'ATTHAREL : 01'

282 140 33
                                    


Hujan turun saat waktunya pulang sekolah itu tidak enak.

Mungkin bagi sebagian orang yang mampu untuk membawa kendaraan roda empat sendiri ke sekolah adalah hal yang patut untuk disyukuri, tetapi untuk anak-anak yang bahkan menunggu tranportasi umum lewat itu begitu susah.

Karena cuaca yang tidak bagus seperti ini, membuat sebagian orang malas untuk beraktivitas, itu sebabnya Ivona sudah berdiam diri selama hampir 20 menit sekian. Namun, tidak kunjung juga melihat adanya hilal transportasi umum.

Ia yang berdiam diri di halte bus tersebut hanya mampu merengut kesal sembari bolak-balik melihat adakah setidaknya kenalan yang bisa dimintai tumpangan.

“IVONAAA!!!! SAYANGKUUU! DULUAN YA JABLAY!!!!” Teriakan salah seorang cewek yang dibonceng menggunakan motor perlahan mereda, Ivona masih mencerna apa yang terjadi.

Gadis itu perlahan mengepalkan tangan dengan mimik kesal yang ketara “GUE SUMPAHIN LO KELINDES TRUK TRONTON, BITCH!!” Balasannya hanya diacungi jari jempol.

Demi apapun, hari ini benar-benar menjengkelkan. Datang bulan dan dihadapkan dengan situasi seperti ini sangat menguras energi, sepanjang jarum jam berbunyi mood Ivona benar-benar tidak karuan. Cewek itu kembali duduk sembari bertopang dagu.

“Kenapa belum pulang Vy?” netra Ivona langsung berbinar saat dilihatnya segerombolan cowok dengan jaket kebanggaan mereka berhenti tepat di hadapannya, terlebih sang pemimpin kini turun menghampiri Ivona yang sedang berteduh.

“Ole...!” Rengeknya dengan mimik dibuat semelas mungkin

“Gue dari tadi nunggu angkutan umum nggak ada yang lewat. Ini udah jam 17.10, bisa abis sama Ayah gue kalo ga cepet pulang.”

Sosok yang dimintai bantuan oleh Ivona secara tidak langsung itu menoleh ke arah seorang cowok yang tidak mau turun dari motornya, ia terlihat tidak peduli dengan apa yang dibicarakan oleh mereka.

“Pulang sama Arel aja gih.”

“Nggak muat, cuma cukup buat satu orang” jawaban yang dilemparkan oleh cowok itu membuat Ivona mendelik sewot.

“Kalo kaya gitu lo bisa dong jalan kaki nyampe rumah lo.”

“Lo aja sana yang jalan kaki.”

“Tapi kan kaki gue tuh sangat berharga!”

“Lo pikir kaki gue nggak berharga?”

“Lo kan temen gue!”

Dari balik helm yang masih terpasang, Ivona tau bahwa netra cowok itu melirik sinis untuk melayangkan protes, namun belum sempat itu terjadi, perintah selanjutnya membuat bungkam Attharel yang ingin bersuara.

“Anterin pulang Rel, kalian satu arah. Jagain biar nggak ada yang lecet sedikitpun.”

“Sana Vy pulang sama Arel.”

“Yeay! Makasih banyak-banyak yaa sayangkuu...!” Tanpa banyak aksi, cewek itu segera menaiki motor besar yang terpampang jelas ada pengendaranya, Attharel yang bahkan belum siap untuk menahan berat beban, dibuat sedikit oleng menyamping saat gerakan grasak-grusuk Ivona membuatnya kehilangan keseimbangan.

“Duh dinginnya nembus to the bone,” Ivona berdehem cukup keras.

“Kamu gamau pinjemin aku jaket apa beb? Aku bisa kena hipotermia tau kalo kaya gini.”

“Bagus lah.”

Apanya yang bagus, sialan?!

“Hih jahat banget loh jadi cowok. Jaket murahan ini, pelitnya najis!” Meski bibirnya melengkung membentuk sebuah senyum, namun Ivona mengatakan itu dengan urat leher yang tercetak menonjol keluar, begitu jelas bahwa ia sedang menahan gejolak emosi.

ATTHARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang