1. Metamorfosa kehidupan Rayyan

128 12 8
                                    

Rayyan Pov

Ku langkahkan kakiku keluar dari kediaman orang tuaku. Menjauh dari keluarga yang amat sangat mencintai sepanjang usiaku hingga genap 26 tahun.

Ya Allah...

Sungguh amat berat langkah ini, karena aku begitu mencintai kedua orang tuaku juga kakak dan adikku. Apalagi saat ini aku melihat air mata bunda yang terus meleleh karena menyaksikan kepergian ku.
Ku putar tubuhku. Kembali mendekat ke arah bunda. Menghapus setiap jejak air mata yang mengalir di pipinya. Kemudian mengecup pipi bunda bergantian. Sungguh aku menyayanginya lebih dari apa pun.
Kecuali Allah.

Allah is number one only.

"Bunda, Rayyan pergi ya. Bunda jangan lupa jaga kesehatan Bunda. Rayyan sayang sama Bunda." Aku berusaha bicara selembut mungkin. Namun nyatanya tangis Bunda malah semakin pecah diiringi dengan isakkan yang pilu.

"Rayyan ... hiks ... Memangnya harus ya kamu pergi dari rumah ini? Hiks ... Bunda ga akan sanggup jauh dari kamu ... hiks ... Selama ini kamu selalu ada untuk Bunda ... hiks ... selalu ada di dekat Bunda ... hiks ...." ucap bunda sambil memeluk tubuhku dengan sangat erat.

Kini aku sudah tak sanggup menahan air mataku. Ingin sekali aku membatalkan perjanjian gila yang sudah ku buat sendiri dengan Mr. Felix.

Tapi apalah daya...

Semua ini demi kebaikan bersama. Bukankah untuk mendapatkan kebahagiaan kita harus rela mengorbankan sesuatu.

"..." aku hanya bisa diam dan membalas pelukan bunda dengan erat. Aku tak sanggup mengeluarkan kata-kata. Kulihat ayah mendekat ke arah bunda. Ayah mengusap punggung bunda dengan sangat lembut.

"Sayang, biarkan Rayyan pergi. mungkin ini saatnya dia mencari jati diri. Sebagai laki-laki dewasa yang suatu saat nanti harus bisa menjadi Imam bagi keluarganya. Ikhlaskan lah. Kita doakan yabg terbaik untuk putra kita." Suara ayah sungguh teduh.

Aku ingin suatu saat nanti bisa menjadi seorang pria yang bijaksana seperti ayah. Terima kasih ayah. Beliau selalu menginspirasi diriku.
Dan kini aku merasakan pelukan bunda yang melonggar. Beliau mengusap wajahku.

"Bunda Ikhlas ... mungkin Bunda hanya butuh waktu untuk terbiasa jauh dari mu Nak. Pesan Bunda hanya satu jaga tiang agamamu. Jaga Sholat mu. Karena jika Sholat mu baik, maka semua amalanmu akan baik," ucap Bunda lembut.

" Lahaulaa walaa kuwwata illaa Billah ... aku akan selalu ingat pesan Bunda," ucapku tersenyum.
Dan kini Ayah menepuk bahuku.

"Jaga iman mu baik-baik ya, Nak..."

"Ya Ayah. Doakan aku," ucapku memeluk tubuh Ayah.

"Tanpa kau minta, kami selalu mendoakan yang terbaik untuk anak-anak kami," ucap ayah menepuk punggungku lembut.

"Rayyan bisakah kamu menundukkan sedikit tubuhmu? Kenapa sekarang kamu jadi tinggi begini sih?" Aku terkekeh mendengar ucapan Bunda. Aku tahu kini Bunda ingin mencium keningku. Aku sangat bahagia diperlakukan seperti ini. Dan merasa sangat disayangi.

Katakanlah aku pria yang manja pada Bunda.

Tak apa...

Karena kini hanya Bunda wanita yang bisa dijadikan tempat untuk bermanja-manja. Mungkin suatu saat nanti akan beralih kepada istri. Entah siapa istriku saat nanti tiba.
Ya suatu saat nanti...

entah kapan...

TIN.

Suara klakson sebuah mobil menyapa pendengaran kami.

"Kau naik taksi? Bawa saja mobilmu... Itu milikmu, Nak." Ayah terkejut saat melihat sebuah taksi datang menjemputku.

"Tidak, Ayah. Aku naik taksi saja. Ya sekalian belajar untuk hidup sederhana ... selama ini Ayah dan Bunda selalu memanjakan ku dengan kemewahan," ucapku membuat ayah kembali menepuk pundakku.

Metamorfosa cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang