Written by: nabellez
Ziana terbangun dari tidurnya, pikirannya penuh dengan teka-teki antara Allan, Dante dan Elena. Terlalu banyak potongan kisah yang harus Ia cari tahu sendiri. Bahkan setiap hari Ziana harus menanyakan tanggal ke orang yang ada di sekitarnya. Mungkin mereka merasa aneh dengan sikap Elena yang terasa asing dan bukan seperti Elena. Begitu pula Ziana, pikirannya berkecamuk dengan hal-hal yang terlalu mendadak ini.
Apa hubungan Ziana dengan semua ini? Apa Ziana ada kaitannya dengan peristiwa ini? Jika tidak, kenapa Ia harus terbawa situasi hingga sejauh ini?
Dia meringkuk memeluk tubuhnya sendiri dalam dingin pagi, bergelut dengan pikirannya.
Ziana... apa kau mendengarku?
Ziana mendengar suara itu, Elena. Ini kesempatan bagi Ziana menanyakan apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka bertiga dan apa hubungannya dengan Ziana.
"Ya, aku mendengarmu. Kau tau, aku bingung dengan apa yang terjadi di antara kalian."
Maafkan aku, Zi. Aku harus meminta bantuanmu. Aku pun ingin semuanya baik-baik saja. Aku akan coba menjawab satu per satu. Apa yang ingin kau tanyakan?Suaranya memenuhi pikiran Ziana, dia tetap meringkuk memeluk tubuhnya sendiri.
"Apa selama ini kau menaruh perasaan pada Allan?"
Tidak, aku tidak yakin. Aku pernah berpikir menyukai Dante, sebelum hal itu terjadi. Hingga kami harus menuju Rotterdam dan bertemu dengan Allan. Dia sangat berbeda dengan Dante, kau pun merasakannya.
"Lalu apa kau masih mencintai Dante?"
Tidak, dia hanyalah laki-laki yang membunuh sahabatku, Adiratna! Dia lebih kejam dari 10 pembunuh bayaran, dia membunuh sahabatku dan benih yang ia tanam.
"Kau yakin? Nada suaramu tidak mengatakan hal yang sebenarnya."
Iya.
Suara Elena melemah, Ziana yakin dia pernah menyukai Dante. Namun kekejamannya membuat segalanya berubah. Sampai kapan pun, Elena tidak akan pernah memaafkannya. Tunggu, tapi kenapa dia ingin menyelamatkan Dante dari kejadian itu?
"Elle ... kau masih di sana?" Namun tidak ada jawaban. Sebenarnya dia masih tidak mengerti apa yang terjadi saat ini. Entah ke mana Elena, dan entah apa yang membuatnya harus terjebak di situasi membingungkan ini.
***
Ziana memulai pagi ini dengan mengumpulkan tugas dari dosen aritmatikanya. Dia mengetuk ruang Pak Ravindra. Pemilik ruangan itu mempersilakannya masuk dan membuatnya menunggu beberapa menit. Perasaan Ziana masih gelisah dengan penjelasan Elena.
Kalau dilihat lekat-lekat, Ravindra cukup tampan. Rahang dan bentuk mukanya sangat tegas, alis tebal dan bibirnya penuh. Namun Ziana teringat sikap kasar Ravindra, begitu pun dengan Dante yang membuatnya bergidik ngeri.
"Sudah puas melihat wajah saya?" Sumber suara itu terasa sangat dekat.
Ziana terperanjat saat melihat jarak hanya satu jengkal tangan saja. Ia segera memundurkan posisi duduknya dan memalingkan mukanya yang sudah memanas. Padahal Ziana sudah beberapa kali berada di situasi seperti ini dengan Dante, tapi tetap saja tubuhnya menegang.
"Tolong minggir Pak!" gertaknya agar laki-laki bertubuh besar yang sudah menimpa badannya ini menjauh.
"Baiklah, tapi jangan pernah kamu seperti itu lagi. Dengan orang lain." Ravindra menjauhkan tubuhnya. Entah apa maksud dari kata-katanya barusan, untuk bernapas saja Ziana sudah kewalahan apalagi harus mencerna kata-kata dosen killer itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BK7 - Kumparan Waktu
RomanceSesuatu yang berhubungan dengan senja selalu saja memuakkan. Ia sangat menyesal mengetahui kenyataan bahwa ia sempat tergoda. "Kamu tidak seharusnya hidup." Suara berat menghancurkan lamunannya. "Kamu lebih baik mati." laki-laki tadi kembali beruc...