#03

836 117 11
                                    




Canggung.

Tapi juga dag dig dug serrr kek bedug subuh tuh jantungnya Naja. Pasalnya sekarang ini dia lagi berduaan sama mas crush di taman belakang. Cihuyyy...

"B-bang? Kita mau ngapain di sini?" tanya Naja gelagapan. Ia mendengus sendiri dengan kelakuannya, masa di saat seperti ini dia harus gugup. Mana Naja si anak orang terlanjur kaya yang sering mendzolimi kaumnya itu wkwkwk.

Jigar hela napas, bawa satu tangannya untuk tepuk-tepuk pelan kepala Naja. Jangan tanya kabar jantung Naja, mau meninggoy aja dia mah.

"Ngga, kok, nggak apa-apa. Kasihan Adit," kata Jigar setelah itu balik lagi natap arah kolam.

Naja mengernyit bingung, kasihan kenapa? Emang Adit kenapa?

"Kenapa emangnya?"

Jigar menoleh. "Kamu ini nggak peka apa gimana?"

"Hah?"

"Adit itu cemburu sama kamu, Dek."

"Kok, cemburu?"

"Ya, kamunya deket-deket sama Alia melulu."

"Oh... kirain Bang Jigar yang cemburu liat gue deket-deket sama Alia." Tapi ini hanya ucapan dalam hati Naja saja ya kawan-kawan.

Naja mendengus, lalu ia alihkan pandangannya untuk menatap wajah Jigar. Masih keliatan sedih banget.

"Aku nggak tau ngomong begini bisa bikin Bang Jigar baikan atau nggak, tapi, yang pasti kita semua selalu ada buat Bang Jigar. Nggak apa-apa sekarang sedih-sedihan, tapi nanti Bang Jigar harus kembali senyum kayak Bang Jigar yang Naja kenal."

Jigar tersenyum tipis. "Iya...."


[][][]


Alia menghempas tangan Adit yang menariknya ke lantai atas. Ia menatap tajam Adit sementara yang ditatap ikut menatap tajam balik. Keduanya saling tatap-tatapan beberapa detik sebelum saling membuang muka.

"Gue nggak suka lo terlalu deket sama Naja," ucap Adit tiba-tiba. Alia mendengus, silang tangan di dada sebelum mendongak pongah untuk menatap Adit.

"Kenapa nggak boleh?"

"Ya pokoknya gue nggak suka. Ngerti nggak sih?"

"Enggak." Alia ingin melangkah keluar tapi lengannya ditahan sama Adit. "Apalagi, sih!"

"Gue belum selesai ngomong," katanya. Adit menghela napas, lepas tangannya yang menahan Alia tapi menggantinya dengan back hug.

Modar. Jantung Alia bergejolak, melompat-lompat seperti kelinci, tidaaaaaaakk.

"A-Adit...."

"Biarin gini dulu. Kalo gue lepas nanti lo pergi," kata Adit lirih. Alia jadi senyum-senyum malu, duh, mukanya merah. Alia melirik area sekitar lorong kamar tapi sepi.

"Gue nggak akan ke mana-mana. Jadi, lepas, ya?"

Perlahan pelukan itu mengendur sebelum akhirnya terlepas. Nggak rela sih, tapi lebih baik gini daripada Alia mati muda.

Alia kan belum ngerasain nikah terus mantap-mantap sama Adit, apalagi cita-cita Alia kan pengen nyeme'in Adit gitu, xixixi.

Alia berdehem canggung, "U-udah, 'kan? Mau ngomong gitu doang? Sekarang gue bisa pergi belum?"

Adit menyender di tembok, tatap Alia sebentar sebelum hela napas. "Gue capek denial, tau nggak lo?"

"Kalo capek ya istirahat. Nggak ada yang nyuruh lo buat terus denial, Adit."

Adit mengangguk, setuju sama apa yang di bilang Alia. "Gue boleh jujur nggak?" Alia mengangguk. "Gue suka sama lo."

Sumpah ya gaiseu... jantung Alia makin bar-bar aja kelakuannya di dalam sana. Mau teriak 'GUE JUGA SUKA AMA LO, ANJIG. DARI DULU MALAH, KENAPA BARU TERNOTIS SEKARANG!!!' tapi Alia tetep stay cool. Nggak mau keliatan kalo dia tengah bereuphoria di dalam sana.

"Tapi kita udah temenan dari kecil, tetanggaan pula. Itu yang bikin gue ragu buat terus suka sama lo."

'WHAAAAAAAAAAAAAAAT!!! APA MAKSUD MISKAH?'

"Gue nggak ngerti?" Alia benar-benar nggak paham sama jalan pikiran Adit, kalian paham nggak?

"Al, yang gue takutin saat kita melangkah lebih jauh, dan suatu saat kita mutusin untuk nggak lagi bareng-bareng, lo yakin masih bisa ngeliat gue? Lo yakin masih bisa tetep jadi temen dan tetangga kayak sebelumnya?"

"Kenapa lo mikir kejauhan?"

"Ya karena gue--"

"Dit, denger, gue nggak tau lo kenapa bisa mikir sampe ke situ. Sekarang gue tanya, lo serius nggak mau suka, sayang, cinta sama gue? Kalo nggak ya udah. Gue nggak butuh cowok plin-plan." Setelahnya Alia putusin buat pergi ninggalin Adit yang termangu di tempatnya berdiri.


[][][]


Aaron lagi sibuk ngobrol sambil ngajakin Sarang maenan boneka chucky, kalo Hiro lagi sibuk jadi kuda-kudaanya dedek Sunny.

Oh, iya, Sarang itu adiknya Adit ya, kalo Sunny itu anaknya om Jungguk, tapi lebih seneng nempel sama Jimin dan papa Jeka.

"Kak Aaron... Kak Aaron... tau nggak, kemarin aku liat mas Adit ngegalau sambil dengerin musik reggae gitu. Udah kek jamet aja," sungut Sarang yang bikin Aaron terkekeh lucu.

"Masa?"

"Iya tau. Mana sambil teriak-teriak uyeay...uyeay...," jawab Sarang sambil bergidik geli. Pokoknya Sarang nggak terima kalo mas Adit yang tampilan cool begete, harus suka musik jamet gitu.

"Lucu banget...."

"Apanya yang lucu?"

"Kamu." Oh my god, ngomongnya mulus tanpa hambatan ya? Inget ya Aaron, dedek Sarang masih SMP kelas satu.

"Ih, Kak Aaron... apa sih," lirih Sarang malu-malu meow. Aaron terkekeh gemas, usak rambut panjang Sarang yang halus selembut sutera, soalnya mama Jimin suka keramasin Sarang pakai sampo lipboi.

Alia yang baru turun dari lantai atas mengernyit heran begitu sampai di ruang keluarga, dia liat kakak kembarnya itu tatapannya mesum banget ke Sarang.

"Heh! Kedip! Nggak perih itu mata?"

Aaron mendengus saja, tarik tangannya yang sejak tadi mengelus rambut Sarang. "Ganggu ae lo, Satan!"

Alia mendudukkan diri di sebelah Aaron, dengus pelan sebelum rebahkan kepalanya di bahu sang kakak kembar. Tidak lama Hiro datang dengan meringik suara khas kuda, dan Sunny yang terkekeh di atasnya.

Hiro ini tipe-tipe kakak yang sayang sama adik cewenya, tapi buat Alia pengecualian.

"Telimakacih ya, kuda putih."

"Ngihihihihihi."

Alia sama Aaron terkekeh menanggapi tingkah keduanya.

Naja menyelimuti tubuh Jigar dengan selimut sampai sebatas dada. Ia menatap Jigar yang kini tertidur pulas di kursi santai taman belakang.

"Naja sayang banget sama Bang Jigar. Jadi, please... setelah ini tolong terus bahagia," bisiknya lirih disaksikan angin malam dan pendaran bintang kejora di langit malam atas sana.

[][][][]

PERUMAHAN BANGTAN : 4 KELUARGA GESREK!!✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang