Sepasang sayap yang dimiliki burung tidak menjamin bahwa ia bisa terbang.
.
.
.Sowon
Yuju dimana kau sekarang?Anda
Maaf, aku kurang enak badan jadi aku pulang dulu, maaf tidak memberi tau kalian.Sowon
Apa kau tidak apa-apa? Aku bisa membawakan obat jika kau perlu.Anda
Tidak apa-apa, aku bisa mengatasinya, kau tak perlu khawatir. Besok adalah hari libur, jadi aku bisa istirahat sepuasnya. Kalian nikmati saja pestanya.Sowon
Baiklah, istirahatlah ಠ‿ಠ"Istirahat?"
Yuju tersenyum kecut, tentu saja ia tak butuh istirahat karena memang ia tidak benar-benar sakit, ia hanya beralasan agar ia bisa keluar dari pesta payah itu. Yuju muak dengan orang-orang 'bertopeng' yang selalu ada disekelilingnya. Baginya mereka semua seperti sebuah air yang akan terus menerus menyesuaikan diri sesuai dengan wadahnya.Kini ia sedang berada di kamarnya, sendirian. Sunyi, keadaan seperti inilah yang membuatnya tenang. Lalu ia mengambil alat gambarnya, dan beralih ke meja dimana ia selalu menuangkan ide-idenya kedalam bentuk goresan tangan.
Baginya dengan menggambar ia seperti sedang mencurahkan isi hatinya, perasaan sedih, bahagia, kecewa semua tertuang pada goresan tangan. Jika kebanyakan orang akan mencurahkan isi hatinya pada orang tua atau sahabatnya, itu tidak berlaku untuk Yuju. Orang tua? Huh.. menurutnya mereka seperti orang asing dimatanya setidaknya sejak tujuh tahun lalu.
Sebuah alunan musik ikut serta menemani Yuju, sebuah lagu yang baru-baru ini ia sangat sukai. Ia bahkan telah memutarnya lebih dari lima belas kali dalam sehari. Lagu yang memiliki arti mendalam baginya, atau mungkin bagi sang penyanyi juga.
"Ya! Yuju.. ha.. ha.. ha.. dimana kau!.. dasar anak tak tau malu!.. berani beraninya kau mempermalukan ku.. ha.. ha.. ha.."
Ketenangan Yuju tiba-tiba terusik oleh suara maracau yang keluar dari mulut ayahnya. Ia sudah menebak akan menjadi seperti ini nantinya."Apa? Kenapa ayah memanggilku?"
Yuju keluar kamar dengan menunjukkan muka masa bodohnya."Kau! Ha.. ha.. ha.. sini kau.. akan ku beri pelajaran.. karena telah mempermalukan ku.. rengking empat? Ha.. ha.. ha.. itu tidak lucu.."
"Memberi pelajaran? Huh.. kau bahkan tidak bisa berdiri dengan tegak.."
"Kau!.."
"Apa! Apa ayah tidak mau aku akan berakhir sepertinya?! Jika memang seperti itu.. sebaiknya dari awal kau jangan buat aku kecewa.."
Yuju lalu pergi meninggalkan ayahnya yang sedang tidak sadarkan diri itu, tapi ia lalu menghentikan langkahnya dan menatap sang ibu yang sedari tadi hanya membisu."Huh.. apa ibu sudah melupakannya? sebaiknya ibu tidak melupakannya.. karena seorang ibu tidak akan pernah melupakan putri-putrinya.."
Lalu Yuju kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan kedua orang yang salah satunya hanya bisa diam memikirkan ucapan sang putri yang baginya sudah seperti sebuah duri yang menusuk hatinya.***
"Udara pagi sangat menyegarkan.. sangatlah cocok untuk berolahraga.."
Pagi ini ibu Choi melakukan olahraga seperti pagi-pagi sebelumnya. Ia sebisa mungkin menyempatkan diri untuk berolahraga sebelum ia pergi bekerja, alasannya karena ia ingin tetap sehat ditengah-tengah padatnya jadwal pekerjaannya sebagai seorang pengacara.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ Throne ||•G friend•||
Fiction généraleKetika kekuasaan menjadi tolak ukur status sosial, membuat mulut seolah terkunci, hanya lembaran kertas bernilai lah yang menentukan nasib. Kehidupan dimana para manusia berambisi yang siap menusuk temannya sendiri untuk menggapai tujuannya. Memper...