2

11.6K 1.4K 113
                                    

Akibat jetlag yang dialami olehnya, Nara baru saja bangun setelah 11 jam tertidur di kamarnya. Ia membuka matanya ternyata sudah jam 8 malam. Pantas saja ia terbangun sebab perutnya meronta ingin diisi.

Dengan tubuhnya yang masih memakai kaos kebesaran hingga menutupi setengah pahanya, Nara berjalan pelan-pelan saat menuruni tangga takut menabrak sesuatu. Setelah menapaki tangga terakhir, baru Nara berjalan seperti biasa.

Kebiasaannya setelah bangun tidur pasti minum segelas air putih sebelum memakan yang lain. Sudah seperti kewajiban yang harus dilakukan. Nara meletakkan gelas kosong di mini bar. Ia membuka tudung saji yang berada di tengah meja makan. Disana ada ayam goreng dan sambal kesukaannya. Langsung saja Nara duduk dan menyendokkan beberapa sendok nasi ke piringnya. Efek Nara sudah lama sekali tidak memakan makanan khas Indonesia.

"Anak gadis Papi setelah bangun langsung makan ya? Boro-boro nyamperin Papi dulu."

Nara berjengit kaget ketika ada suara berat dari arah belakangnya. Nara langsung menolehkan kepalanya, dan melihat Jonas sedang berdiri bersandar di dinding sembari melipat tangannya di dada.

"PAPI!!" Nara berlari menuju Jonas yang kemudian tenggelam di pelukan Papi nya.

"Gimana makanannya enak?" sahut Athena yang menyusul suaminya.

"Enak! Soalnya kan Nara kangen masakan Indo." gerutu Nara.

"Makanya pulang. Kamu kalo disuruh pulang nggak pernah mau. Lebaran juga Mami terus yang nyamperin kamu." ujar Athena yang langsung dihadiahi protesan dari anak bungsunya.

"Ih nggak ya! Mami sama Papi waktu lebaran kesana kan gara-gara disuruh sama Eyang. Jadi ya ngapain aku pulang. Hemat duit."

Athena berniat membalas, namun lebih dulu terpotong oleh Jonas yang menengahi keduanya.

"Udah, udah. Kebiasaan banget kalo ketemu pasti berantem."

Nara melepaskan pelukannya dan kembali menuju meja makan. Di belakangnya Jonas mengikuti langkah anak bungsunya dan duduk di kursi. Sedangkan Athena memilih untuk kembali menuju ruang tengah setelah mengambil satu gelas jus.

"Kenapa Papi ikutin Nara?" tanya Nara polos.

"Kamu tuh nggak ngerti banget ya kalau Papi kangen sama kamu," Jonas kembali bersedekap dada. Bergaya selayaknya orang merajuk.

Gadis itu berdiri dari duduknya dengan membawa piring dan gelas di masing-masing tangannya. "Yuk, Pi!"

"Heh kamu mau kemana?"

Nara merotasikan bola matanya setelah mendapatkan pertanyaan dari Jonas.

"Mau makan di ruang tengah."

"Heh kamu niat banget dapet omelan dari Mami kamu?"

"Kalo dapet omelan ya dengerin."

Jonas menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecil. Ternyata tidak ada yang berubah dari anak itu walaupun 7 tahun tidak hidup bersamanya.

•••

Paginya gara-gara masih belum bisa menyesuaikan dengan waktu Indonesia, Nara akhirnya terlambat bangun. Tahu-tahu matahari sudah meninggi. Hampir sejajar dengan kepala. Nara bergegas untuk mandi sebab semalam ia tidak mandi. Sudah biasa.

Cuaca hari ini cerah dan sangat panas. Nara akhirnya memilih memakai baju pendek. Setelah selesai berdandan dan sudah dipastikan wangi tubuhnya bisa tercium dari radius 5 meter, Nara keluar dari kamarnya.

 Setelah selesai berdandan dan sudah dipastikan wangi tubuhnya bisa tercium dari radius 5 meter, Nara keluar dari kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah begitu sepi, tentu saja orang tuanya dan juga kakaknya pergi bekerja. Hanya dia sendiri yang masih berstatus pengangguran. Pengangguran tetapi dollar selalu masuk ke dalam bank account-nya.

Nara adalah seorang designer di perhiasan ternama, Cartier. Pekerjaannya ini sangat menguntungkan. Ia bisa mendesain dimana pun ia berada. Tanpa harus repot-repot datang ke kantor. Ia hanya perlu mengirimkan hasil desainnya kepada pihak perusahaan. Sejauh ini, desainnya tidak pernah tertolak. Desain tersebut akan segera langsung diterbitkan sebagai keluaran terbaru.

Setelah kakinya menginjak di ujung tangga, Nara berdiri terdiam. Ia memikirkan kegiatan apa yang harus ia lakukan. Ia mengikuti instingnya yang mengarahkan menuju dapur.

Disana Nara bertemu Bi Asih dan juga Laras yang sedang membersihkan sayuran yang tadi pagi dibeli. Laras itu keponakan Bi Asih yang ikut bekerja di keluarga Seodigta.

"Mbak Nara sudah bangun?" tanya Bi Asih.

"Udah dong, Bi. Nara udah cantik gini,"

"Iya, bener Mbak Nara dari luar negeri makin cantik." ucapan Bi Asih mengundang anggukan setuju dari Laras.

"Mbak Nara badannya pegel-pegel ndak? Kalau iya, sini saya pijitin." tawar Laras.

Nara menggeleng, "Nggak kok, Mbak."

Nara menarik kursi makan lalu mendudukkan pantatnya. Mengamati kegiatan yang dilakukan oleh kedua asisten rumah tangganya.

"Bi, panas gini enaknya makan apa ya? Yang seger-seger gitu."

"Bakso sama es jeruk dijamin paling mantap, Mbak." Laras mengacungkan kedua jempolnya.

"Eh iya ya? Enak banget pasti. Lama nggak makan bakso Mang Raha yang deket sekolah dulu. Mbak Laras minta tolong kasih tau bebas ke siapapun suruh anterin Nara ya?" pesan Nara, Laras menganggukkan kepalanya.

"Bi Asih mau nitip apa?" pertanyaan Nara beralih untuk Bi Asih.

"Eh ndak usah, Mbak." tolak Bi Asih segan.

"Rezeki nggak boleh di tolak, Bi. Yaudah nanti samain aja." mau tidak mau Bi Asih pasrah. Kebiasaan baik Nara yang selalu loyal kepada para pekerja di rumah.

•••

Tidak butuh waktu yang lama, hanya mengambil ponsel dan dompet juga memakai cardigan serta flatshoes, Nara sudah sepenuhnya siap. Laras tadi mengatakan jika mobil sudah siap di depan pintu utama.

Benar saja, mobil warna putih telah terparkir. Nara membuka pintu samping kemudi. Cukup terkejut karena supirnya kali ini adalah si Tampan alias Damar.

Damar sendiri jadi merasa sedikit canggung saat Nara memilih duduk di samping kemudi. Tidak ada yang pernah mengisi kursi di sampingnya selama Damar bekerja disini kecuali Jonas. Bahkan ia yang terkadang mengantarkan Laureen, gadis itu lebih memilih mendudukkan di kursi belakang.

"Mau kemana, Mbak?" tanya Damar. Ia mulai melajukan mobilnya.

"Bakso Mang Raha yang deket SMA 3 tau nggak?"

"Oh iya, tau. Pilihan Mbak Nara nggak salah. Bakso disitu emang enak."

"Panggil Nara aja—kamu pernah makan disitu, Mar?" tanya Nara. Ia senang karena Damar tipe orang yang hangat.

"Lumayan sering, Ra. Gara-gara dulu Bapak pernah ngajak makan bakso disitu. Katanya lagi kangen sama Nara. Dan ternyata baksonya enak. Jadi langganan sekarang." Damar tersenyum manis. Ia merasa kaku memanggil Nara tanpa embel-embel 'Mbak'.

Nara yang melihat senyuman itu di wajah Damar seketika pipinya memerah.

"Astaga senyumnya Damar manis banget!" gumam Nara.

"Ada apa, Nara?" tanya Damar. Ia seperti mendengar Nara bergumam sesuatu.

Nara sontak menggelengkan kepalanya. "Ah nggak-nggak."

"Kalau mie ayam yang deket perempatan Padjadjaran tau nggak?" Nara mencari topik baru.

"Tempat seramai itu siapa sih yang nggak ta—

Ucapan Damar terhenti oleh suara ponsel. Suara itu berasal dari ponsel Damar. Tidak mungkin dari Nara karena ponselnya dalam mode hening.

"Maaf ya Nara, Ibu telepon. Izin angkat sebentar." Nara menganggukkan kepalanya.

"Assalamu'alaikum, Bu. Maaf ini Damar lagi dijalan mau nganter majikan. Nanti kalo udah di rumah Damar telepon Ibu, ya?"

"..."

"Nggeh, Bu. Wa'alaikumsalam."

Entah kenapa Nara merasa sangat sebal saat Damar menyebutnya sebagai 'majikan'.
















lapak sini rame ga?

tbc.

Moira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang