1

24.4K 1.5K 116
                                    

Damar memarkirkan mobil mahal milik majikannya di garasi. Setelah mengantar sang majikan pergi ke kantor. Tentu ia harus kembali pulang ke rumah mewah ini. Memang permintaan dari majikannya sendiri.

Terhitung sudah 5 tahun Damar bekerja sebagai supir di keluarga konglomerat pemilik pabrik rokok sekaligus founder bank terbesar di negara ini. Siapa lagi kalau bukan Heru Jonas Seodigta. Seluruh orang di negara ini pun tau siapa Jonas. Orang kaya tapi sangat baik dan selalu rendah hati. Tidak hanya Jonas. Istri dan anaknya pun sama. Itu salah satu alasan Damar betah dan nyaman bekerja bersama keluarga ini.

Apa sih yang bisa dibanggakan dari seorang Adhiyaksa Damar Sukma Kalingga? Seorang pemuda yang berasal dari desa kecil di Yogyakarta berbekal ijazah SMK nya, ia merantau untuk mengadu nasib di ibu kota negara. Permintaannya tidak muluk-muluk. Yang penting ia kerja halal. Bisa membantu kebutuhan orang tua dan menamatkan sekolah adiknya.

Setelah mengunci mobil, Damar memasuki rumah mewah itu melalui pintu samping dekat garasi. Berniat membuat segelas kopi dan setelahnya mungkin mencari-cari sesuatu yang bisa ia kerjakan.

Damar dikagetkan dengan sosok yang tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya. Dengan kain lap khas yang tersampir di pundak, wanita tua itu menyambut kedatangan Damar.

"Nak Damar mau dibuatkan kopi?"

"Eh, gak usah Bu. Biar nanti Damar buat sendiri."

"Udah ndak apa-apa. Ibu saja sini yang buat. Nak Damar duduk saja. Tadi juga pagi tadi belum sempat ngopi, toh?"

"Hehe, iya Bu. Bapak ada meeting pagi jadi nganternya ya harus pagi-pagi." jawab Damar.

Bi Asih meletakkan secangkir kopi di meja lalu duduk di hadapan Damar. Seperti biasa, bercerita sebentar jika rumah sepi dan semua orang pergi. Kalau Jonas ke kantor, Athena pasti langsung ke butik, lalu Laureen anak pertama Jonas juga ke kantor. Jadi ya sudah, rumah mewah ini hanya tersisa para pekerja rumah.

"Terimakasih, Bu."

"Eh, Nak Damar sudah tau belum?" Bi Asih memulai gosip. Biasanya beliau bergosip bersama Dina dan Galuh. Berhubung mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing, kini sasarannya adalah Damar.

"Belum. Kan belum dikasih tau sama Ibu. Oh ya Damar minum kopinya ya, bu." Damar menyesap kopi yang dibuatkan Bi Asih.

"Eh iya ya Ibu belum kasih tau. Itu lho anak bungsunya Bapak pulangnya hari ini." ucap Bi Asih membuat Damar terheran.

"Bukannya lusa ya? Kok Bapak nggak ngasih tau Damar, ya? Terus yang jemput sekarang siapa, Bu?" tanya Damar serius. Sebab rekan kerjanya yang sesama supir—Mas Akmal sedang mengantarkan Athena.

"Mbak Ireen tadi bilang ke Ibu."

Damar menghela nafas lega. Kalau begitu ia tidak perlu panik jika sudah di jemput oleh Laureen. Omong-omong, ia belum pernah bertemu dengan anak bungsu Jonas. Kalau tidak salah nama panggilannya Nara. Damar sering mendengar nama itu.

Kata Bi Asih yang sudah lama bekerja bersama Jonas, Nara hanya berbeda dua tahun di bawahnya. Nara sudah hampir 7 tahun berada di Chicago bersama kakek dan nenenknya. Terhitung setelah lulus SMA langsung berkuliah disana. Dan sampai sekarang yang mungkin Nara sudah berumur 25 tahun, tidak pernah pulang. Karena biasanya Jonas dan keluarga yang mengunjunginya.

Damar akui kalau paras Nara sangat cantik. Perpaduan cantik dan manis yang jika dilihat tidak membosankan. Ia tahu anak bungsu Jonas melalui foto keluarga yang terpajang besar di ruang tengah saja. Itu juga kata Bi Asih diambil pada saat Nara duduk di bangku ketiga SMP. Mungkin sekarang Nara semakin bertambah cantik.

"Hayo, Nak Damar mikirin apa?" goda Bi Asih saat melihat Damar terdiam dan tersenyum sendiri.

"Hah? Nggak, Bu. Damar lagi nggak memikirkan apapun." jawab Damar dengan gugup.

Moira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang