Einstein once said 'Nothing is faster than light'
Well, he obviously didn’t saw how fast i’ve fallen for you
•
•
"Assalamu'alaikum."Galen berucap lirih dengan bahu yang merosot. Langkah kakinya ia seret masuk ke dalam rumah dengan perlahan. Kedua matanya menyorot sayu dan tangannya pun terkulai lemas. Terlihat tetesan-tetesan kecil air yang jatuh dari surai rambut hitamnya. Tetesan itu membasahi kaos putih yang membalut tubuh.
Erlina menoleh pada anaknya yang baru saja memasuki ruang keluarga. "Kamu kenapa?" tanyanya dan mengabaikan tayangan sinetron dua sejoli yang tengah digandrungi para ibu-ibu saat ini.
Berdeham tanpa menjawab, Galen kemudian menaiki tangga dan berlalu menuju lantai dua dengan sesekali hampir tersandung kecil.
Arya dan Erlina yang melihat itu saling melirik. "Mungkin lagi kesambet." Arya mengangkat kedua bahunya sekali lalu membenarkan posisi sarung yang ia pakai seraya menatap ke arah depan.
"Mungkin," timpal Erlina dengan anggapan bahwa putranya akan kembali seperti biasa di esok hari. Matanya mengikuti sang suami yang fokus menatap adegan di mana tokoh bernama Andin yang tengah berseteru dengan tokoh bernama Al di tayangan televisi.
Bugh
Galen menghempaskan tubuhnya pada ranjang. Kepalanya ia benamkan di atas bantal. Tingkahnya itu memperjelas bahwa dirinya tengah frustrasi. Jaket dan kaos kaki yang dipakainya bahkan belum ia lepas. Kedua tangannya terulur lalu meremas bantal dengan kuat dan menggeram.
Kakinya menendang tak jelas saat sebuah adegan terlintas di kepalanya. Adegan yang membuat dirinya ingin sekali membeli roket lalu pergi menuju Mars dan berharap bertemu alien yang cantik jelita.
"Pak Galen ga apa-apa?"
Adara berjongkok di hadapan Galen yang tengah memegangi kepalanya di bawah meja. Mengusap kepala itu dengan lembut walau dalam hati ia ingin sekali tertawa.
Tak kuat menahan, Adara tertawa pelan lalu menarik tangan kanan Galen agar bangun dari acara berjongkoknya. "Lagian Pak Galen kenapa bisa kejedug* meja sih? Makanya lain kali hati-hati," omel Adara tanpa sadar bahwa sebelumnya ia merasa canggung berada di sisi Galen. "Ayo bangun, Pak. Diliatin banyak orang." (*Terbentur)
Galen menggeleng pelan. Ia tahu kini beberapa pasang mata tengah menatap ke arahnya. Terbukti dengan rasa panas yang menjalar di punggung. "Malu," lirihnya pelan yang hanya dapat didengar oleh Adara.
Masih dengan kekehannya, Adara lalu menarik tangan kiri Galen hingga kini kedua tangan kekar itu berada di genggamannya. "Ayo, Pak Galen bangun dulu. Kalau jongkok terus nanti makin banyak yang ngeliatin." Adara tahu bagaimana rasanya jika telah bertingkah memalukan. Selalu merasa canggung terkadang menyebabkan dirinya sering kali bertingkah sedikit di luar kendali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyonya Insecure
RomanceAini Adara Bukanlah seorang gadis dengan kacamata bulat tebal bertengger di pangkal hidung yang hobinya mendekam di lautan buku. Bukan pula seorang gadis nakal yang selalu tertarik pada tantangan. Apalagi seorang gadis dengan karir cemerlang yang se...