M&M - Kesalahpahaman

320 55 0
                                    

Marvien menarik tangan Jae. Kemudian menitipkan Matcha kepada Yuna dan teman-temannya.

"Jagain, jangan lo bikin nangis. Terutama lo Dik."

"Siap, aman." Dika memperagakan gaya hormat kepada komandan, lalu menawarkan anggur merah kepada Matcha.

"Ini Amer, sayang." 

Plak 

Gebukan dari Yuna memang tidak pernah main-main.

"Lo tenang aja, nih kuda gue yang urus." Yuna tersenyum, lalu membungkukkan badan Dika

Marvien mengacungkan jempolnya setelah sebelumnya ia hampir melayangkan tinju ke arah DIka. Ia lanjut menarik Jae keluar dari kerumunan teman angkatannya yang masih kepo soal hubungan keduanya.

Marvien menarik tangan Jae hingga mereka tiba di tempat parkir hotel tempat mereka reuni.

"Bangsat ya lo." Marvien menghempaskan tangan Jae, lalu menggeram, ia tak mau pertengkarannya terdengar orang lain. Ia mengumpat, mengerahkan seluruh kekesalannya.

"Kenapa? gue salah? dia emang anak gue kan? Lo ga lupa kan kita pernah-"

"Aisstt-sttt- Stop. Agh emang ya lo tuh. Kejadian kemaren itu cuma salah paham. Kita ngga-"

"Salah paham gimana? jelas jelas lo tidur di samping gue pagi itu, dengan keadaan..." 

Jae menghentikan ucapannya, lalu berbisik di telinga Marvien 

"Naked.

"Malemnya gue mabuk, dan begitu bangun gue gatau ada dimana. Jelas jelas itu rumah lo. Gue juga nemuin bercak darah di kasur lo. Kita ngapain kalo bukan-"

Marvien menutup mulut Jae, ia tak ingin pria itu melanjutkan perkataannya.

"Diem gak lo? Kita ga sempat berbuat apapun. Dia bukan-" Marvien panik, Ia berusaha menenangkan dirinya.

Jae mengarahkan telunjukknya ke arah bibir Marvien, Ia kemudian menggeleng pelan.

"Lo ga perlu ngelak. Gue jelas bakal bertanggung jawab atas kejadian itu. Lo ga perlu khawatir. Disini seharusnya gue yang marah, lo jelas ga ngasih tau gue soal kehamilan lo dan kelahiran anak gue." 

Marvien mendecakkan bibirnya. Orang ini selalu memotong ucapannya. Lagian, kejadian waktu itu tak akan membuatnya hamil. 

"Dia bukan anak lo. Dia juga bukan anak gue." Marvien berkata cepat dan tegas.

Jae hampir memotong ucapan gadis itu, namun ia terkejut akan fakta yang baru ia dapat.

"Gue ngaku kalo Matcha itu anak gue, biar di kemudian hari, dia diingat sebagai anak kandung gue, punya orang tua yang lengkap. Bukan anak yang tidak diinginkan. Gue pengen dia tumbuh tanpa tuduhan atau perkataan menyakitkan dari orang lain." Marvien menghentikan ucapannya. Ia sedih memikirkan nasib Matcha kedepannya.

"Dan lo- Malah berkata seenaknya, Lo malah ngebuat dia seolah merupakan anak hasil kecelakaan kita. Lo ga mikirin akibat dari omongan lo? Lo ga pernah denger penjelasan gue. Lo selalu bertindak semau lo. Persis sama kejadian 7 tahun lalu."

Jae mematung. Ia masih berpikir, apa yang dikatakan Marvien hanya kebohongan semata. Entah apa alasan wanita itu tidak mau dirinya bertanggung jawab atas kesalahannya.

Jae maju beberapa langkah mendekati Marvien, gadis itu masih diam di tempatnya. Tak lama, Tangan kekar Jae menyentuh pundak Marvien, tanpa perlawanan dari gadis itu.

"Lo bohong. Biar gimanapun, gue mesti tanggung jawab. Entah itu beneran anak kita atau bukan, kesalahan gue saat itu harus gue perbaiki."

Kesalahan 

Marvien menatap tidak percaya pada pria itu, gadis itu mengerti, lelaki dihadapannya berusaha untuk bersikap gentle atas tindakan yang pernah ia lakukan di masa lalu. Ia hanya tidak menyangka, niat pria itu hanya untuk memperbaiki kesalahannya. Bukan tulus meminta maaf kepada Marvien. 

"Lo ga perlu tanggung jawab, gue bisa urus anak gue sendiri. Lo juga ga punya kesalahan apapun yang perlu diperbaiki. Gue harap kita ga pernah ketemu lagi."

Marvien melepaskan genggaman tangan Jae pada pundaknya, Ia kemudian berlari meninggalkan Jae yang masih termenung di tempatnya. 

"AARRGH. Sial. Gue kehilangan lo lagi ca." 

______

Marvien bergegas mengambil tas nya yang sempat ia titipkan kepada Yuna. Ia juga membawa Matcha yang sedang tertidur di troli nya yang sedang dijaga oleh Mia.

"Ca lo mau kemana? Acara belum selesai sepenuhnya." Mia bersuara.

"Matcha kecapean, dia mesti istirahat. Gue duluan ya. Bilang ke yang lain."

"Lo.. gimana sama Jae? Lo gapapa kan?"

Marvien tersenyum, menggenggam tangan Mia.

"Gue baik-baik aja. Gue cuma butuh istirahat, besok pagi ada jadwal jaga apotek."

Marvien kemudian berpamitan kepada teman-temannya yang lain, bergegas pulang. Namun, ia kembali dicegat oleh sumber masalahnya hari ini, Jae.

"Gue mau kita ngomong dulu. Gue mohon, apa yang terjadi 7 tahun lalu itu cuma salah paham. Biar gue jelasin."

"Cukup. gue butuh istirahat. Sekarang gue belum butuh penjelasan lo. Gue capek, Matcha juga kecapean. Jadi tolong, biarin gue pulang dulu, kita bisa bahas ini nanti."

Marvien benar-benar terlihat lelah. Jae tidak tega. Masih ada lain waktu, begitu fikirnya.

"Oke, besok gue temuin lo di cafe tempat kita dulu. Jangan lupa."

Marvien mengangguk, ia harus segera selesaikan permasalahan ini, lalu lepas dari jeratan Jae.

"Biar gue anterin. Lo keliatan cape banget. Gue takut lo sama anak gue kenapa napa."

Marvien mengangguk. Ia sungguh lelah menghadapi pria didepannya. Tak ingin memicu perdebatan tidak penting lainnya.

Mobil Marvien di tinggal di Hotel tempat mereka mengadakan reuni. Jae menitipkannya kepada Dika dan Yuna.

Mereka pulang dengan mobil Jae. Keheningan terasa di dalam mobil itu. Tak lama kemudian, mereka tiba di rumah Marvien.

Gadis itu mengucapkan terimakasih, lalu mengambil Matcha dari baby seat nya yang sempat ia pindahkan ke mobil Jae, lalu pria itu membantu Marvien mengambil kereta bayi Matcha dari bagasinya

Jae pergi setelah memastikan Marvien dan bayinya telah masuk kedalam rumah. Ia mendengus kasar.

Kapan Marvien akan percaya padanya? Ia bersalah, Jae tahu itu. Ia ingin segera menjelaskan kesalahpahaman itu agar mereka bisa bersatu kembali.

Kring.. kring...

Dering ponsel Jae terdengar, terdapat 1 panggilan tak terjawab dari kakak sepupunya.

"Jae, anter gue ke Bandara dong." Ucap pria di seberang telefon.

"Ogah, gue masih ada kerjaan."

"Ayolah, gue mau ngelanjutin kantor kakek di Amrik loh.. 2 tahun. Kalo lo ga mau nganterin, yaudah, gue cari orang lain buat ngisi jabatan Direktur gue di Perusahaan Opa."

"Iya iya. Gue kesana. Tungguin." Jae menginjak pedal gas nya, ia bergegas. Kesempatan ini sangat langka. Kakaknya tak pernah main-main akan ucapannya.

To be continue...

Jangan lupa tekan tombol bintang yaa. Danke 😘

Gais ada sedikit perubahan disini. Jadi, yang nelfon Jae itu kakak kandungnya, bukan kakak sepupunya yaa.

MACAROON & MOMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang