-extrapart

13.5K 863 46
                                    

[ link privatter ada di bawah ]

Keluarga kecil Damar dan Nara tengah berkumpul di ruang tengah. Mereka akan menyidang si bungsu yang baru saja menerima laporan nilai akhir semester pertama.

Secara eksklusif penerimaan rapor kedua anaknya kali ini diambil oleh Damar. Pada mulanya ia akan memberikan kejutan untuk anaknya namun ternyata ia lebih dulu diberikan kejutan oleh anak bungsunya melalui buku bersampul merah itu.

Nara memijit pangkal hidungnya sembari memejamkan matanya sebab ia pusing melihat angka-angka yang tertera. Padahal Nara pikir anaknya itu sangat pintar, tapi ini...

Bagaimana mungkin nilai anaknya ini sebatas nilai kriteria ketuntasan minimal saja?!

Baru kali ini seorang Jidan Arkananta Sukma Kalingga yang mempunyai track record menjadi siswa berprestasi saat sekolah menengah pertama itu hanya mendapatkan nilai berpredikat cukup di semua mata pelajarannya.

"Coba ini jelasin kenapa nilai Adek bisa kayak gini? Bubun yakin pasti Adek sengaja." Nara meminta penjelasan kepada Jidan yang tengah duduk santai di samping si sulung, Satria.

"Apa yang perlu dijelasin lagi, Bunda cantik ku? Kan udah Adek bilang kalau Adek gak ahli di sains."

"Terus kamu masih ngotot mau pindah ke sosial?" Damar membuka suaranya.

"Iya dong." sahut Jidan enteng.

"Besok Ayah coba bilang ke Pak Ramzan."

Perkataan Damar membuat senyum Jidan mengembang. Memang sudah dari awal Jidan ingin masuk ke kelas sosial. Namun tanpa sepengetahuannya, Nara lebih dulu menghubungi pihak sekolah supaya memasukkan Jidan ke kelas sains.

Awalnya Jidan menerima saja, berpikir kalau masih memiliki kesempatan pada saat ujian masuk perguruan tinggi nanti. Tapi nyatanya di pertengahan pembelajaran, Jidan merasa tertekan karena sains bukanlah bidangnya. Ia berbeda dengan Satria yang sangat bersahabat dengan bidang itu.

"Adek kan bilangnya mau jadi dokter?! Ya harus masuk sains!" dumal Nara.

"Kan udah dibilang kalau itu cuma becanda aja Bubun~"

"Bubun mana tau kalau Adek lagi becanda atau enggak. Salah Adek sendiri setiap ditanyain cita-cita jawabnya kalau gak dokter ya jadi 'anak Bunda Nara yang baik hati'. Yaudah Bubun minta Adek dimasukin ke sains aja." ucap Nara tak mau kalah. Jadi lebih baik Jidan diam. Yang paling penting semester depan ia pindah kelas sosial.

"Adek gak mau jadi dokter, ah. Masa keluarga Kalingga dokter semua. Aunty Rina dokter, Kakak juga soon to be. Kasian Ayah nanti gak ada yang bantuin." Jidan melirik ke arah Satria. Sedari tadi si sulung itu setia dengan diamnya. Menikmati cemilan yang ada di toples sembari menyaksikan drama yang diperankan oleh keluarganya.

"Yaudah tapi Adek harus janji ke Bubun nilai-nilai ini jangan diulang lagi di semester selanjutnya, ya? Sayang banget nilai semester pertamanya Adek kayak gini."

Jidan kembali ke tempat duduknya semula. "Gak apa-apa. Bubun tenang aja, Jidan pastiin buat semester selanjutnya Adek di nomer 1 terus."

"Sombong." Satria mengambil bantal kursi yang dipangkunya lalu memukulkannya ke tubuh Jidan.

"Kakak, jangan gitu deh. Doain Adek aja semoga emang benar bisa di nomer 1 terus. Jadi anak Bunda Nara yang baik hati kayak cita-citanya Adek." sindir Nara.

"Ini akhir tahun gak ada liburan, Yah?" tanya Jidan yang segera mengganti pembicaraan mereka.

Biasanya akhir tahun mereka pasti pergi liburan dan menikmati pergantian tahun di tempat tersebut. Entah kemana perginya, Damar yang selalu menentukan.

Moira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang