Vote dulu atuh
Mau tak mau. Siap atau tidak. satu-persatu orang akan meninggalkan kita.
..
Pengajian dirumah Faiz digelar setelah pemakaman mamanya selesai.Faiz adalah anak tunggal dikeluarganya. Jadi,tak ada saudara kandung yang membantunya.
Meira dan Lisa membantu untuk menyiapkan makanan dan minuman kepada para tamu. Prabu menyambut orang-orang yang datang untuk sekedar mengucapkan bela sungkawa ataupun ikut mengaji.
Faiz sendiri sedang mengurung diri dikamarnya setelah pulang dari makam. Membuat semua orang khawatir.
"Neng,Pak Pajin mau ngomong sama neng,"kata Bi Inah memberitahu. Meira mengangguk dan segera menghampiri kakek dari Faiz yang baru saja datang.
"Kakek manggil Meira?"tanya Meira. Meira tentu saja sudah mengenal kakek Faiz. Dia sudah berteman dengan Faiz semenjak duduk dibangku TK.
Tuan Pajin menghela nafasnya lalu menoleh ke Meira,"Aku sudah selalu menduga ini. pada akhirnya wanita itu tetap memilih mempertahankan rumah tangganya ketimbang bercerai dari parasit itu,"ucap Tuan Pajin membuka suaranya. memulai obrolan antara Meira dengan dirinya.
"Aku juga sudah berkali-kali memperingatkan bedebah itu untuk tidak macam-macam dengan putri semata wayangku. Tapi,nyatanya? Dia selingkuh,korupsi dan melakukan kekerasan rumah tangga,"
"Hidup menyajikan banyak pilihan. Pilihan yang kita buat akan menentukan masa depan kita. Tante Sari sudah memilih pilihan hidupnya sendiri. mau diputar waktu pun juga tidak bisa,"
Tuan Pajin tersenyum kecil,"Kau memang benar Ra. Hidup ini punya banyak pilihan dan Sari sudah memilih hidup seperti ini. aku hanya mengkhawatirkan Faiz."
"Kakek jangan khawatir. Ada Meira dan sahabat-sahabatnya yang bakal bantu dia. kita gak akan pergi dari sisi Faiz,"kata Meira menyakinkan Tuan Pajin agar tidak khawatir.
Setelah selesai berbicara dengan Tuan Pajin. Meira pergi ke kamar Faiz. Dia mengetuk pintu kayu berwarna putih itu.
"Iz,ini Meira.Gue masuk ya?"tanya Meira hati-hati. Pintu kunci dibuka oleh Faiz dan menandakan bahwa dia boleh masuk kedalam.
Wangi rumput segar menguar dari kamarnya. Kamar itu gelap dan tak ada cahaya. Gorden juga ditutup rapat-rapat hingga sinar matahari tidak bisa masuk.
Meskipun begitu,Meira masih melihat sekitar dengan baik. Dia melihat Faiz duduk di pojokan.
Meira menghampirinya. "Lo masih mau nangis terus disini?"tanya Meira. Faiz tidak menjawab."Mau terus-terusan sedih kek gini?! Gue udah bilang apa ama lo di rumah sakit?"
"Ada lebih dari cukup harapan untuk membuatmu melihat dunia yang lebih baik,"
Faiz menatap mata Meira dengan mata yang berkaca-kaca,"Semua orang mulai ninggalin gue!"
Meira lalu berpindah posisi. Duduk disebelah Faiz dan bersandar pada tembok.
"Inget gak sih lo dulu pas pertama kali kita ketemu di TK? Gue juga waktu itu nangis gegara nenek gue meninggal. Gue hari itu gak mau main atopun belajar dikelas kek temen-temen yang lain. Gue milih di pojokan sembari nangis kek lo sekarang. Terus lo dateng kehadapan gue sambil bawaaiin gue permen."
"Lo bilang kek gini ke gue kalo suatu saat perlahan satu-persatu orang bakalan pergi dari kita. Entah untuk ngejar cita-cita,cinta ataupun dijemput kematian. Setiap perpisahan pasti punya pertemuan. Setiap pertemuan pasti punya perpisahan,"imbuh Meira.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐸𝓂𝑒𝓃𝒹𝒾 | Doyoung. [SUDAH TERBIT]
Fiksi PenggemarDino merasa dirinya sulit untuk melupakan cinta pertamanya yang mana adalah seorang gadis kelahiran Kanada. Bagaimana tidak? Cinta pertama yang ia kira indah harus berakhir tragis karena kematian sang gadis. Hal itu membuat Dino menjadi pribadi yang...