Bab 10 - Curiga

100 18 8
                                    

Written by : lailaimagine/lainrrhm


Bunyi debur ombak mengisi pendengaran Ziana sejak beberapa waktu yang lalu, mungkin hampir satu jam lamanya. Ia berada di kamarnya setelah puas berdebat hal tak penting dengan Dante. Ia dari tadi termenung memikirkan Allan yang bisa masuk ke ruang pesta dansa, padahal Allan hanya seorang asisten nakhoda. Ketika ditanya, Allan hanya diam.

Hal itu terjadi hampir lima menit. Ziana menunggunya membuka suara, tetapi Dante menghampiri mereka, lalu mengajak Ziana untuk ke dek kapal supaya bisa menikmati keindahan langit malam. Ziana tidak mau mengikuti Dante dengan alibi ingin memulihkan tenaga apalagi saat ini Elena ogah bersisian dengan Dante. Jadilah mereka berdebat sepanjang dek.

"Daripada memikirkan Allan, lebih baik aku memikirkan cara untuk menyelamatkan ia, Dante, dan Elena," gumamnya.

Pikirannya kembali ke perdebatan dirinya dengan Dante.

"Lepaskan aku! Lebih baik kau memikirkan segala cara untuk menyelamatkan dirimu sendiri dari penyerangan kapal ini," sarkas Ziana.

"Apa? Kau berhalusinasi? Mana mungkin kapal ini bisa diserang!" ujar Dante sambil berusaha meraih pergelangan tangan Elena.

Ziana membalikkan tubuhnya untuk menghadap pria bernama Dante itu.

"Wah, aku terkejut," ucapnya yang membuat Dante kebingungan, "pria yang katanya mencintaiku, nyatanya sama sekali tidak memercayaiku. Dalam sebuah hubungan diperlukan sikap saling percaya, Dante."

Dante mengangkat kedua alisnya, takjub. Ia takjub dengan perkataan bodohnya tadi. Kalau sudah begini, ia harus cepat-cepat membuat kepercayaan Elena kepadanya hadir lagi.

"Dat is het niet, Elena," Dante tidak bermaksud begitu.

"Aku hanya tidak per–maksudku, aku hanya sangsi terhadap pernyataanmu. Bagaimana kau bisa melihat masa depan, Elena? Kau yakin itu akan terjadi?"

Ziana memandangnya datar. Ia tahu kalau Dante tidak menggubris perkataannya. Ia tahu betul. Selanjutnya ia tertawa hambar.

Gemuruh ombak menyadarkannya dari lamunan. Ia menengadah, caranya ketika berusaha memecahkan masalah yang berat. Ya, menolong mereka rasanya susah sekali. Belum lagi membuat Dante percaya dengan perkataannya dan seluk-beluk Elena yang tidak ia ketahui. Ia juga bingung perihal pernikahan Dante dengan Elena. Apakah saat pernikahan itu berlangsung, Ziana akan memasuki tubuh Elena? Jika tidak, apa yang akan terjadi? Sepertinya ia juga harus menanyakan sesuatu tentang ini kepada mama Elena.

"Satu lagi, apa yang bisa kuperbuat untuk menyelamatkan mereka?" desahnya. Rasanya ia ingin tidur saja agar beban-beban di pundaknya bisa menghilang.

Ziana berdiri perlahan karena rasa kantuk yang menerpanya. Namun, ia teguhkan dalam hati untuk bertanya-tanya dahulu pada siapa pun agar ketika ia kembali menjadi Ziana yang sebenarnya, ia bisa langsung memikirkan segala cara untuk menyelamatkan mereka. Jemarinya memegang kenop pintu kamar. Seketika angin malam menyambutnya. Ia pun bergegas pergi dari kamar.

*

"Nona, apa yang kau lakukan di sini?"

Ziana menolehkan kepalanya. Ia melihat seorang lelaki berpostur tegap memakai pakaian khas anak buah kapal. Memang, sedari tadi Ziana hanya duduk di bangku panjang yang ada di pojok dek kapal. Ia menghela napas panjang. Bagaimana ia bertanya pada mama Elena kalau kamar beliau tidak ia ketahui? Untung saja masih ada seseorang yang terjaga.

"Apa kau tau di mana kamar mamaku?" tanyanya.

Lelaki tersebut menjawab, "Maaf. Ini larut malam, beliau pasti sudah terlelap."

BK7 - Kumparan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang