𝟏𝟑𝐭𝐡 𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 [𝐋𝐚𝐬𝐭]

1.8K 181 19
                                    

***

“Hiks.. tolongin adek saya..”

Jennie pantang menyerah mencoba menghentikan setiap kendaraan yang lewat untuk ia mintai tolong mengantarkannya dan Rosé ke rumah sakit tapi nihil, tak ada satupun kendaraan yang mau berhenti untuk menolongnya.

“Hiks.. Tolong saya... Tolong...”

Jennie membalikkan badannya menatap Rosé yang tengah terbaring lemas di bangku panjang halte bus.

“Tunggu sebentar Rosie...” Gumamnya lirih lalu menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

Sebenarnya tadi mereka sudah mendapatkan Taxi, tapi Taxi yang mereka tumpangi malah mogok saat mereka baru melaju seperempat jalan. Ia tak tahu harus apa dan pada siapa ia meminta tolong, sungguh petaka buruk ia melupakan ponselnya. Jika saja benda pipih itu tak ia lupakan, sudah dari tadi ia menghubungi Ayahnya.

Hujan juga semakin lebat, di tambah suara gemuruh dan petir yang saling bersahutan membuat Jennie semakin panik, apalagi keadaan Rosé semakin lemah bahkan adiknya itu sempat tak bisa menyahuti perkataannya.

“Berhenti!” Jennie memekik sambil melambai-lambaikan kedua tangannya saat sebuah mobil Mercedes melaju cukup kencang ke arahnya, namun lagi-lagi mobil itu hanya melewatinya.

“Hiks... Tolongin adek saya... Adek saya sakit..”

Ctar!

“Akh! Hiks...” Jennie menjerit seraya menutup kedua telinganya. Ia sangat takut, tapi rasa takutnya akan melihat keadaan Rosé membuatnya tak peduli lagi dengan raungan gemuruh dan percikan kilat di langit.

Ia harus segera mendapatkan tumpangan. Ia tak mau hal buruk apapun terjadi pada Rosé. Dengan nekad ia berlari ke tengah-tengah jalan raya untuk menghentikan sebuah mobil mewah yang akan melintas dan untungnya si pengemudi mobil dengan cepat menginjak rem mobilnya. Jika tidak Jennie sudah terpental jauh dan seketika nyawanya melayang.

“Bangsat! Ngapain lo, hah?!” Si pengemudi dengan geram keluar dari mobilnya sambil memayungi dirinya sendiri dengan payung.

Jennie berjengit mendengar bentakan orang di hadapannya itu yang bahkan lebih menakutkan dari suara gemuruh yang sedang menggelar.

“Lo mau mati? Lompat aja sana dari gedung! Jangan di jalanan! Bikin kotor mobil gue aja!”

Jennie menggelengkan kepalanya.
“Hiks... Tolongin saya.. Adek saya sakit... Anterin saya ke rumah sakit..” Ujarnya sambil mengarahkan telunjuknya pada Rosé, yang masih dalam posisi berbaring di bangku halte.

Si pengemudi hanya mendecih.
“Terus? Apa urusannya sama gue? Minggir! Gue buru-buru!” Ia berucap sambil membalikkan badannya ke arah mobil, namun Jennie menahan lengannya.

“Saya mohon, tolongin saya.. Adek saya sakit”

“Peduli setan! Minggir!”

“Hiks... Saya mohon...”

Si pengemudi yang sudah geram, dengan kasar menghempaskan tangan Jennie yang menahannya lalu mendorong tubuh kecil Jennie hingga terjatuh ke aspal.

“Aw... Hiks... Sakit...” Jennie merintih

“Makanya tadi gue bilang minggir ya minggir! Budek!” Ujar si pengemudi sambil masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraan mahalnya itu meninggalkan Jennie yang menangis tersedu-sedu.

Jennie bangkit perlahan lalu berlari kecil ke arah halte bus. Tak ada pilihan lain, jika begini terus ia sendiri yang harus membawa Rosé ke rumah sakit.

“Rosie... Hiks... Bangun ya. Hiks, kita ke rumah sakit...”

Rosé yang memang masih sadar hanya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya.

Rosie, Don't Leave MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang