2. Kantor Polisi

10.8K 2.7K 675
                                    

Keributan di dalam bus itu benar-benar terjadi, melihat cowok jangkung yang menatap dingin pada sosok babak belur di bawahnya, tidak ada yang benar-benar cukup berani untuk ikut campur.

Diana meraih tangan Gio saat cowok itu sudah maju hendak memukuli pelaku yang sudah melecehkannya tadi. Ada terlalu banyak saksi, kalau sampai diperkarakan, Gio bisa dilaporkan dengan tuduhan penganiayaan.

Diana tidak mau Gio berurusan dengan polisi.

Sayangnya, niat hati Diana tidak terealisasi. Dipukuli oleh Gio sampai hampir pingsan bahkan beberapa giginya copot, terlebih tuduhan Diana tadi tanpa bukti, pria itu dengan percaya diri ingin mempermasalahkan kasus ini. Pada akhirnya mereka benar-benar digiring ke kantor polisi.

Gio tampak sangat tenang. Tangan kanannya menggenggam jemari Diana erat. Sudah pasti mereka akan terlambat, Gio terlihat acuh tak acuh. Sorot matanya begitu dingin.

Fandi dan yang lain ikut turun juga. Fandi menatap Gio menyesal, "Sori, Bos. Tadi busnya penuh jadi gue cuma bisa ngeliat Nyonya Bos dari jauh, pas gue udah mau ikut campur, lo keburu dateng."

"Hn." Gio bersenandung. Dia juga tidak bermaksud menyalahkan Fandi. Lagi pula, Gio bukan tipe orang yang akan benar-benar mempercayakan semua hal yang penting untuknya pada orang lain. Walau dia dan Fandi berteman dekat, namun hubungan mereka masih di sekitar ; gue ngasih lo keuntungan, dan lo ngasih gue manfaat.

Gio juga tahu, kalau Gio tadi benar-benar tidak ada, Fandi tidak akan menjadi ayam sayur yang membiarkan Diana menjadi pihak yang paling dirugikan.

Orang yang sudah dihajar Gio mengadukan perilaku Gio yang memukul sembarangan bahkan membuat wajahnya tidak karuan. Dia juga mengatakan tentang fitnah Diana yang menuduhnya melecehkan dan mencemarkan nama baiknya.

Diana sangat marah. Jelas-jelas dia menjadi korban, tapi dia menjadi pihak yang disudutkan.

"Saya benar-benar difitnah, Pak. Saya juga dipukuli. Saya ingin menuntut mereka, apa-apaan siswa itu masih SMA sudah brutal, mau jadi apa generasi masa depan kita?" pria itu duduk di depan meja.

Salah satu polisi mencatat laporannya, sementara dua orang lainnya sedang mengupayakan mediasi.

Gio dan Diana duduk bersebelahan, sementara Fandi dan teman-temannya yang lain mengambil satu sofa panjang untuk duduk ramai-ramai.

Sementara Diana melotot, manik kelabu Gio masih sangat santai. Dia justru memainkan jari-jari lentik Diana dengan khusu.

"Kenapa kamu memukuli seseorang seperti itu? Itu sudah termasuk tindakan kriminal." seorang polisi bicara lebih lunak pada Gio. Melihat karakter Gio, dia tahu anak ini bukan tipe orang yang bisa dikerasi. Dari gayanya saja sudah jelas ... Gio adalah generasi kaya yang selalu dimanjakan.

"Apa lagi tujuan anak itu? Dari gayanya saja sudah tidak karuan." pria yang dihajar Gio mengutuk. "lihat, siswa SMA rambutnya gondrong, telinganya ditindik. Sudah jelas dia itu anak berandalan." lalu tatapannya beralih pada Diana, "mereka ini pasti ingin bekerjasama untuk memeras saya. Anak perempuan itu juga dari gayanya saja sudah kelihatan sangat murahan."

Gio awalnya biasa saja saat hanya namanya sendiri yang disinggung, tapi begitu sosok Diana disinggung, pupil kelabunya langsung menggelap. Ekspresi santai di wajahnya berangsur dingin. 

Gio tidak akan melupakannya.

Karena neneknya yang mengatai Diana murahan, Diana sempat menjauh darinya. Hubungan mereka juga tidak direstui orang tua Diana sampai sekarang. Kata-kata itu seperti pemantik yang bisa membakar tubuh Gio dalam sekejap.

Gio berdiri, dia maju seorang polisi melihat gerakan anehnya dan hendak menghentikannya namun terlalu lambat. Kaki Gio sudah berayun lebih dulu, menendang pria itu jatuh dari kursinya.

CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang