Written by: Dyah_Ikha
Ravindra D
Sapu tangan itu terus ia usap semenjak tidak sengaja menemukannya, mengaitkan dengan kertas yang ia temukan. Ziana ingat Dante pernah sempat menyinggung masalah perseteruan di antara mereka.
Apa Dante ingin memberitahu ku siapa yang membunuh Adiratna? Ahh sial! Tapi 'kan kata Elena dia yang membunuh?! ,batin Ziana berkecamuk. Kalau saja ayah Dante belum datang... ehh tapi saat itu Dante kelihatan gelisah, kenapa?
"Ya Tuhan kenapa semua kejadian ini membuatku tambah frustrasi?!" Ziana menjambak rambutnya mununduk sambil menopang kepala di atas meja kantin.
"Kamu kenapa, Zi?" Adelina datang menghampiri mejanya. "Kok kelihatan sedikit, err ... kacau?"
"Dell ...," rengek Ziana, "aku capek banget ... pengen tidur bentar, lagi mumet nih." Ziana semakin membenamkan wajahnya.
"Ya udah kamu tidur aja, aku tungguin. Masih ada empat puluh menit kok." Adelina menatap tajam sapu tangan yang digenggam sahabatnya itu.
***
Ziana melangkah menyusuri lorong kampus, melamunkan puzzle teka-teki yang masih begitu abu-abu. Hidupnya tidak akan tenang jika masalah ini masih menggantung. Ia masih bergelut dalam dunianya sendiri sampai sebuah suara terdengar samar-samar dari kejauhan. Ia melihat orang yang dikenalnya saling berhadapan satu sama lain, ralat, sepertinya itu labrakan?
"Eh, napa Klaus narik kerah Pak Ravin?" gumamnya.
"Lo goblok banget sih jadi orang!" bentak Klaus.
Sepertinya Pak Ravindra masih bisa mengontrol emosi, terlihat dari jawaban yang dilontarkan tidak terdengar seperti bentakan si Klaus.
"Harusnya lo jauhin tuh si pembunuh dari Ziana!!" Sekali lagi suara Klaus naik satu oktaf.
Ziana mengernyit bingung mendapati dirinya disebut. Ia ingin menegur sikap Klaus yang tidak sopan menarik kerah dosen yang masih di lingkungan kampus. Beruntung lorong kampus ini sepi menjelang sore.
Sebelum Ziana lebih mendekati keduanya, ia menangkap sosok familier tidak jauh dari mereka, berdiam diri memandang pertikaian antara Klaus dan pak Ravindra.
Menguping? Ahh mana mungkin ia seperti itu, t-tapi kenapa sekarang Adelina menatap tajam ke arahku? Ziana menelan ludah.
Segera ia berbalik ke belakang mencari jalan lain, berjalan cepat gelisah. Ia masih tidak percaya, kali pertama ia melihat tatapan sahabatnya seperti itu.
Mengapa ia begitu? Biasanya 'kan kita saling lempar kode tangan bahkan gerakan-gerakan berlebih jika dalam situasi semacam .
"Sudahlah ... lebih baik aku segera pulang," erangnya
***
Di kamar, Ziana masih memikirkan sikap Adelina terhadapnya, ingin menghubungi tapi ia bingung harus bertanya apa. Lelah berpikir ia memutuskan untuk membantu neneknya menyiapkan makan malam.
Setelah selesai dengan kegiatan di luar kamar, ia mulai mengerjakan tugas kampus, tugas yang diberikan pak Ravindra benar-benar memakan waktu yang sangat lama, seketika teringat akan kejadian tadi sore. Ziana merenung memikirkan perkataan Klaus yang menyinggung namanya.
Kenapa aku harus dijauhkan dari pembunuh itu? Maksudnya Dante? Tapi jika memang Klaus benar-benar Allan seperti ceritanya tempo hari, mengapa ia bisa tau? Bukankah pembunuhnya Dante? Kenapa kalimatnya seolah mengarah ke orang lain? Dan kenapa namaku yang disebut, Ziana bukan Elena? Memangnya pembunuh itu masih hidup di zaman ini?'
KAMU SEDANG MEMBACA
BK7 - Kumparan Waktu
RomanceSesuatu yang berhubungan dengan senja selalu saja memuakkan. Ia sangat menyesal mengetahui kenyataan bahwa ia sempat tergoda. "Kamu tidak seharusnya hidup." Suara berat menghancurkan lamunannya. "Kamu lebih baik mati." laki-laki tadi kembali beruc...