-06

211 18 33
                                    

Bangsal di NERV sangat besar, tapi karena tidak menerima pasien umum, lorong-lorongnya begitu sepi. Shinji cukup familier dengan tempat ini. Dari letak bangsal ini, ia bisa melihat lingkungan geofront bila menatap keluar melalui jendela; akan tampak hamparan hutan belantara dan danau buatan yang mengitari 'lubang raksasa'. Tentu saja ini membuat siapapun yang berjalan disini juga punya 'tingkat keamanan' khusus.

Oleh karena itu, cukup mengejutkan saat ia melihat orang asing tanpa seragam NERV berjalan di area ini. Berjalan dengan cara seolah di halaman rumahnya sendiri.

Jelas dia bukan orang biasa.

Tidak ada orang biasa yang berjalan bersisian dengan ayahnya seolah kedudukan mereka sejajar. Paling tidak, tidak di NERV. Pria berwajah ramah itu, tak pernah senyumnya memudar di depan ekspresi permanen ayahnya yang datar dan dingin. Shinji tak bisa menebak jelas umurnya; ia masih tampak muda—mungkin seusia Sersan Ryu—tapi orang Asia rata-rata kelihatan lebih muda dari umurnya. Terlebih, ia tampak sangat berkuasa....

Keduanya diikuti sekelompok pria berjas dan berkacamata hitam. Mereka tampak biasa saja, tapi earphone ditelinga mereka mengungkapkan fakta lain.

Pria itu memakai setelan jas formal dengan hanfu membungkusnya. Tapi, sekali lihat pun Shinji tahu bahwa setelan itu tidak murahan; potongannya rapi dan melingkupi profil-nya seperti kulit kedua seolah dibuat khusus untuknya. Saat ini sudah jarang sekali ada orang yang memakai kimono, karena dirasa kurang praktis dan juga sudah tidak banyak pengerajin kimono yang tersisa. Hal ini menunjukkan bahwa latar belakang pria itu tidak biasa. Rambut hitamnya dipotong dan ditata dengan gaya elegan. Saat ia tersenyum, matanya ikut tersenyum dan ujungnya agak naik membuatnya tampak seperti rubah. 

Saat mereka berpapasan, mata pria itu jatuh padanya. Shinji mencium wangi dupa, membuatnya memelankan langkah sambil menoleh padanya. Seketika mata mereka bersirobok, perbwdaan tinggi badan mereka, membuat Shinji harus mendongak. Ekspresi pria itu menggambarkan sesuatu yang tak dapat dijelaskan Shinji. Namun, ekspresi itu sedetik kemudian hilang. Ia tersenyum sambil menyapanya dengan anggukan, yang dibalas Shinji dengan cara yang sama.

Setelah beberapa langkah pria itu berhenti dan menoleh ke belakang, pada punggung Shinji yang menjauh.

"Dia... Pilot Shinji Ikari-kun, benar?" Nadanya lembut tapi tegas, cara bicaranya seolah ia tak pernah dibantah. Seolah terbiasa di puncak kekuasaan.

"Benar."

"Bukankah cukup berat melepaskan putra satu-satunya ke medan perang di usia yang masih sangat muda..."

"Bila itu harga yang harus Saya bayar demi umat manusia."

Pria itu tersenyum, "Jika itu yang ada dalam pikiran Ikari-san, tentu Saya merasa sangat lega. Di masa seperti ini dengan NERV berada di garis depan, memimpin semua unit untuk bersatu mempertahankan masa depan sungguh membuat orang seperti ku lega.... Terlebih kita adalah rakyat Jepang lebih dulu sebelum masyarakat dunia. Dan tentunya NERV tidak akan lupa di tanah mana ia berada."

Wajah Gendo tak menunjukkan ekspresi apapun.

Pria itu membuka mata sipitnya, tatapannya tampak dingin, walau senyumnya tak pernah memudar, "Aku harap Ikari-san tidak melupakan panggilan negara."

"Tentu saja, Hiro-dono..."

"Bagaimana jika Saya mempertimbangkan tawaran Ikari-san dengan satu syarat?"

"Saya mendengarkan."

"Tidak perlu terlalu tegang, ini bukan syarat yang sulit. Nah... kebetulan Kako heika* sempat menyebut ketertarikannya untuk bertemu dengan Pilot Ikari-kun. Bila Anda setuju dengan ini, maka Saya akan mengirimkan undangan resmi dari Royal House." (*Yang Mulia).

RESETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang