Written by: ndyvrms (Instagram) / kelanahimawari (Wattpad)
Suara deru ombak menguasai kesunyian di dalam kapal, agaknya hari ini semua orang memiliki kesibukannya masing-masing. Hembusan napas berat terdengar beberapa kali di kamar Zianna. Ia tidak bisa berpikir jernih, kata-kata Allan tadi pagi masih saja melayang di pikirannya. Di saat hendak menanyakan tujuan Allan mengajaknya pergi, seorang pelayan menyampaikan pesan bahwa ia diminta untuk segera menemui sang Ibu.
Setelah kembali dari kamar sang Ibu, Zianna hanya mampu terduduk di atas tempat tidurnya, menatap kosong cermin di hadapannya. Sebenarnya ia sudah muak berada dalam situasi yang penuh tanda tanya seperti ini, mengapa harus dirinya yang menjadi Elena? Air mata pun rasanya sudah tidak sanggup untuk dilinangkan.
Semua bagaikan kepingan puzzle yang harus disusun. Namun, Elena hanya memberikannya potongan-potongan petunjuk yang sampai kini belum bisa ditemukan jawabannya, pergerakkan Dante dan Allan juga tidak cukup membantunya.
"Oh, God! Aku ingin semua ini segera berakhir dan kembali menjalani kehidupan yang normal." Zianna membaringkan tubuhnya, berharap sesaat kemudian ia akan tertidur agar bisa kembali ke tahun asalnya secepat mungkin.
***
"Zianna, ayo makan siang bersama."
Samar-samar, sebuah suara menyapa pendengaran Zianna. Kelopak matanya perlahan-lahan terbuka, berkedip-kedip menyesuaikan berkas sinar yang masuk ke retinanya. Ia meregangkan sedikit persendiannya lalu mendudukkan diri.
"... Zianna?"
"Tunggu sebentar, Nek."
"Baiklah."
Zianna menatap pintu kamarnya, setelah terdengar derap langkah yang menjauh dari sana. Keningnya mengernyit saat dirasa suara tadi bukanlah suara sang Nenek, suara neneknya tidak mungkin seberat itu. Zianna meraba tengkuknya yang terasa sedikit berat. Gerakan tangannya perlahan terhenti saat merasakan sesuatu asing yang melingkar di lehernya.
"Kayaknya aku nggak punya kalung," ujarnya.
Ia bangkit dari duduknya, menghampiri cermin yang berdiri di sudut kamarnya. Teriakkan kencang memenuhi kamar. Gaun berwarna keunguan masih terpasang di tubuhnya, rambutnya juga masih tertata rapi. Tampilannya sama seperti yang ia pakai sebelum tertidur di kapal.
"Zianna, kenapa kau berteriak?" kini suara ibu Elena yang terdengar.
Bunyi ketukan dan gagang pintu yang naik turun membuatnya menoleh, ia sedikit menetralkan nafasnya. "Ti-tidak, Ibu. Aku baik-baik saja."
"Apa perlu Ibu masuk?"
Zianna menjawab cepat. "Tidak perlu, Bu. Sebentar lagi aku keluar."
"Kalau begitu ibu akan kembali ke ruang makan," kata sang Ibu, "semua sudah menunggumu, jadi percepatlah."
Tubuh zianna terjatuh seketika, kakinya bergetar tidak sanggup menopang dirinya. Raut wajahnya menyendu, matanya menatao kosong selurush isi kamar. Ia pikir, setelah tertidur kamarnya yang sebenarnyalah yang akan menjadi pemandangan pertama saat membuka mata. Namun ternyata, ia masih menjadi Elena.
Biasanya saat sudah menutup mata, ia akan kembali ke tahun asalnya. Kenapa kali ini ia begitu lama berada di sini?
"Apa akan ada petunjuk lain?" lirihnya. "Ah, sudahlah. Lebih baik aku segera ke ruang makan, sedari tadi perutku juga terus berbunyi," lanjutnya sembari mengusap-usap perutnya.
Di ruang makan Zianna tidak terlalu banyak bicara, begitu juga dengan Dante. Perbincangan hanya terjadi antara orang tua Dante dan Elena. Kebingungan tentu saja menggelayuti Elena, tidak biasanya Dante hanya duduk tegap sembari menikmati makanannya. Perbincangan tentang pernikahan merupakan pembahasan yang sangat membangun semangat pria jangkung itu, tetapi sepertinya siang hari ini tidak ada ketertarikan untuk menanggapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BK7 - Kumparan Waktu
RomanceSesuatu yang berhubungan dengan senja selalu saja memuakkan. Ia sangat menyesal mengetahui kenyataan bahwa ia sempat tergoda. "Kamu tidak seharusnya hidup." Suara berat menghancurkan lamunannya. "Kamu lebih baik mati." laki-laki tadi kembali beruc...