29. Satu yang tak sempurna

2.4K 261 53
                                    

Cerita ini hanya fiktif
Karakter di dalamnya masih milik Masashi Kishimoto
Selamat membaca
❤❤❤


Tahu kan kisah antara Romeo dan
Juliet? Walau begitu melegenda tiada insan di dunia yang sudi bila berakhir sama. Mereka mungkin simbol cinta sampai mati. Tapi, dua pasang hati tak sampai menginginkan cinta mereka berbalut tragedi. Setidaknya jika bergenre drama romansa, manusia pasti senang bila ada sedikit bumbu komedi di dalamnya.

Bagi sang pria yang juga sedang memperjuangkan cinta, mati bukan pilihan utama. Berlutut dan memohon kepada alam semesta pun percuma tak mampu mengubah realita. Romeo mungkin cukup jika hanya bersatu di surga, tapi Naruto jelas beda. Di semesta pun dia ingin kisahnya jadi cerita.

Dia di sini sekarang.
Bukan menyiapkan botol kecil berisikan racun yang sekali teguk mematikan. Jemari kekarnya telaten menyajikan asupan gizi memanjakan para tamu undangan. Dan untuk menghayati peran, Naruto yang begitu cekatan segera beralih tugas mengisi minuman yang tandas di sudut paling selatan.

Sempurna.
Begitulah batinnya yang berteriak girang. Seraya membenarkan letak dasi kupu-kupu yang miring, memori Naruto berlari seusai pertarungannya dengan Sasuke kemarin.

Flashback on

"Apa kau sudah punya rencana untuk menemui Hinata?" Dirasa cukup menyelami kebisuan, Sasuke melontar tanya. Meskipun sedikit nyeri sehabis adu pukulan, mulutnya diseret agar gundah di benaknya dapat terselesaikan.

Naruto menyeka sudut bibirnya yang berdarah, "Belum," balasnya tak acuh.

Iris samuderanya malah menangkap pemandangan indah sinar bagaskara. Sorot tegas milik pria yang beberapa menit lalu melempar tonjokan tak menarik minatnya. Cih! Padahal Naruto rela menjelma sutradara gadungan demi menyiapkan ending ala-ala drama Sasuke dan Sakura. Yang dikira dirinya akan dapat pujian, sebaliknya si pirang malah menerima hantaman di pipinya.
Sasuke sialan!

Sasuke mendesah lelah. "Kau tau kan kita tidak diundang ke pernikahan Neji?" timpal si kelam yang memasuki pertengahan topik.

Naruto mengangguk tanpa beralih pandang. "Kita satu kubu. Percayalah kita bertiga tak kira masuk daftar undangan."

Sasuke menaikkan sebelah alisnya, "Bukankah perusahaan sudah membaik. Apa yang kau lakukan selanjutnya?" tanyanya menuntut penjelasan.

Naruto melirik ke samping seraya mencerna sasaran pembicaraan sahabatnya.
"Aku cuma memikirkan bagaimana membuktikan bahwa aku mampu bertahan dari krisis. Tapi lupa mencari jalan keluar untuk hubungan kami jika keluarganya tetap teguh tak mengizinkanku bertemu."

Pria yang berjarak satu tahun di atasnya melengkungkan bibirnya manis. Sasuke memakluminya. Kadang seperti itu kinerja otak manusia yang bisa bodoh bila berurusan dengan hatinya.

"Terimakasih," gumamnya yang sekelebat lewat tak sampai menyentuh gendang telinga si pirang.

Naruto menoleh cepat dengan menajamkan pendengarannya. "Heh kau bilang apa tadi Sasuke?"

Pria itu diam. Menolak untuk mengulang kata, akibatnya pipinya akan dijalari warna merah merona, mana sudi dia jadi bahan perundungan Naruto dan Kiba. Sasuke bangkit dari dinginnya lantai ruang kerja, tangan kanannya sibuk mengaduk isi saku celana. Setelah kertas mungil meninggalkan persinggahan, dia mengulurkannya tepat di depan mata sahabat kecilnya.

Naruto sedikit tersentak saat jemari Sasuke melempar foto asing yang baru ditemuinya.
"Ini apa?" tanyanya kebingungan.

"Kebetulan anak asisten rumahtanggaku menjadi panitia di pesta pernikahan Neji. Suruh istri Kiba mendandanimu."

Theatrical ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang