Diana tercover oleh pihak asuransi. Sesekali pihak asuransi akan bertele-tele dan membuat keluarganya geram karena seolah mereka sedang menggantung hidup Diana di ujung napasnya saja.

Apa lagi prosesnya sesekali akan dipersulit. Jadi ... sudah menjadi kebiasaan keluarganya untuk menyiapkan uang darurat untuk si bungsu sejak dulu.

Jason sebenarnya lebih senang kalau Diana tidak punya pacar saja. Lagi pula umur Diana masih sangat muda. Tapi adiknya itu selalu terlihat nelangsa. Diana berkata ; aku nggak tahu sampai kapan aku bisa bertahan hidup makanya aku mau ngelakuin banyak hal yang bikin aku ngerasa berarti dan bahagia.

Itu sebabnya, Jason pada akhirnya benar-benar membiarkan Diana selama adiknya itu tidak melakukan hal yang bisa membuat dirinya sendiri tersakiti.

"Kenapa kamu nggak cari cowok lain aja?" Jason mengusulkan. "Adik Kakak kan cantik, pasti yang suka banyak."

"Kalo gitu ... kenapa Kak Jason nggak ngenalin aku ke temen-temen cowok Kakak?" usul Diana akhirnya.

Jason menjawab dengan nada dingin, "Jangan mereka. Mereka semua bajingan."

"Di sekolah aku, juga ada banyak cowok yang coba buat deketin aku."

"Orang-orang semacam itu biasanya juga bajingan."

"Kan? Ujung-ujungnya selalu gitu. Bagi Kak Jason semua cowok di luar sana selain Kak Jason sama Ayah ... itu semua rata bajingan."

Jason tidak bisa menyangkalnya. Teman-temannya menjulukinya sebagai sister complex. Mereka bahkan berani bertanya apa Jason tidak jatuh cinta pada adiknya sendiri? Mengembangkan perasaan inses.

Tentu saja Jason mengelak keras.

Dia memang sangat menyayangi Diana, tapi perasaannya tidak sampai melampaui batas wajar. Dia tidak pernah berpikir melakukan hal-hal yang tercela dengan 'bayi kecil' yang sudah dia lihat sejak lahir.

"Tapi Gio itu bajingan di antara semua orang yang paling bajingan."

Jauh di ujung sana, Gio bersin-bersin sambil bergumam, "Pasti Diana lagi kangenin gue."

"Aku ... aku suka Gio."

Dua orang itu duduk di ruang tv. Di satu sofa yang sama, berdampingan dengan Diana yang bersandar ke dada Jason. Jason memeluk adiknya sambil sesekali mengusapi rambut Diana yang halus dan lembut.

"Sama Gio ... aku ngerasa paling spesial. Selalu ngerasa kalo di dunia ini ... nggak banyak orang yang bakalan butuhin aku sebanyak Gio." Dengan Gio, Diana merasa penting dan lengkap. Bukan hanya dia yang membutuhkan orang lain, tapi ketergantungan mereka juga bersifat simbiosis mutualisme.

Jason berkata dengan nada sedih, "Kamu ... gimana bisa berpikir semacam itu tentang si kutu kampret yang baru kamu kenal beberapa bulan dibanding keluarga yang udah ada di sisi kamu belasan tahun?"

"Bukan itu maksud aku. Aku tahu Kak Jason, Ayah, Bunda ... kalian bertiga orang yang paling sayang sama aku di dunia, orang yang paling butuh aku. Yang aku maksud itu orang luar." Diana buru-buru berbalik dan memeluk Jason. Mendongak, memasang wajah menyedihkan, "Jangan marah~" Diana menyeret kata-katanya manja.

Jason benar-benar tidak tahan dengan sisi lucunya. Dia mau tidak mau menjawel pipi cabi Diana dan menggerutu, "Kamu bener-bener tahu cara memanipulasi orang, kan?"

Saat Diana seperti ini, Jason tidak pernah bisa marah padanya.

"Gio ... dia sering kasar kalo ngomong, tapi dia baik. Kakak coba damai sama Gio, oke? Kalian berdua itu dua orang dari sedikit yang paling aku sayang di dunia, jadi jangan terus musuhan."

Jason tidak menjawab. Dia merasa tidak yakin, jadi dia tidak menjanjikan apa pun.

"Kita lihat aja nanti."

***

Gio benar-benar pantang menyerah. Tahu kalau keluarga Diana belum menyambut keberadaan Gio sepenuhnya, dia terus berusaha menunjukkan itikad baiknya.

Dalam satu minggu, Gio akan mengirimkan banyak makanan ke rumah Diana. dia menyesuaikan dengan preferensi kesukaan orang tua Diana terutama Jason. Walau yang utama ... masih semua makanan favorit pacarnya, tentu saja.

Hari minggu, Gio mampir lagi. Gio tidak pernah datang dengan tangan kosong. Kedua tangannya menenteng kantung keresek ukuran sedang lalu dia letakkan di meja ruang tamu.

Jason yang baru bangun tidur keluar. Saat libur, dia selalu bangun siang.

Melihat Gio yang sudah muncul di rumahnya, ekspresi Jason berubah jelek saat dia menegur, "Ngapain lo pagi-pagi udah nongkrong dimari?"

Gio sama sekali tidak menghiraukan nada memusuhi Jason. Dia menjawab sambil nyengir, "Nemuin pacar, Kak."

"Siape pacar lo?"

"Diana dong. Kalo yang gue pacarin elo ... apa kita nggak bakalan jadi pasangan homo?"

"Pale lo!" Jason meludah sembarangan. Dia memberikan Gio sejuta nilai negatif dan memandangnya penuh rasa jijik tanpa ditutupi.

Apakah Gio tersinggung?

Ho ho ho. Tentu saja tidak.

Gio justru semakin bersemangat mengganggu kakak pacarnya itu.

"Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu? Mau mata lo gue colok pake sekop?" Jason merinding saat sejak tadi Gio memperhatikannya dengan sorot dalam. Bulu di sekujur tubuhnya berdiri. Dia yang nyaris duduk memutuskan mundur dan menjauh.

"Enggak. Setelah gue lihat-lihat," Gio menggantungkan kalimatnya sesaat. Memasang ekspresi serius. Lalu dia tersenyum dan melanjutkan, "Lo itu ... sebenernya mirip banget sama Diana, kan?"

"Galaknya juga sama."

"Sama pale lo! Neurotik lo emang!" Jason ngeri. Dia mengambil bantal sofa lalu melemparkannya ke wajah Gio. Gio tertawa saat melihat Jason kabur ke kamarnya lagi.

Kali ini, gantian Diana yang keluar. Dia mendekati Gio dan memelototinya, "Bisa nggak sih lo itu jangan bikin Kak Jason kesel terus?"

Gio menggeleng polos sambil menjawab, "Enggak."

Satu bantal lagi mendarat di wajah Gio dengan sempurna.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang