08. Dor! Aku menemukanmu

2.6K 383 55
                                    

Cerita ini hanya fiktif
Karakter di dalamnya masih milik Masashi Kishimoto
Selamat membaca
❤❤❤


Walau dunia terlampau kejam tak melulu berakhir indah bak dongeng-dongeng semasa kecil yang berdendang. Ia masih saja percaya, ada satu waktu di mana dirinya akan bahagia. Namun jika memang fana memang belum menyediakan senyum manja, akhirat telah mengabdikan bahagia saat ia terlelap selamanya. Ah, seandainya saja ia memang peran utama, mampukah ia meminta happy ending di akhir cerita?

Duduk bersandar pada kursi kayu di tengah remang-remang bola cahaya bercorak petang, sembari menatap nyalang langit yang berwarna kelam. Awan mendung berarak datang mulai menabur gerombolan hujan. Dingin rasanya. Alih-alih berpelukan dengan selimut di kamarnya, Hinata masih terjaga. Dalam diam bersama dengan dia, dua jam tanpa mengumbar sepatah kata.

Pemilik dada hangat itu masih bersamanya. Ketika senja berganti tugas dengan petang, pria itu datang menghadiahkan malapetaka agar Hinata mengingkari janjinya. Kemudian menyeret langkah mungilnya untuk segera berpijak di sebuah restoran. Tres leches cake dan dua hot tea tanpa tersentuh menjadi saksi bisu bagaimana kemelut ikut bercampur menjadi satu.

"Makanlah." Naruto tersenyum.

Dan sialannya darah Hinata berteriak sukacita. Bukan cuma itu saja, detak jantungnya menggila jua. Tubuh tegapnya yang beraroma mint dengan lancang menebarkan harum menggairahkan bagi Hinata. Demi Tuhan, ia gila sekarang.

"Masih tidak mau bicara denganku?" Ia melipat kedua tangan di atas dada.

Hinata balik menatap kedua netra biru. Memandangi sepuas mungkin tanpa teralih sedikitpun. Paras yang terbiasa memboyong aura angkuh, kini nampak delik jenaka. Hinata tak kuat, ingin rasanya ikut membalas senyum simpul yang Naruto pamerkan. Tapi ego dalam kepalanya berteriak menenteng bendera perang. Bersamaan dengan pengendalian diri yang mulai kembali, Hinata segera memalingkan wajahnya.

"Maaf."
Hingga kebisuan terpecah melalui gema rendah yang Naruto ucapkan. "Maaf telah meninggalkanmu sendiri di pesta pertunangan kita. Dan maaf telah membentak mu di kantor waktu itu," tambahnya enggan menatap Hinata.

"Sudah biasa," jawab Hinata pendek. "Dan aneh rasanya kau minta maaf sekarang Naruto. Bukankah ini yang kau mau? Sengaja kan memamerkan kemesraan mu?" umpat Hinata dengan kesadaran penuh. "Tidak bisakah kita berpisah baik-baik, aku bahkan telah merelakanmu untuk si jalang Sakura. Lalu kau seenaknya datang menghancurkan janji ku dengan seseorang. Kau sungguh pria licik."

Kembali pada sosoknya yang dingin. Tatapan mengintimidasi milik Naruto seakan mampu menusuk persendian di tubuh Hinata. Matanya kembali tajam menyinari iris bulan dengan sejuta hujaman.
"Jadi kau benar berhubungan dengan pria brengsek itu?"

"Kau mempermasalahkan? Aku bahkan sudah biasa kau duakan."

"Hinata!" matanya melotot mengerikan.

Teriakan lantang itu membuat tubuhnya meremang. Takut mulai menjalar perlahan, namun ia berjuang membalas tatapan Naruto yang kejam.
"Kau boleh pergi dengan Sakura tanpa memperdulikan sakit hatiku Naruto. Tapi kenapa kau membatasiku?!" derai air mata turut menuturkan batinnya yang merintih.

Pria itu tak berancang menghapus linangan air mata. Raga tegapnya bangkit merapatkan biru samudra demi merengkuh pipi sang jelita.
"Maafkan aku. Tapi aku sudah berjanji padamu Hinata, aku akan membuka hati, aku akan belajar mencintai. Tolong jangan seperti ini."

"Seperti apa? Seperti aku menunggumu tanpa pernah kau balas," Hinata mengangguk dengan senyum masam. "Aku sakit Naruto," ia menepis tangan yang menyentuh wajahnya. "Aku sakit kau perlakukan tak adil seperti ini. Ini mengerikan bagiku!" Hinata menepuk dadanya, mencoba menghalau sesak yang entah kenapa gemar bersarang di sana.

Theatrical ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang