'ATTHAREL : 09'

64 23 4
                                    


Jam masih menunjukkan pukul delapan lewat empat puluh menit, tetapi anak-anak biadab yang membuat aturan sendiri seolah itu sekolah peninggalan bapak moyangnya, dengan enteng memilih nongkrong di gazebo lapangan utama.

Mereka bersenandung, berjoget, dan bernyanyi dengan ria seolah tidak peduli jika nanti aksi mereka akan sangat menganggu proses belajar para murid lain.

Dipimpin Ecan yang begitu ramai menyuruh Arel untuk membawakan sebuah DJ remix, yang tentu saja langsung mendapat tatapan sinis dari sang empunya, kemudian dilanjut oleh vokal dalam Rondemio yang membawakan sebuah lagu berjudul 'Terima kasih' ciptaan dari seorang musisi terkenal.

Salah satu bait liriknya dinyanyikan cukup keras oleh cowok itu ketika tatapannya jatuh pada seorang gadis berpita yang baru saja menuruni anak tangga kelas menuju arah ruang guru. Tatapan keduanya sempat bertemu, hanya sedetik, dan selesai.

“Terima kasih atas segala rasa”

“Pada hari itu pun aku turut bahagia.”

“Karena aku, selalu tau.”

“Menyukaimu bukan berarti selalu.....”

“Memilikimu~”

Petikan terakhir dari gitar yang dimainkan oleh Madhava menjadi penutup lagu dengan penuh makna tersebut. Makna yang sangat dalam tentang bagaimana percintaan zaman sekarang, para anak muda yang menjalin hubungan tanpa status karena memang tak bisa memiliki sepenuhnya sang pujaan hati. Pesan mendalam dari lagu ini adalah, cinta tak harus memiliki.

“Request lagu One Direction bang.” Salah satu junior yang kebetulan melewati kumpulan bengal tersebut berucap spontan tak kala netranya menatap penuh kagum.

“Lir ilir mau?” Ditanggapi begitu oleh Rondemio membuat sosok itu menggeleng sembari melanjutkan langkahnya.

“Orang minta lagu barat dikasi lagu rohani, lo pikir dia mau berobat?”

“Gue nggak bisa English language soalnya,” ia mengangkat bahu acuh atas ujaran Ecan.

Ketujuh murid yang tidak mengikuti pembelajaran sejak jam pertama itu tampak masa bodoh saja walaupun sudah beberapakali mendapat teguran keras dari para guru yang lewat. Tidak ada yang mereka takuti selain Bapak wali kelas sendiri yang tempo hari lalu bermasalah dengan Rondemio.

Ada sekiranya tiga guru yang menegur mereka untuk mengikuti aturan secara tertib dengan tidak keluar-keluar dari kelas, tapi memang dasarnya sama-sama keras kepala, alhasil setelah guru-guru itu pergi mereka kembali ke gazebo lapangan dengan tingkah petantang-petenteng. Tidak heran memang jika mereka bisa berteman dengan amat dekat.

“Gue ditembak.” Awal pembicaraan yang keluar dari mulut Arel mengundang respon dari satu tongkrongan untuk menoleh.

Madhava mengerutkan kening, “rasa-rasanya kita terakhir tawuran itu kemaren deh waktu lawan Aodra, itupun cuma gue yang bawa pistol?”

“Lo ditembak dimana? Kok masih alive?”

Arel berdecak jengkel, “bukan tolol!” Ia
berujar menggunakan urat.

“Cewek balet yang menang olimpiade taun kemaren, asked me to be his boyfriend” katanya mendengus malas.

“Tapi gue langsung tolak sih ditempat.”

“Sama Kak Lena ya?”

Kali ini mereka selaras menoleh pada Falleo yang terlihat antusias.

“Lo kenal?” tanya Madhava.

Anggukan dari cowok itu kemudian menjawab pertanyaannya. “Gue pernah satu sekolah sama dia waktu SMP”

“Anaknya pinter asli, cakep juga.”

ATTHARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang