1. Kembali ke Sekolah

14K 3K 767
                                    

"Gue pergi ke sekolah sendiri aja, lo baru turun dari pesawat tadi subuh, kan? Istirahat aja, Gi. Gue mau naik bus."

Cewek itu menatap pantulan bayangannya di depan cermin, memasang jepit rambut mengapit poninya ke masing-masing sisi. Setelah memakai hodie oversize warna pink, dia sudah siap berangkat.

"Naik bus?" cowok yang sedang menelponnya menyahut dengan nada dingin, "kenapa lo nggak dianter sama Jason? Apa gunanya lo punya Abang? Buang aja."

"Sembarangan. Kak Jason lagi ada trip ke luar kota, urusan kerjaan." Diana beralasan. Dia tahu seposesif apa pacar gilanya itu, "gue bisa berangkat sekolah sendirian. Beberapa hari ini baik-baik aja, kan? Jangan khawatir. Sampai jumpa di sekolah."

Sebelum Gio menjawab, Diana sudah lebih dulu menutup telepon. Dia tersenyum kecil sambil menatap layar ponselnya. Cuaca pagi ini sedikit mendung. Sejak kecil Diana sudah sakit-sakitan. Tubuhnya sudah seperti sarang penyakit saja.

Diana mengambil syal di kasur lalu melilitkan di lehernya. Dia membawa tas selempang dan bergegas pergi ke sekolah.

"Bunda, Di berangkat sekolah dulu, ya," pamit Diana saat melihat orang tuanya sedang sarapan.

Bunda mengangkat wajah dan menatapnya, "Nggak sarapan?"

"Udah bawa bekal, di sana aja."

"Hati-hati." 

Diana bersenandung setuju. Setelah mencium punggung tangan orang tuanya, dia meninggalkan rumah, berjalan menuju halte bus terdekat dari komplek perumahannya.

Diana menguap. Kepalanya menggeleng kanan kiri pelan sambil sesekali membalas sapaan tetangga. Matanya yang layu terlihat lebih bersemangat.

Diana bersin.

Dia mengusap hidungnya. Dia tahu ... tidak lama lagi dia akan terkena flu. Dia hanya bisa menghela napas berat mengingat kondisi tubuhnya yang menyedihkan.

***

"Naik bus, Bos?" Fandi terkejut, dia sudah naik ke atas motor matic-nya, Gugun sudah anteng di jok belakang, mereka nyaris pergi ke sekolah dengan motor sebelum akhirnya Fandi tiba-tiba mendapat telpon dari Gio.

"Ya, Diana pergi naik bus, rumah kalian searah, kan? Lo naik bus juga, jagain bini gue."

Fandi berdecak, "Naik bus pake ongkos, Bos."

"Gue ganti." Gio memberi jeda, "gue traktir cilok di sekolah nanti."

"Oke!" Fandi selalu murah di depan 'bos'nya. Dia turun dari motor, Gugun ikut-ikutan. "sama Gugun sekalian ye."

"Hn, lo bawa temen sekomplek juga gue bayarin."

Fandi tertawa senang. Berbisnis dengan Gio memang selalu memuaskan. "Oke, sekalian gue bawa temen-temen gue yang lain." lalu dia menghela napas, "Bos, lo bener-bener protektif sama Nyonya Bos, kan?"

"Hn." Gio menghela napas berat dan berkata, "insting gue terlalu kuat soal dia."

"Terlalu kuat?"

"Setiap ngeliat dia, tangan gue gatal pengin bikin dia nangis." Gio tidak peduli walau Fandi diam-diam menggumamkan kata 'psiko' pada cowok itu dalam hati. "kalo gue aja ngerasa gitu, orang lain juga mungkin mikir hal yang sama."

"Dia bener-bener kayak ayam sayur, di mana-mana selalu jadi korban pelecehan, jadi ... gue ngerasa nggak aman."

"Oh." Fandi bergumam setuju, "gue paham pikiran lo, Bos."

Diana itu ... bagaimana Fandi mengatakannya? Bahkan orang yang tidak suka melakukan bullying saja saat melihatnya, mendadak ingin menjadi pelaku bullying. Dia selalu terlihat mencolok. Enak dipandang, dan sangat nyaman untuk diganggu.

CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang