Empat

1K 341 137
                                    

Apa rutinitas weekend-mu? Apakah menghabiskan waktu dengan sang kekasih? Berkumpul dengan keluarga? Atau bahkan refreshing dengan berjalan kesana-kemari sendirian?


Rutinitas weekend Adara biasanya hanya berkutat pada menyelesaikan pesanan para pembeli, sesekali nongki bersama Wanda atau teman satu bridalnya lalu menyempatkan diri untuk membantu sang ibu membuat kue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rutinitas weekend Adara biasanya hanya berkutat pada menyelesaikan pesanan para pembeli, sesekali nongki bersama Wanda atau teman satu bridalnya lalu menyempatkan diri untuk membantu sang ibu membuat kue. Selebihnya ia habiskan dengan menyendiri di kamar, melukis apa yang dipikirkan seraya berharap ada yang membeli. Tapi kali ini ada yang berbeda, selain karena mendapat proyek gaun pengantin milik Nindi, ia juga kini menjadi guru privat lukis Cakra. 

"Dara!" Panggilan sang ibu terdengar bersamaan dengan ketukan dari pintu kamar. 

Adara dengan segera meletakan buku yang kini menampilkan sketsa kasar sebuah gaun di atas nakas lalu bangkit dari kasur dan melangkah menuju pintu. Kamarnya yang tidak terlalu besar mengharuskan Adara meletakan kasur di bawah tanpa alas dipan. Agar terlihat lebih luas katanya. Di sisi lain terlihat sebuah lemari kayu berukuran sedang dan di bagian pojok kamar terdapat lukisan-lukisan yang gadis itu susun secara bertumpuk.

"Iya, Ma?" Saat membuka pintu, terlihat Ratih yang menyodorkan sebuah paper bag dengan wajah yang tertekuk sebal.

Menghela napas kasar. "Bi Farah pesen kue, kamu anterin sana!" suruh Ratih dengan menggoyangkan paper bag itu sekali. Toples-toples berisi kue kering terlihat menyembul lalu Adara mengambilnya dengan ragu. "Mamah sebel deh! Dia bilang si Karin dilamar sama atasannya terus nanya 'kapan kamu bisa nyusul'," gerutunya kini seraya berkacak pinggang. Keningnya mengerut memperjelas garis-garis halus yang ada di usianya yang tidak lagi muda. "Dia ngulang-ngulang cerita kalau calon mantunya itu Manager HRD pake nada songong lagi. Hih! Anaknya jadi pelakor aja bangga."

Ah, Adara ingat sepupunya itu memang dikabarkan menjadi simpanan sang atasan.  Ia heran, apakah sebegitu tidak lakunya hingga merebut suami orang?

"Kamu kapan nikah?" Mata Ratih menyipit menatap Adara membuat kerutan halus di sisi matanya terlihat semakin jelas. "Kamu tuh harusnya gaul, bukannya diem aja di kamar! Heran, kok punya anak pendiem banget?! Coba kamu kerja di lab atau perusahaan, pasti seenggaknya udah punya pacar! Bibit bobot bebet-nya juga jelas! Liat sekarang, bawa cowok ke rumah aja ga pernah!" 

Adara menghembuskan napannya pelan mencoba menenangkan diri. Memejamkan matanya sebentar lalu berucap, "Belum ketemu jodohnya aja, Ma."

"Makanya usaha dong! Asal jangan kayak si Karin, ga bermartabat itu namanya!"

Gadis itu menunduk dengan pandangan yang sulit diartikan. Kedua tangannya saling bertaut dan meremas satu sama lain. Adara mengangguk pelan lalu mendongkak. "Iya, Ma."

Ratih mengendikkan dagunya ke arah paper bag. "Ya udah, kamu yang anterin ya! Mamah males ketemu mereka." Ia berlalu dengan raut wajahnya sudah tidak sekusut tadi karena kini yang tercecer adalah perasaan anaknya.

Nyonya InsecureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang