Kemapanan Hidup Yang Sebenarnya

15 0 0
                                    

Kerja dong biar cepet kaya! Jadi orang itu harus mapan biar bisa hidup enak! Gimana mau bahagia, duit aja pas-pasan!

Serta berbagai macam perkataan-perkataam lain yang mungkin masih sering kita dapati sampai saat ini.

Manusia adalah makhluk yang lengkap sekaligus unik dengan berbagai kemampuannya. Salah satunya, kemampuan berpikir sekaligus merasa.

Kebanyakan dari kita, sudah ter-mindset jika kenyamanan hidup itu bersumber dari kecukupan finansial dan kemapanan hidup secara materi. Setidaknya, inilah standarisasi yang dimiliki kebanyakan orang saat ini.

Benarkah demikian? Tidak juga. Jika iya, semestinya tidak akan ada orang kaya yang depresi, tidak ada juga orang kaya yang tidak bahagia.

Tapi nyatanya, masih banyak kita dapati orang yang berlebih secara finansial  terkena depresi dan tidak merasa bahagia.

Lebih parah lagi, masih ada yang memgambil harta orang lain demi memuaskan keinginannya. Padahal hartanya sudah sangat banyak. Contohnya koruptor.

Jika kebahagiaan harus terpatok pada materi, logika sederhananya adalah bahwa seharusnya semua orang yang kekurangan harta akan tidak bahagia.

Tapi tidak juga, penulis sering mendapati pedagang-pedagang pinggir jalan yang tetap bahagia dan bersemangat dalam hari-harinya meski ditengah kesederhanaan. Bahkan, mereka masih bisa berbagi di dalam keterbatasannya. Aneh bukan?

Inilah sebabnya, para kiyai memberikan tolak ukur bahwa cukupnya bekal dalam kehidupan bukanlah semata-mata finansial.

Tapi kedekatan diri seorang Hamba dengan Tuhan dan Kemanfaatan seorang manusia bagi manusia yang lain.

Kenapa? Karena bicara bahagia adalah bocara tentang cara mengolah jiwa. Sebanyak apapun harta, tak akan membawa kemanfaatan selama tak ada Tuhan di hatinya.

Orang yang benar-benar kaya itu yang kuat memberi. Bukan orang yang banyak memiliki.
Abah Husnul Hakim, IMZI

Sebab itulah, dalam Agama bukan perintah memperbanyak harta yang disampaikan. Tapi  Bekerjalah dengan cara yang benar dan Niat yang lurus.

Prinsip kejujuran dan kelapangan hati dalam menerima segala ketetapan-Nya adalah kunci bahagia dan kemapanan hidup yang sebenarnya.

Buat apa punya tumpukan harta, tapi diraih dengan cara yang hina? Bukan ini yang Agama inginkan.

Ketika seseorang sudah dekat dengan Tuhan-Nya dan bisa memberi kemanfaatan bagi masyarakat luas, sejatinya ia sudah memiliki kemapanan hati yang siap menghadapi tipu-tipu dunia serta  siap untuk mengumpulkan perbekalan akhirat.

Tabik,

Ada Hikmah di PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang