Belajar dari Tukang Nasi Goreng

38 0 0
                                    

Dalam sebuah perjalanan, kita tak pernah mengetahui secara pasti apa saja yang kita dapatkan. Oleh sebab itu, ilmu dan pengalaman yang berharga bisa kita terima dari siapapun dan kapanpun. Sewaktu-waktu bisa datang tak terduga.

Salah satunya adalah pengalaman saya ketika membeli nasi goreng. Unik memang, rasanya cukup enak, namun dijual dengan harga yang cukup murah. Hanya 10 ribu, ketika yang lain sudah menjual di angka kurang lebih 12-14 ribu atau bahkan lebih.

Penasaran, akhirnya saya tanyakan. Kenapa kok abang jual cuma 10 ribu?

Jawabannya inilah yang membuat saya terketuk untuk menulis dan membagikan hikmah. Dia menjawab: Saya ini bukan orang banyak uang yang bisa bersedakah rutin mas. Juga ga bisa bantu banyak anak yatim. Jadi, saya harap dengan menjual ga terlalu mahal itu bisa membantu pembeli. Kan lumayan mas, irit 2-3 ribu.

Alasan yang sebenarnya sangat sederhana. Tapi bisa membuka mata dan hati kita, bahwa berbuat baik itu bisa dengan cara apapun. Bahkan dengan sesuatu yang ada di dekat kita.

Kalau kita mau coba berhitung, atau berbicara secara kalkulatif. Sedekah yang dilakukam tukang nasi goreng ini cukup banyak. Andaikan 2 ribu ini dikalikan 100 pelanggan. Maka dia berhasil sedekah sekitar 200 ribu perhari. Jika dikalikan dalam sebulan maka ia bisa menyedekahkan 6 juta. Dalam setahun boleh jadi ia dapat membantu para pelanggannya berhemat dengan jumlah 72 juta.

Angka yang sangat besar bukan? Diawali dengan 2 atau 3 ribu saja.

Namun, titik krusial dalam hal ini bukanlah perkara jumlah uang ataupun kalkulasi kebaikan secara materi. Melainkan, bagaimana kita mesti menanamkan dalam diri untuk berusaha berbuat baik dan bermanfaat bagi manusia lain.

Si Tukang Nasi goreng ini bukan miliarder, mobil juga tak punya. Tapi dia ingin membantu tiap orang dengan menjualnya hanya 10 ribu, berharap 2/3 ribu bisa meringankan beban pembelinya.

Bagaimana dengan kita? Mungkin kita punya mobil, smartphone mahal ataupun kemewahan materi yang lain. Tapi masih sulit untuk membantu atau meringankan beban orang lain.

Tidak perlu dengan jumlah yang fantastis. Sedikit saja, tapi rutin. Lama-kelamaan akan jadi hasil yang fantastis dan lahir menjadi sebuah kebiasaan baik. Ini pula, bekal yang akan kita bawa menghadap-Nya.

Tabik,

Ada Hikmah di PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang