Bab 3 (Awal Lukaku 3)

10 0 0
                                    

Kukira menjadi anak baru di sekolah adalah hal yang menyenangkan. Kupikir aku akan mendapatkan teman baru yang tak akan menggangguku seperti di sekolah lama.

Iya... Aku adalah anak yang ter-bully di sekolah. Baik disekolah lamaku atau sekolah baru. Di sekolah baru karena aku adalah pendatang semua tingkah lakuku selalu diperhatikan teman-teman sekelas bahkan juga para guru.

Selain dalam pergaulan baruku, dalam pelajaranpun aku jadi tertinggal. Terasa sangat berbeda dalam penangkapanku. Semua pelajaran terasa sulit kucerna dengan keadaan baru di sekolah. Apalagi tanpa kehadiran ibuku yang selalu setia menemaniku belajar dulu ataupun bapak.

Kini nenek dan omku lah yang membantuku dalam belajar ketika di rumah. Jelas berbeda dengan bapak dan ibuku dalam mengajariku belajar. Aku selalu membuat drama jika ada PR dari sekolah. Ujung-ujungnya adalah ribut lalu aku menangis karna merasa tidak pernah paham dengan penjelasan nenek dan omku.

Alhasil nilaiku selalu tidak memuaskan. Dulu di sekolah lama aku selalu bersaing di peringkat 3 besar, kini aku bahkan masuk dalam peringkat akhir di kelas. Sedih. Nilai ku di raport lama dengan raport baru selalu jadi bahan perbincangan teman-temanku sekelas. Aku sudah tidak masuk 3 besar lagi, membuatku frustasi jika ingin ke sekeloh.

Selain dalam hal pelajaran dan nilai kelas, aku juga sangat kepayahan dalam pergaulan dengan teman-teman baruku. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak yang dilahirkan lebih mampu dari keluargaku. Sungguh pergaulan anak borju itu tak hanya untuk orang dewasa saja. Tetapi dalam pertemanan anak SD juga terjadi dan itu nyata.

Dari persaingan tas atau sepatu baru disetiap kenaikan kelas. Sepeda baru saat digunakan ke sekolah, masalah traktiran ulang tahun anak SD, uang jajan, bekal makanan, sampai hal terkecil kuncir rambut. Berbeda jauh dengan teman-teman di sekolah lamaku dulu. Kebanyakan anak petani yang setara denganku. Penampilan kami biasa saja. Tetapi dalam nilai pelajaran kami selalu bersaing.

Memang sangat kepayahan aku dalam bergaul di sekolah baruku. Cukup lama aku bisa beradaptasi dan bisa bermain akrab dengan mereka. Sampai pada sebuah pemilihan anak untuk sebuah kompetisi tingkat SD sekabupaten barulah aku benar-benar merasakan memiliki teman. Iya, aku termasuk anak yang dipilih guru extrakulikuler kami untuk menyanyi tembang Jawa.

Mungkin bagi anak jaman sekarang tidak populer dan mungkin dianggap norak. Tapi bagiku dan teman-teman itu sangatlah menantang. Bukan hanya menyanyi tembang Jawa saja, lebih tepatnya menyanyikan lagu anak-anak bahasa Jawa dengan gerakan menari ditambah dialog percakapan dan kostum Jawa keren.

Bagiku saat itu sungguh luar biasa. Bisa menjadi bagian yang terpilih bergabung dengan teman-temanku lainnya untuk lomba. Di tengah rinduku terhadap ibuku yang sulit bertemu karena ia harus bekerja ke luar negeri sebagai TKW dan juga bapak yang hidup terpisah rumah sehingga jarang bertemu. Sibuk berlatih menyanyi dan menari membuatku sedikit lupa akan kerinduan itu.

Tak hanya itu, kami bahkan berpartisipasi dalam acara kampung yang diselenggarakan bersama kesenian lainnya. Menyenangkan sekali rasanya. Belum lama rasa kesenangan itu hadir, sebuah berita besar menghampiriku..

Di Antara LukakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang