Written by: mrs_salmon
"Sebenarnya apa yang ada di pikiranmu?! Apa kata Dante dan keluarganya jika mereka melihat kejadian tadi?!" Wanita itu bertanya dengan tak habis pikir, memandang putri semata wayangnya.
Ziana hanya bisa menunduk, mengatur napasnya dari sisa-sisa tangisnya tadi. Begitu memergokinya tadi, mamanya segera menariknya ke dek samping kapal, di mana tak banyak orang berlalu lalang.
"Siapa pria asing tadi? Jangan-jangan kamu sudah lama mengenalnya? Kalian menjalin hubungan diam-diam?" Ia menatap sangsi, mengintrogasi Ziana.
"Ti—tidak! Aku ... tahu dia di kapal ini, Ma. Aku hanya tau dia asisten nahkoda kapal dan namanya Allan. Itu saja ...."
"Lalu? Kenapa kamu menangis?"
"I—itu ... tadi entah kenapa saat melihat ke air, tiba-tiba aku merasa seolah-olah kapal ini akan tenggelam. Aku takut dan terserang panik," jawab Ziana setengah berdusta. Karena tidak mungkin juga ia menceritakan trauma yang disebabkan oleh memorinya tentang orangtua aslinya. "Mungkin karena kelelahan, pikiranku jadi kemana-mana ... maafkan aku, Ma. Aku tidak bisa mengendalikan diri."
Wanita itu menghela napas berat. "Tapi tetap saja, kamu tidak bisa memeluk pria asing seperti itu, Elena. Apa kamu lupa? Kamu itu perempuan dari keluarga terpandang dan akan segera menikah."
"Maaf, Ma. Aku tidak akan mengulanginya lagi," jujur, Ziana sendiri tidak mengerti kenapa tubuhnya bisa tergerak memeluk pemuda tadi. Satu-satunya hal yang ia rasakan hanya perasaan begitu familiar, rasanya seperti rumah telah lama tidak ia kunjungi. Hingga Ziana tidak kuasa untuk segera pulang.
Bahkan ada kecewa yang menjalari dadanya, ketika dengan paksa harus melepas pelukannya.
"Baiklah, Mama percaya. Sekarang lekaslah sarapan. Kamu belum makan sama sekali 'kan dari semalam? Semua orang lama sekali menunggumu di perjamuan tadi. Dante bahkan belum memakan sarapannya karena menantimu," utusnya seraya mengusap bahu Ziana. "Dante bilang kalian sedang terlibat permasalahan belakangan ini, jadi kamu selalu menolak bicara. Memangnya ada masalah apa?"
"Di—dia bilang begitu?" Ziana memasang wajah heran, karena tidak mengerti masalah apa yang dimaksud. Pasti Elena asli yang jelas tahu! Harusnya dia saja yang ketemu Pak Dante itu! Aku bahkan belum tahu kenapa aku bisa di sini! Please, aku ingin kembali ke tempat asalku sekarang!
"Selama ini Mama tidak ingin ikut campur apa pun masalahmu dengan Dante. Karena Mama menganggap kamu sudah dewasa dan menghargai privasi kamu. Jadi Mama harap apa pun masalah kalian, bisa kamu selesaikan dengan baik juga. Lagipula kalian kan akan jadi suami-istri."
"Iya, Ma. Aku akan segera berbaikan dengannya, Mama tenang saja," Ziana memilih menjawab dengan semestinya, agar wanita itu tidak khawatir. Selepasnya, Ziana langsung beranjak menuju kantin kapal, meski penuh keraguan di dadanya.
___
Duh, sebenarnya kapan aku akan kembali ke rumah?! Masa aku harus menemui Pak Ravindra KW itu?! Nanti aku harus bicara apa?!
Ziana meremas rok bajunya, dengan gusar mengintip dari pintu kantin. Perhatiannya tidak lain, tertuju pada pemuda berstelan putih yang tengah duduk di mejanya, tampak fokus pada koran di tangannya. Apa di zaman ini sudah ada koran? Sebenarnya tepatnya ini tahun berapa? Astaga, aku jadi menyesal tidak pernah serius belajar sejarah. Yah, bagaimana lagi? Hitungan lebih menyenangkan.
"Ya ampun! Dia memang setampan yang orang-orang bicarakan!"
"Mengapa dia tidak jadi suamiku saja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BK7 - Kumparan Waktu
RomantizmSesuatu yang berhubungan dengan senja selalu saja memuakkan. Ia sangat menyesal mengetahui kenyataan bahwa ia sempat tergoda. "Kamu tidak seharusnya hidup." Suara berat menghancurkan lamunannya. "Kamu lebih baik mati." laki-laki tadi kembali beruc...