12. Aku telah memilih

2K 286 14
                                    

Pelangi
Biarkan aku renggut tujuh warna-warni
Lekas kemari
Aku sedang meramu mimpi
Ada namamu yang sedang kudoakan di sanubari
Kelak kukan sebut engkau istri
Kuatlah, walau tumit terseok duri
Bertahanlah, walau musibah tandang tiada henti
Perkenalkan, akulah lelaki penjangkau hati

Cerita ini hanya fiktif
Karakter di dalamnya masih milik Masashi Kishimoto
Selamat membaca
❤❤❤

Dikhianati----
---lagi.

Itu salah satu frasa yang Hinata benci selama mengitari cinta setengah hati. Lekas kemarin ceria bertamu melambungkan angan sang putri, lalu kini semesta kembali mengkhianati. Katakan, kaum hawa mana yang tak gregetan menghardik sang tunangan yang baginya sudah terlampau bertindak keterlaluan. Dan tengok sekali lagi hatinya yang meredam amarah juga pilu yang merebak menguasai pikiran.

Tapi tenang, Hinata tetap memajang wajah anggun nan berkelas meski balutan dekapan lebih dibutuhkannya. Ia tetap memilih berkata culas daripada merengek dengan tangisan keras.
Ya, itu Hinata.
Tergabung dalam asosiasi gadis-gadis penebar senyum girang meski luka menggerogoti sanubarinya. Dan pria yang katanya bisa menjadi jembatan pelipur lara untuk sekarang Hinata buang saja.

"Ini untukmu."
Menyembunyikan nyalang dalam wajah wibawa, ia geser amplop kecil berwarna coklat guna mendekat ke arah wanita yang duduk di seberangnya.

"Ini apa Hinata?" tanya si gadis merah jambu dengan kening berkerut.

Tanpa membuka saja, ia paham dan tahu isi dari amplop dengan gundukan ketara. Kembali merekam ingatan dua jam lalu yang masih bersarang, sebaris nomor asing mengiriminya rentetan pesan untuk mengundang temu di jam makan siang. Nama Hinata tertera di bagian bawah, sedikit menghantar kejut yang menyerang jantungnya. Dan yang tak Sakura mengerti adalah perihal suapan yang si jelita sodorkan padanya.

"Dengan uang ini pergilah dari Konoha. Jika kurang aku sudah menyiapkan nomor telepon di dalamnya. Tinggal kau hubungi maka aku akan langsung membayarmu."

Simple 'kan? Ia hanya menirukan cuplikan sinetron perselingkuhan tentang penyelesaian dengan harta. Ancam.
Beri mereka uang.
Dan wush!! Benalu menghilang.

Hinata dalam hati menertawai kelakuannya.

Tanpa sadar, gelegar geram Sakura mengepul di ubun-ubun. Hingga telaga hijaunya melarikan pandang kepada amplop coklat yang membuatnya makin meradang. Andai ia tak cukup mampu mengais sabar, sudah dipastikan si gadis akan tersulut amarah yang dibina Hinata.

"Dan apa yang kau minta setelah aku menerima uang ini?" Sakura sedang menguji sedang matanya beranjak menggapai senyum angkuh yang sering Hinata gelontorkan kepadanya.

"Jauhi Naruto," putus Hinata telak. "Menjauh dari kehidupannya dan jangan pernah lagi menunjukkan wajahmu di sini."

Ah, ia benar-benar berperan ibu tiri yang sedang menghardik Cinderella. Tapi biarkan saja, sesekali ia ingin jahat dan egois karena panggung dunia tak selamanya menyediakan bahagia. Baginya, peran Hinata tak cukup mulia hingga ia harus menjelma sebagai putri raja dan kemudian bahagia datang menunjukkan dirinya.

Naruto yang berusaha ia gapai setengah mati masih terasa abu-abu apalagi jika dirinya hanya menunggu semesta yang bertindak. Jika ingin menyalahkan, salahkan saja Naruto si pria linglung dengan hatinya yang kerap berpaling.

Theatrical ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang