Pemilihan tempat yang strategis serta jauh dari padatnya aktifitas manusia, membuat orang-orang yang terlibat dalam tawuran kali ini bersungguh-sungguh untuk tunjuk aksi hebat mereka.Dikelilingi dengan banyaknya siswa yang masih mengenakan seragam sekolah berbeda, tidak semata-mata membuat ketujuh remaja itu berdiam gemetar. Sebenarnya kejadian seperti ini tidak pernah terpikirkan dalam benak mereka, situasi dimana harus dihadapkan dengan orang-orang yang membawa banyak senjata tajam dengan posisi ketujuhnya yang tidak memiliki persiapan matang.
Terlihat mustahil memang untuk melawan, tetapi jika itu menyangkut tentang kehormatan, mau bagaimana? Gass aja udah!
“Gue pikir lawannya bakal sekuat apa sampe lo pada minta tolong sama Aodra,” salah seorang diantara mereka yang memegang balok kayu ukuran sedang, mencibir remeh.
“Ternyata cuma sekumpulan cowok cantik yang ga ada apa-apanya.” Pernyataan itu ditunjukkan kepada sosok Attharel yang masih setia bersandar di motor dengan malasnya memandang sekumpulan orang-orang berjaket merah tersebut.
Arel menaikan sebelah alis tertantang, “lo ngoceh apa bangsat?” Ujarnya sengit.
“Mereka ini kalo ga salah anak-anak gelandangan yang disewa sama geng lain buat dimintai power, kan?” Seorang cowok dengan seragam putih abu yang masih terpasang lengkap beserta atributnya disertai jaket kebanggaan Pasveraz itu, tersenyum menyebalkan. Falleo Romejo namanya, siswa kelas XI Ipa 1 yang mempunyai wajah manis, sekaligus merupakan wakil dari Pasveraz.
“Geng kelas teri belagu amat,” sosok lain menimpali. Ecan Nevalion, bungsu yang dimiliki oleh Pasveraz itu menjulurkan lidah, meledek.
Pimpinan dari Aodra yang sejak tadi terdiam mengamati situasi, menggertak gigi marah. Ia memandang nyalang wajah-wajah dengan ekspresi tengil di depan sana. “Nggak usah banyak bacot lo pada! Semuanya bakal kita babat tanpa sisa!!”
Saat instruksi menyerang keluar dari mulut seorang Gestara—ketua Aodra, saat itu pula puluhan remaja dengan senjatanya bergegas menyerang ketujuh inti dari Pasveraz.
“Romi, ambil posisi dibagian utara. Lumpuhin semua yang bersenjata.” Yovandra Neilsen, sosok yang memegang nomor satu dilingkup Pasveraz itu memberi perintah pada salah satu rekannya.
“Eh.... gue sendirian?” tanyanya.
“Kenapa? Keberatan?”
Rondemio Noel Sadipta, terkekeh ringan. Ia menyeringai setan diantara gelapnya malam “What do you think? For you information, gue lagi seneng sekarang.” Sosok lincah itu bergerak melompati beberapa orang yang berusaha untuk menghadang.
Yovandra membidik fokus pada orang-orang yang ia anggap punya pengaruh cukup besar dalam komplotan tersebut. Netra kelamnya mulai mengamati setiap pergerakan dari sang lawan.
“Pisah, jangan jadi satu! Lo pada bisa dikepung habis-habisan kalo ga ada jarak.” Cowok itu memberi peringatan kepada teman-temannya sebelum melangkahkan kaki mendekat pada target yang telah ia tentukan.
“Berhenti di situ. Berhenti gerak kalo nggak mau gue gorok!” Remaja dengan tubuh gempal disertai codet di bibirnya, menghalau pergerakan Madhava yang hendak menjauh dari orang-orang yang melingkarinya.
“Apaan sih?” Dengusan jengkel keluar dari sosok tampan tersebut.
“Lo pikir lo siapa?”
“Jangan main perintah-perintah deh,” lanjutnya tidak suka.
“Hah?!! Udah dibilangin buat diem, beneran mau digolok ya?!!”
Bugh!
Sosok itu tersungkur akibat tendangan Madhava pada dagu runcingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATTHAREL
Teen FictionSub karakter dari cerita ini adalah Attharel Shayer Rodego. Seorang cowok yang setiap langkahnya selalu dikelilingi oleh berbagai macam gosip dan rumor. Dia orang yang populer dalam lingkup sekolah, tetapi bukan cuma populer di sekolah saja, dia dia...