Pelajaran Bahasa Indonesia, sebagian murid mengecap pelajaran menjengkelkan kedua setelah Matematika.Bertopang dagu bosan, Arel mengedarkan pandangan sekedar ingin tau siapa yang benar-benar memperhatikan guru di depan sana. Matanya spontan menyipit dengan kernyitan dahi jijik. Falleo tengah mengupil dengan begitu santai, diselingi kepala yang bersandar tenang.
Cowok itu langsung membuang muka, definisi orang yang memalukan diri sendiri yah begini nih.
“Sehubungan kalian punya waktu empat jam untuk mata pelajaran Indonesia, saya mau ngasih tugas praktek per kelompok.”
Celaka!
Anak kelas Ipa 1 itu tidak terbiasa melakukan kerja kelompok begini.
“Nanti akan saya bagi kelompoknya, satu kelompok minimal diisi tiga orang, yang lebih boleh ambil empat orang. Pembahasannya tentang laporan hasil pengamatan sekitar yang disampaikan lewat berita.”
“Jadi ada reporter, dan beberapa orang yang diwawancarai. Saya beri waktu setengah jam, cari topiknya setelah itu maju untuk kelompok yang saya panggil”
“Dimulai dari sekarang. Cepetan!”
Tau begini nyesel Madhava sekolah.
Satu jam setengah berlalu...
“Mbak diem ya! Saya lagi ga ngomong sama Mbak nya!”
“Loh apa yang saya bilang bener kan, dan apa yang Ibu bilang salah kan?!”
“Kenapa malah gue yang salah?! Kenapa ga Lovia aja?”
“Lo kaya tai juga ya gue liat-liat.”
“APA KATA LO!!!”
“Heh.... heh!” Ibu Puspa memijit pelipis pusing, “saya suruh kalian untuk kerja kelompok bukan malah jadi kaya berebut sembako gini!”
Ia menghela nafas “Yovandra maju. Bawa kelompok kamu,” ujarnya tidak ingin memperpanjang.
“Terus kita gimana Bu?” Jesslyn bertanya.
“Tidak ada nilai, minus. Silahkan kembali ke tempat duduk masing-masing!” Terlihat jengkel dari ekspresinya, membuat Lovia tidak berani untuk mengeluarkan unek-unek.
Yovandra maju bersama Arel dan Madhava dikedua sisinya. Ia duduk di bangku yang telah disediakan, dan memulai pembahasan dengan topik: ‘kejahatan dimasyarakat’ yang mereka angkat.
“Gue mau tanya....”
“Gunakan bahasa Indonesia yang benar dan sopan, ketua” sela guru paruh baya tersebut membuat Yovandra memutar bola matanya malas.
“Saya ingin mengajukan pertanyaan. Apakah anda kenal dengan tersangka?” Tanya cowok itu pada Madhava yang notabenenya berperan sebagai saksi.
“Tidak,” jawab Madhava santai.
“Jadi anda tidak kenal dengan orang yang duduk di samping saya?” Ia menunjuk Arel yang bermain sebagai pelaku kejahatan.
“Kenal.”
Yovandra mengernyit bingung, rasa-rasanya pembahasan seperti ini tidak ada dalam catatan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATTHAREL
Teen FictionSub karakter dari cerita ini adalah Attharel Shayer Rodego. Seorang cowok yang setiap langkahnya selalu dikelilingi oleh berbagai macam gosip dan rumor. Dia orang yang populer dalam lingkup sekolah, tetapi bukan cuma populer di sekolah saja, dia dia...