Pagi ini Nara dibuat panik dengan hilangnya desain cincin nikah yang ia buat khusus untuk pernikahan Jesica nanti. Bukan desain keseluruhan, namun detail-detail dari desain tersebut.
Dua hari yang lalu Jesica berkonsultasi pada Nara mengenai desain cincin nikah yang ia percayakan kepada Nara. Sahabatnya itu memberitahu detail cincin yang ingin ia pakai. Baik miliknya maupun milik Jevon.
"Kalem Nara, kalem. Kalo lo panik, nggak akan bisa mikir." ujar Nara pada dirinya sendiri.
"Tapi nggak adaaa! Duh dimana ya?"
Nara menggigit kuku jarinya. Ia mengutuk kecerobohannya ini yang tidak hanya terjadi sekali dua kali.
Seketika Nara teringat kalau ia dan Jesica membicarakannya di ruang tengah. Mungkin kertas itu berada disana.
Segera Nara keluar kamar. Tidak peduli dengan dirinya yang baru saja bangun tidur. Nara mengambil kimono untuk menutupi baju tidur tipisnya.
Buru-buru ia menuruni tangga dan bergegas menuju ruang tengah. Dan semoga saja kertas itu masih ada.
Sampai di ruang tengah, sekilas Nara melihat kedua orang tuanya sedang bercengkrama bersama seseorang orang yang Nara tidak tahu siapa dia, di sofa yang menghadap ke kolam renang. Posisinya membelakangi Nara.
Lagipula ia sedang tidak menggunakan kontak lensa ataupun kacamata sehingga penglihatannya tidak begitu jelas.
"Gadis jaman sekarang bangun paling pagi ya jam 10 pagi." sindir Athena. Nara mendengus kesal. Waktu masih pagi dan mami nya ini sudah mengajaknya beradu mulut.
"Emangnya siapa yang gadis?"
"Heh mulut kamu itu minta disentil apa gimana?"
"Apa sih, Mi? Nara cuma nanya doang. Sensi banget. Lagian Mami ini masih pagi ya. Kalo mau ajak Nara perang nanti aja deh ya," keluh Nara. Baik mata dan tangannya masih sibuk mencari-cari kertas itu di tumpukan katalog dan majalah. Sesekali tangannya menyelipkan rambut depannya yang terkadang menutupi pandangannya.
"Kamu cari apa sih?" tanya Athena memandang anaknya yang sibuk mencari sesuatu.
"Sebentar ya, Ibu tinggal dulu. Mau bantuin Nara. Anak itu cerobohnya dari kecil nggak pernah ilang." Athena bangkit dan menghampiri anak bungsunya.
"Mami liat kertas coretan gitu nggak? Dua hari lalu di atas meja sini," Nara menepuk atas meja.
"Pernah liat deh kayaknya."
"Dimana?!" tanya Nara cepat.
"Nggak tau, lupa."
"Ish!" Nara berdecak.
"Masa nggak ada sih? Udah dicari tetep nggak ada," gerutu Nara.
"Kamu nyarinya yang bener coba. Di cek satu-satu. Bisa aja keselip di dalam majalah," celetuk Jonas dari tempatnya.
"Nggak ada, Papi~"
"Awas ya kalo Mami yang cek tapi ternyata ada." Athena menarik keluar semua tumpukan majalah. Ia membukanya satu per satu dibantu juga oleh Nara.
"KETEMU DONG!!" pekik Nara senang. Reflek ia memeluk kertas tersebut.
Athena berdiri. Tidak peduli dengan berbagai majalah yang masih berserakan. Biar nanti Nara sendiri yang membereskannya.
"Dah itu beresin semuanya. Mami mau lanjut ngobrol dulu sama Damar."
Tangan Nara terhenti di udara. Pendengarannya tidak salah bukan? Mami nya tadi mengatakan nama Damar?
Demi memastikannya, Nara menoleh ke belakang. Ia menatap dengan seksama.
Dan, benar.
Dia Damar.
Jadi, seseorang yang bercengkrama dengan orang tuanya itu Damar?
Seketika Nara merasa sangat menyesal telah menengokkan kepalanya. Samar-samar terlihat Damar yang tersenyum ke arahnya.
"Jangan harap gue bakal terpesona sama lo lagi." gumam Nara yang tidak mungkin terdengar oleh mereka.
"Dikit sih sebenernya," lanjutnya.
Nara membuang mukanya dan melanjutkan kegiatannya membereskan majalah tadi sampai terdengar bunyi debuman keras bersumber dari antar majalah.
Setelah semuanya beres, Nara berniat langsung meninggalkan ruang tengah. Baru saja kaki kanannya akan melangkah, suara Jonas menghentikannya.
"Ini ada Damar, kamu nggak mau nyapa dulu?"
"Nggak. Belum mandi."
Persetan dengan kesopanan. Nara lebih memilih melanjutkan langkahnya dan pergi menuju kamar miliknya.
•••
Jenuh karena tidak ada kegiatan lain yang bisa Nara lakukan. Akhirnya ia memilih untuk pergi ke mall. Kebetulan ia juga ingin membeli beberapa produk perawatan tubuh.
Hanya menggunakan pakaian casual, Nara tampak elegan serta mahal.
"Papi kemana, Mi?"
"Di gazebo kayaknya. Eh, kamu mau kemana?" tanya Athena.
Penampilan rapi dari Nara mengundang Athena untuk menanyakan kemana perginya anak bungsunya itu.
"Mall."
Jonas dan Damar yang baru kembali dari taman belakang langsung disambut Athena serta Nara yang sudah berpenampilan cantik.
"Anak cantik Papi mau kemana?"
"GI."
"Sama siapa?"
"Sendiri."
"Pake mobil yang mana?" tanya Jonas lagi.
"Yang merah kan ada?" Nara balik bertanya.
"Kan di repaint. Sisa yang manual." ucap Jonas. Nara menepuk dahinya. Otak dory-short term memory loss-nya kambuh.
Kalau Nara nekat memakai yang manual, bisa-bisa ia kembali menabrak pembatas jalan untuk kedua kalinya.
"Mas Akmal kemana?"
"Lagi ngambil barang Papi yang di Bogor."
"Kalau begitu Nara pergi bersama saya saja Pak." celetuk Damar yang membuat mata Nara membelalak terkejut.
Apa-apaan?! Salah satu alasan ia pergi supaya tidak bertemu dengan pria itu. Tapi sekarang pria itu malah menawarkan diri.
"Nggak! Aku pake ojek online aja." tolak Nara cepat.
"Nah, Papi setuju sama Damar. Kalo sama Damar keselamatan kamu bakal lebih terjamin." ujar Jonas.
"Tap–
"Keselamatan kamu nomor satu, sayang." timpal Athena.
"Yaudah iya."
Baik Athena maupun Jonas kini memandang penuh arti kepada Damar. Tiga tahun tidak berkomunikasi dan kembali dengan status sosial yang berbeda nyatanya tidak membuat Damar berubah. Damar masih tetap menjadi pribadi yang sama seperti sebelumnya. Mereka masih sangat mengenal Damar.
"Terimakasih Pak, Bu." ucap Damar sebelum ia menyusul Nara yang pergi lebih dulu.
hayolo damar ngapain?
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moira [END]
FanfictionDamar telah resmi menyandang status 'menantu' dari majikannya sendiri. ⚠️ Markhyuck GS/GenderSwitch dldr