15. Yang pertama

3.4K 367 50
                                    

Peringatan!
Chapter ini mengandung muatan 18+
Bagi pembaca yang tidak cukup umur silahkan klik tombol back
Terimakasih

______________________________________

Cerita ini hanya fiktif
Karakter di dalamnya masih milik Masashi Kishimoto
Selamat membaca
❤❤❤

Sedari tiba, Kiba merasakan ganjalan gundah memusnahkan sabda bercampur tawa yang dikeluarkan kekasihnya. Mengabaikan sang wanita yang sibuk memilih motif desain undangan pernikahan demi rundung yang sedari tadi menaungi hatinya.

Selepas pulang kerja tanpa kehadiran Naruto di kantor membuat Kiba merasakan apa itu neraka. Proposal menunggu pengertian tanpa bisa mengabaikan. Jajaran komisaris mengadakan rapat mendadak tanpa kehadiran direktur utama yang sedang beralasan tidak enak badan. Sumpah! Jika saja dirinya tak membutuhkan pundi-pundi materi bekal meminang calon istri, Kiba tak sudi kerja rodi.

"Sayang, bagaimana kalau model yang ini?" Jemari telunjuknya berada dipermukaan desain undangan pola papan tulis dengan goresan berwarna emas.

Kiba mengangguk tipis. "Iya bagus kok aku suka." Setelah itu pikirannya menerawang lagi.

Berikan aku Viagra.

Lagi! Dengungan Naruto masih malang melintang di kepala. Tak pernah ia menjumpai nada dingin dipoles kekejaman pernah diucap teman yang kerap memapar keceriaan.

"Ada apa sih?" Tamaki mengerutkan kening ketika calon mempelai pria tak meninggalkan nyawa bersamanya. Pikiran Kiba melayang entah kemana, parasnya pun dirundung penat.

Kiba mengusap wajahnya kasar. "Naruto absen di kantor hari ini."

"Kau bilang dia sakit, 'kan?" Tamaki kembali mengulang kalimat yang beberapa saat lalu dilayangkan Kiba.

Pria itu masih menikmati denyutan yang menyambangi kepala.
"Kau tau? Syarat Naruto meminjamiku uang adalah dengan memberinya Viagra," tutur Kiba jujur.

"Viagra?" Tamaki memastikan pendengarannya. "Apa yang mau dia lakukan?"

Kiba menggeleng. "Entahlah. Perasaanku tidak enak."

*****

Jika ingin bicara datanglah ke apartemenku.

Sebaris pesan balasan yang dikirimkan sang pria akhirnya membawa si jelita bertandang dikediamannya. Raga mungil memakai rok pendek melandai di sofa panjang, sedang Naruto menolak bertatap pandang. Tubuhnya ia larikan ke arah pantry tanpa sekat pembatas dengan dalih membuat minuman bagi petandang.

Jemari kanannya mengaduk pelan cairan berwarna oranye setelah mencampurkannya dengan barang terlarang, sedang satu tangannya menggenggam obat yang tersisa dengan peluh bercucuran. Teriakan merana coba ia redam demi menguatkan tekad akan dosa yang sesaat lagi terlaksana.

Sialan!
Naruto tahu ini salah. Ia paham ini tindak tercela. Tidak ada beda ia dengan para binatang tanpa akal yang menuntut nafsu semata.

Brengsek Naruto!
Erat jemarinya mencoba menenangkan gelenyar takut yang membuatnya ingin mundur.

Kehilangan sang ibunda kala remaja baru dilaluinya mengantarkan Naruto untuk tetap menghormati kaum hawa. Di usia yang hampir kepala tiga, kesendirian tak menjadikannya budak surga dunia. Dinding teguh ia bangun dihadapannya demi tak termakan nafsu belaka.

Netra seindah samudera memejam, menyelami lagi kemolekan yang sempat diabaikan. Agar gelora tak memuncak saat berdekatan dengan Hinata, pria itu tega menyematkan panggilan kakak sebelum si gadis menyebut asmanya. Ia membatasi ruang supaya tak termakan pesona sapuan merah muda. Membabat habis cinta yang dulu pernah diserukan agar hasrat pria yang selalu kehausan jangan sampai menjajah si putri yang Naruto lindungi. Namun saat helaian seksi membalut raga ayu nan wangi, birahi bangkit tanpa sanggup diakhiri.

Theatrical ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang