17. Sial

20 4 0
                                    

Kini Aurel merasa begitu bahagia. Menikah dengan pria yang dicintainya. Tapi sayang kebahagiaan itu hanya kebahagiaan semu. Semua bayangan indah itu langsung menghilang saat mendengar ungkapan sang pria.

"Listen to me... I want you to see me as a Rayyan. I'm Rayyan. I'm not Raynand and I Will learn to love you. And I want you too. You Will learn to love me as a Rayyan. (Dengarkan aku... Aku ingin kau melihatku sebagai Rayyan. Aku Rayyan. Bukan Raynand.  Aku akan belajar mencintaimu. Dan aku ingin kau pun sama. Kau mau belajar mencintai aku sebagai Rayyan." Ucap pria yang selama ini dia anggap sebagai Raynand. Aurel merasa dipermainkan oleh takdirnya. Sungguh dia tak mau tahu, dia hanya ingin Raynand yang menikahinya bukan pria lain.
Saat hatinya begitu terpukul, entah dari mana datangnya suara-suara lain membuat pikirannya semakin kacau. Suara itu seolah menggema bahkan terdengar begitu memekakkan telinga.

"Kau akan jadi milikku... Kau akan jadi milikku... Kau akan jadi milikku..." Suara-suara mengerikan itu kembali datang.

"Arghhh... Tidak... Hentikan... Hentikan semua ini. Aku lelah... Aku mohon... Tidak... Jangan... Jangan sentuh aku... Jangan... Tidak..." Teriak Aurel. Sungguh kini dia tak bisa membedakan mana yang kenyataan dan mana yang ilusi.

Aurel bisa mendengar semua suara. Suara-suara nyata dan suara dari halusinasinya. Semua itu berkumpul menjadi satu dan sungguh memekakkan telinga. Tiba-tiba kepalanya terasa begitu pening. Tubuhnya limbung. Jika kematian adalah hal terbaik sungguh Aurel lebih memilih mati. Aurel sudah lelah menjalani hidup yang bahkan tak dia kenal. Awal hidup yang menghilang dan berakhir menyakitkan.

Air mata wanita itu meleleh diikuti dengan jerit tangis ketakutan. Sungguh Aurel bisa melihat begitu banyak bayang-bayang abstrak yang menyakitkan. Bayang-bayang itu berputar seperti rentetan masa lalu yang pernah dia lalui. Begitu keji, banyak pertumpahan darah, bahkan kekerasan seksual. Dan semua itu begitu nyata dalam halusinasinya.
Tak sadar tubuhnya kini sudah berada dalam dekapan seseorang. Rasa nyaman segera menelusup ke relung hatinya. Aroma Pinus dan coklat yang menggelitik indera penciumannya membuat dia merasa seolah berada dalam perlindungan seseorang. Bahkan usapan lembut di bagian punggung membuatnya nyaman dan mulai memejamkan mata karena lelah.

Entah sudah berapa lama netra birunya terpejam. Yang jelas sudah tak ada lagi mimpi-mimpi penuh kekejaman dalam tidurnya. Aurel merasa lega. Dan dia pun mengumpulkan keberanian untuk membuka kelopak matanya.
Sesaat kemudian dia terdiam. Merasakan atmosfer sepi dalam kamar bernuansa nila ungu yang cantik. Aurel merindukan aroma Pinus dan coklat yang menghilang.

"Raynand..." Ucap Aurel mencari Rayyan yang dengan keras kepala selalu dia anggap Raynand. Walau Rayyan sudah mengungkapkan siapa jati dirinya, Aurel tetap egois. Dan hanya akan mengenal Rayyan sebagai Raynand.

"Ray... Kamu di mana?" Ucap Aurel lembut. Wanita itu pun bangkit perlahan dari ranjang. Menampakkan kaki telanjangnya pada marmer hitam yang dingin. Dengan perlahan dia bergerak mengitari kamar dan setiap sudut ruangannya. Tapi sayang tak ada sosok yang dia rindukan.

Dan rasa panik kembali menguasai perasaannya. Aurel takut kehilangan sumber kebahagiaannya. Aurel berlari keluar kamar. Hatinya begitu sakit karena pria itu pergi tanpa mengabari dirinya. Rasa takut dan gelisah kembali menggulung asa dalam dirinya.

"Tidak... Ray... Don't leave me... Hiks..." Wanita itu kembali menangis keras.
Tangisan itu sukses membuat gaduh mansion milik Mr Felix. Pasalnya semua penghuni mansion khawatir Aurel kembali terserang skizofrenia. Apalagi saat ini Rayyan pergi untuk bicara dengan Evan.

"Nona... Apa yang terjadi?" Ucap Tyson mendekati anak tuannya. Pria itu berjongkok karena kini Aurel terduduk dengan kondisi yang menyedihkan.

"Ray... Hiks... Hiks..." Tangis Aurel tetap nyata. Wanita itu tak peduli siapapun kecuali sumber kebahagiaannya.

Metamorfosa cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang