Sudah hampir satu bulan seteah kepergian Bapak. Aku kembali sekolah seperti biasa dan juga dengan adikku. Kini yang berbeda adalah Bapak tak akan datang lagi ke rumah Bantul untuk mengunjungi kami. Sekedar bersenda gurau, memberi kami uang saku atau mengantarkan kami ke sekolah dengan motor Tiger kesayangannya.
Lalu ibuku, ya beliau bahkan belum tahu jika Bapak sudah berpulang kepangkuan Allah SWT. Tahun 2000 adalah tahun yang belum ramai dengan telepon genggam. Jika ingin menghubungi ibuku yang bekerja di luar negeri sebagai TKW kami biasanya harus telepon melalui telepon umum yang ada di Wates yang bisa untuk telepon ke luar negeri. Biayanya juga tidak sedikit.
Selain telepon umum kami biasanya melakukan pengiriman surat, sampai perangko dari surat ibu ku koleksi karena seringnya kami mengirim surat. Aku selau menunggu kedatangan ibuku. Biar tidak usah saja ia bekerja di luar negeri. Pulang saja dan merawat kami di rumah. Yang kulakukan hanya bisa berharap dan terus berharap.
Sore itu saat aku pulang dari bermain, Simbah mendekatiku dan berkata sesuatu padaku.
"Nduk.. Tak lama lagi ibumu akan pulang dari luar negeri."
Wajahku langsung sumringah saat mendengar kabar itu. Tetapi berbeda dengan nenekku. Nenek menekuk wajahnya dan bernafas sedikit kasar. Kemudian nenek kembali berkata kepadaku.
"Jika ibumu sudah pulang, saat sampai rumah nanti maukah kamu memberitahu ibumu soal kepergian Bapak?", tanyanya dengan intens.
"Aku gak mau!", kataku jelas dan tegas.
"Tapi ibumu harus tahu. Kalau kamu yang memberitahu pasti ibu tidak akan terlalu sedih."
"Aku gak mau!! Pokoknya aku gak mau!!", kataku semakin ngotot dan marah pada nenekku.
Lalu aku lari meninggalkan nenek yang berada di ruangtamu. Aku marah dan jengkel, aku masih menolak jika Bapak sudah pergi dari dunia ini. Aku masih menginginkan Bapak dan ingin kami hidup bahagia bersama. Aku masih ingin itu terwujud agar aku bisa merasakan kebahagiaan seperti kelluarga teman-temanku lainnya.
Setelah kejadian itu, sering sekali tetanggaku mengobrol dengan nenekku. Mereka berbincang dengan gamblang mengira-ira bagaimana nanti reaksi ibuku jika ia mendapat kabar duka itu. Aku sangat sebal, mengapa mere selalu membahas itu dan mereka juga membahasnya bahkan didepanku. Bagiku itu sangat kejam.
Sebenarnya dalam pikiranku, mengapa aku harus dekat-dekat dengan para ibu-ibu gosip itu? Sangat menyakitkan jika harus mendengar obrolan mereka tentang masalah keluargaku. Harusnya aku pergi menjauh dan tak usah mendengarkan apa kata mereka. Tapi aku juga harus tahu apa penyebab ayahku meninggal dunia. Seringkali para ibu-ibu gosip itu menanyakan kepada nenekku sesuatu hal yang menurutku janggal.
"Gimana Mbah.. Apa pelakunya sudah ketemu?", tanya ibu sebelah rumah dengan muka santainya.
"Tentu saja belum. Belum ada kabar lebih lanjut dari Polisi", Kata nenekku singkat.
"Aku yakin jika hidupnya pasti kacau dan sengsara karena telah berbuat dosa besar. Keluarganya juga akan mendapat pembalasan yang setimpal," kata ibu sebelah rumah itu lagi.
"Ya.. tentu saja. Dia telah membuat kedua cucuku jadi anak yatim. Allah akan membalas semuanya, kata nenek menjawab.
Setelah itu mereka berhenti membahasnya lalu berbicara hal lain. Aku sangat yakin jika itu membahas tentang bagaimana Bapak meninggal. Sudah susah payah aku mendengarkannya diam-diam dibalik jendela kaca, tetapi mereka hanya membicarakannya sedikit saja. Begitulah aku selalu mengumpulan sedikit demi sedikit informasi tentang bagaimana Bapak meninggal.
Dan tiba waktunya saat ibu kembali ke Indonesia dan bertemu denganku dan adikku.
"Siang ini ibumu pulang.. Nanti tidak boleh menangis ya!", kata nenek menyuruh kami.
Saat waktunya datang dan kulihat ia turun dari mobil dan tersenyum lebar. Masih sama seperti dulu senyumannya. Masih sama dan aku sangat merindukannya..
"Maaakk.....!," teriakku keras memamanggilnya.
***
Duh guys... dah mau mewek lagi nih..
Tapi aku tetep akan terusin kok di Bab selanjutnya. Tungguin ya.. :')
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Antara Lukaku
General FictionAsalamualaikum wr, wb. Cerita merupakan kisah seorang gadis biasa yang hidup sederhana dengan berbagai pengalaman hidupnya. Dimulai dari saat dia masih lengkap hidup dengan kedua orangtuanya. Sampai ia harus kehilangan satu per satu orang yang disay...