1 minggu setelah percobaan penculikan
Bel pulang sekolah telah berdering. Marvien menunggu sekolah sepi, lalu seperti biasa, Marvien menuju ruang OSIS untuk menemui kekasihnya.
Hubungan mereka memang rumit dan menyakitkan. Marvien salut kepada semua orang yang berhasil menjalani backstreet dan tetap setia satu sama lain. Gadis itu sejujurnya takut, takut Jae akan meninggalkannya, atau malah menjalin hubungan dengan orang lain.
Tapi tak apa, ia percaya Jae nya bukan orang yang begitu. Walau kemarin, ketika gadis itu menceritakan pengalamannya diculik oleh preman, lelaki itu tidak terlalu menggubrisnya, toh Marvien selamat di depannya saat ini.
Marvien telah sampai di depan pintu ruang OSIS, kali ini, ia memutuskan untuk pulang dengan Jae. Jika harus, ia akan memaksanya. Hari ini kan ulang tahun Jae.
Pelan, ia mendengar suara Jae dari dalam tengah mengobrol dengan seseorang.
"Gue ga pacaran sama Marvien, kita cuma deket doang dan itu sama sekali ga berpengaruh sama proyek kita saat ini."
Itu suara Jae, Marvien kenal betul suaranya. Ia masih mendengarkan, walau hatinya sedikit sakit.
"Tapi dengan lo deket sama dia, fokus akademis dan jabatan lo di OSIS mulai ga berjalan dengan baik. Sebelumnya lo baik-baik aja kok."
Itu suara Ratih, Sekretaris OSIS Jae.
"Bener, dia cuma bawa pengaruh buruk buat lo, fokus lo kepecah. Buktinya, proyek ini ga selesai selesai. Lo keseringan jalan sama dia. Minggu kemaren aja lo absen rapat karena mesti minta maaf sama dia kan?"
Itu suara Ryan, Wakil ketua OSIS nya. Mereka nampak memperdebatkan hubungannya dengan Jae. Ini buruk. Marvien tak mau lepas dari cowo itu, gadis itu sudah berusaha untuk meluluhkan hati Jae, tapi mereka malah mau menghancurkannya.
Tidak bisa dibiarkan, Marvien harus masuk, namun ia tak memiliki keberanian.
"Gue bener-bener minta maaf soal minggu kemaren. Gue bakal berusaha buat lebih fokus ke OSIS."
"Kita cuma ga mau lo kehilangan fokus lagi. Tadi juga lo ga fokus rapat karena cewe itu kan?" Ratih menambahkan.
Jae terdiam. Ia memang agak tidak fokus ketika rapat karena memikirkan Marvien yang hampir diculik oleh preman. Saat itu, yang ada dipikirannya adalah, apakah marvien tidak terluka? Apakah gadis itu tak apa-apa? Siapa yang menolongnya? Bagaimana ia bisa lolos? Kenapa saat itu dia ga paksa Marvien buat pulang sama dia? Kenapa Marvien harus pulang berjalan kaki? Apa yang dilakukannya saat itu?
"Lebih baik lo jauhin cewe itu. Putusin dia. Gue juga sering dapet teguran dari bokap lo biar lo fokus ke akademis. Jangan pacaran mulu."
Ryan Wiranata memang cukup dekat dengan ayah Jae karena Ryan adalah sepupu Jae dari pihak ayahnya.
"Gimana? Lo mau kan jauhin dia? Dia tuh cuma benalu. Selain nempel di hidup lo, dia juga ngerusak." Tambah Ratih. Gadis itu kesal dengan perilaku Jae yang kadang tidak fokus. Jauh dalam lubuk hatinya, ia juga menginginkan Jae.
Jae tetap diam, Ia tak mau prestasi akademiknya menurun, ia juga tak mau jabatan Ketua OSIS nya terancam akibat Marvien. Jelas sudah, ayahnya mengetahui hubungannya dengan Marvien. Dan sangat jelas peluangnya sebagai penerus perusahaan kakeknya akan menyempit.
"Lo diem aja, gue anggep lo setuju. Udah dari awal gue bilang, deket sama dia tuh bakal menghambat tujuan lo."
"Oke, gue bakal jauhin dia. Tapi kasih gue waktu-"
Brak
Gebrakan pintu ruang osis terdengar. Marvien muncul dengan mata merahnya, ia telang menangis selama mendengarkan ucapan mereka. Sakit hati? Bukan lagi. Hatinya telah hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
MACAROON & MOMA
FanfictionON GOING Marvien yang merupakan anak tunggal yang tidak berpengalaman mengurus seorang adik tiba-tiba harus menjadi seorang ibu untuk bayi menggemaskan yang ia temukan di depan pintu rumahnya. "HAH! BAYI SIAPA NIH?" Jae, GM genius yang mampu mencap...