-05

187 16 1
                                    

Hak Cipta bukan milik penulis. Apapun yang terjadi disini tidak terjadi di dunia nyata.

Sinar bulan keperakan masuk melewati jendela lebar dengan gorden yang dibiarkan terbuka, menjadi satu-satunya penerangan. Siluet pemuda tampak duduk tak bergeming dari ranjang berseprei satin. Kelopaknya yang berbeda warna memantulkan cahaya seolah membuatnya berpindar. Kelopak yang dulunya sama-sama biru, kini ditemani warna merah darah khas yang dimiliki orang albino. Seolah membuktikan hal itu, rambut yang dulunya hitam kini menjadi putih keperakan terkena sinar bulan.

Shinji menghabiskan malamnya dengan terjaga seperti itu, seolah tubuhnya tidak membutuhkan tidur-atau lebih tepatnya, menolak untuk tidur. Kini ia cukup memejamkan mata beberapa menit untuk mengisi ulang tenaganya, bahkan setelah beraktifitas padat sepanjang hari. Metabolismenya yang luar biasa itu berbanding terbalik dengan nafsu makannya. Kini ia jarang merasa lapar, pun tampaknya tak ada dampak signifikan bila ia lupa mengisi perutnya, seolah energinya tak terpengaruh dengan asupannya. Tapi ia belum sempat mencoba lebih dari sehari sebelum Ryu-san menyadarinya.

Misato mendapat laporan Ryu-san dan mengira itu bagian dari akumulasi stress, tapi Shinji pernah merasa lebih buruk dari ini, dan ia masih bisa lahap. Shinji curiga semua itu berhubungan dengan perubahan dalam tubuhnya. Ia berusaha bersikap senormal mungkin agar dr. Akagi tidak menemukan anomali itu hingga ingin melakukan percobaan padanya.

Tangannya turun meraba dadanya, merasakan massa tubuhnya yang berubah; ototnya menjadi yang lebih dominan, walau ia tak pernah berolah raga. Jika dulu tingginya berada di rata-rata teman sekelasnya, maka sekarang ia termasuk yang paling tinggi. Walau belum bisa setinggi Kaji-san atau Ryu-san.

Gerakan disudut matanya membuatnya menoleh pada gadis kecil yang tidur dibalik selimut bagai kepompong. Himawari langsung pulas begitu kepalanya menyentuh bantal. Gadis itu tak mengeluarkan suara lagi semenjak memangil namanya. Dan tampaknya tak begitu peduli pada hal lain selain Shinji. Ia tidak bisa bilang itu hal aneh karena ia tidak pernah berhubungan dengan anak kecil pada dua masa hidupnya, atau memahami psikologi. Tapi melihat Ryu bersikap seperti biasa, ia kira itu hal biasa untuk anak yang menderita trauma. Saat matanya mengamati gadis kecil itu, langit di luar perlahan berubah warna kemerahan.

Ryu-san sedang membalik pancake saat Shinji turun dari kamarnya. Himawari bergelayut dalam gendongannya, mengucek mata dan menguap.

"Pagi!" sapa Ryu.

Shinji menurunkan Himawari ke kursi disebelahnya, tapi anak itu melingkarkan lengannya ke lehernya, membuat Shinji akhirnya mendudukkannya ke pangkuannya. "Pagi, Ryu-san."

"Karena libur 3 hari mu habis hari ini, kau bisa kembali ke NERV."

"Pukul berapa percobaan Eva?"

"Ah, mulai hari ini kau akan bergabung dengan divisi teknik."

"Mulai hari ini?"

"Yeah, tidak perlu cemas soal Himawari. Saat kau selesai, kita bisa menjemputnya dari panti asuhan," Ryu berkata lebih pada Himawari dari pada Shinji. Seolah memintanya untuk mengerti ini bukan sesuatu yang bisa di tawar. Shinji tidak yakin gadis itu secara psikologis bisa mengerti, tapi setelah beberapa saat akhirnya ia mengangguk. Ryu tersenyum lebar, "Sepakat!"

Lalu pria itu menatap Shinji, "Sebelum itu ada yang perlu dilakukan." Senyumnya yang menakutkan membuat Shinji merinding. Setelah piringnya kosong, Shinji diseret menuju kamar mandi, "Kau perlu kamuflase! Wajahmu terlalu terkenal!"

Saat keluar kamar, rambut putihnya yang sebelumnya sudah terpangkas pendek ala militer, kini lengkapi lensa kontak biru yang membuatnya seperti blesteran. Kaos hitam, celana Camo, dan sepatu boots militer menyamarkan umurnya yang sebenarnya. Ditambah dengan tingginya yang mengamuflasekan dirinya sebagai pria muda yang menginjak usia awal 20-an. "Kode namamu Adán," ujarnya sambil menunjuk.

RESETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang