1. Sabtu Malam🍃

1.8K 96 3
                                    

Sabtu Malam kali ini, aku bertapa dikamar, merasakan ada hal yang kurang, tersadar betapa aku merindukan tatapan datar dari sang kekasih. Suara detik jarum jam terus menemani, namun tidak bisa membuat ku terpejam teringat sosok Mas Galen. Meskipun bila bertemu hanya sekedar nongkrong diBINZA’CAFÉ berbagi cerita satu sama lain, kali ini tidak ada, dirinya terlalu sibuk. Memang sejak beberapa hari kemarin juga kami sudah tidak pernah bertukar kabar, setelah bertemu terakhir kali diMall, dia membelikan jam tanagan baru untuk ku.

Jadwal oprasi menjadi prioritas, dengan menyampingkan totalitas dalam memberikan perhatiannya pada ku, sehingga tenaga dan pikirannya dikuras oleh pekerjaan. Terhitung beberapa jam lalu, dirinya mengabari bahwa baru saja keluar dari ruang oprasi setelah jadwal terakhir praktik, dia menyempatkan untuk rehat sejenak dirumah.

Rasanya suntuk sekali berdiam diri dikamar sendiri, bagai putri Rapunzel dikutuk dan dikurung diMenara. Aku terus mencari posisi tidur yang nyaman, namun tidak ku dapati. Ketika ingin beralih kedapur berharap setelah makan bisa tidur, tiba ponsel ku berdering begitu keras. Bagai mendapat uang kaget, aku kesenangan saat para sahabat ku mengajak keluar, kebetulan sedang membutuhkannya dari kejenuhan terhadap pekerjaan, Khanza dan Moci mengajak nongkrong dicafe langganan kita bertiga. Namun sebelum itu, aku mengirim pesan pada kekasih ku, meminta izin walau tidak dilihat dan dibalas, khawatir menelpon tiba-tiba. Bila ketahuan aku keluar tanpa mengabarinya, esok pagi dirinya mengintrogasi ku dengan segudang pertanyaan, ujung-ujungnya mendiamkan ku 24 jam, ponsel ku sangat sepi tanpa ada notifikasi darinya.

Kami sudah duduk ditempat incaran moci, tidak lain dilantai dua, meja paling ujung, dengan pemandangan malam sungguh syahdu.

“Tumben, gak sama pak dokter?”

“Dia lagi istirahat dirumah, beberapa hari ini jadwal oprasinya tidak ada jeda.” Ucap ku selagi menyantap nasi liwet bebek gorong.

“Biasa moc, Kerja terus, buat modal nikah. Bentar lagi mereka mau nikah,” ucap khanza,

“Halah, dari dulu bilangnya mau nikah terus, tapi gak nyebar-nyebar undangan. Males gue dengarnya.”

Aku dan khanza tertawa,

“Doakan saja, siapa tahu besok surat undangan udah ada didepan pintu rumah kamu.”

“Hemm, surat undangan pernikahan orang lain!” jawab moci, aku dan khanza kembali tertawa.

“Ri, hubungan lo udah berapa tahun sih sama pak dokter?” tanya khanza,

“Tiga tahun pas, kemarin baru rayain anniversary.”

“Dimana?”

“Puncak.”

“Berdua? Menginap?” tanya kanza dan moci berbarengan, aku melihatnya dan mengangguk.

“Kenapa?”

“Terjadi sesuatu?”

Aku melihat keatas, seolah berpikir. Padahal semua itu sudah terekam permanent dipikiran ku, karena itu sangat manis. Aku mengangguk,

“OMG, RIA!” teriak khanza dan moci,

“Kalian kenapa sih?”

“Tidur satu ranjang, satu kamar?”

Aku mengangguk kembali, keduanya menggelengkan kepala. Aku tersenyum, pasti mereka memikirkan hal yang kotor. Padahal kami tidur saling membelakangi, namun saat bangun tidur sudah berpelukan, cuaca dipuncak dingin, guys.

“Bila ketahuan pak RT, udah ditangkap nikah, kalian.”

“Iya ih, lo bikin jomblo iri saja.” Ucap khanza, aku terkekeh.

GARIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang